Acih kembali menghadap pintu. Dengan gerakan cepat, ia buka kembali pintu tersebut. Ditatapnya cowok berparas malaikat tapi bertanduk di hadapannya itu.
"Runa ada?" tanya Rafael lagi. Meski senyum masih setia di wajahnya, kebingungan tidak dapat ia sembunyikan.
Si Acih tertawa meremehkan. Masih dengan wajah minta ditonjoknya, Acih memperhatikan penampilan Rafael dari kepala-sepatu-balik lagi ke kepala. Terus, dia mengetuk-ngetukkan kakinya ke lantai sambil bertolak pinggang, bak preman-preman galak yang sedang menagih hutang. "Nanya apa tadi? Ulang sekali lagi!" ucap Acih judes. Nyebelin banget, sumpah.
Rafael mengerutkan kening. "Istri saya, Runa ada?"
"Ada, Mas!" jawab Acih cepat.
Dita dan Runa sontak melongo. Rahang mereka terlalu kaku untuk bisa menutup kembali.
Rafael mengangguk pelan. Ia kembali tersenyum. Kali ini bukan senyum yang selalu ia gunakan untuk menembak mati buruan, melainkan senyum lega. Tulus. "Bisa tolong dipanggilkan, Bu? Saya tunggu di sini."