*Aku ingin melihat dunia damai yang lepas dari rasa takut. *
*Tapi mungkin, semua itu hanyalah mimpi*
-------
Empat tahun berlalu sejak Rignil Sang Pahlawan menghilang setelah mengalahkan Rahnuc. Kedamaian memang sempat tercapai, tetapi keseimbangan yang rapuh itu ikut raib bersama sang pahlawan. Harapan akan dunia yang damai telah hancur berantakan.
Begitu juga dengan hati Sarvati setiap kata-kata Rignil itu terngiang dalam benaknya.
Sebagai rekan seperjalanan Rignil dulu, nagga perempuan itu berusaha mengemban cita-cita Rignil untuk mencapai kedamaian dengan apapun cara yang dia tahu. Termasuk dengan mengabdi pada Kekaisaran Naga sebagai seorang prajurit.
"Habisi mereka!"
Seruan Kaisser, pimpinan pasukan Meteor Merah, membahana di langit di perbatasan selatan Kekaisaran Naga. Lawan mereka kali ini bukanlah manusia, tetapi golem tanah liat atau semacam boneka dari benda mati yang bisa bergerak bagai hidup.
Seluruh pasukan Meteor Merah terdiri dari nagga-nagga bersayap. Rupa para nagga menyerupai manusia, tetapi satu setengah kali lebih tinggi, bersisik di beberapa bagian tubuh mereka, dan memiliki cakar tajam serta ekor naga. Kebanyakan nagga memiliki sepasang tanduk dalam berbagai ukuran dan bentuk. Selain itu beberapa dari mereka, seperti seluruh anggota Meteor Merah, memiliki sayap besar yang berbeda-beda rupanya.
Sarvati melipat sayapnya jingganya yang memiliki membran berwarna krem dan bersisik bagai sayap unggas. Dia menukik tajam bersama yang lainnya. Mereka menghujamkan senjata dan cakar masing-masing pada dada setiap boneka tanah liat.
Kaisser menghabisi dua golem sekaligus dengan tombaknya. Nagga laki-laki berambut merah panjang itu langsung bangkit dan menerjang barisan golem. Gerakannya begitu efektif dan sadis. Mata tombaknya yang terbuat dari batu meteor berkilau dalam warna berbeda pada setiap tebasan. Sisik merah darah dan baju zirah baja berwarna serupa yang dia kenakan berkilau memantulkan cahaya mentari, memberikan pemandangan seolah Kaisser bertarung begitu ganas sampai bersimbah darah.
Kaisser berseru, "Tetap dalam formasi, tekan mereka, tapi lindungi rekan-rekan kalian!"
Seluruh pasukan Meteor Merah bergerak mengikuti komando Kaisser. Sarvati bergerak cepat ke samping pimpinan mereka, tubuhnya yang lebih mungil dibandingkan nagga-nagga lain memberikannya celah untuk bergerak lebih lincah menghindari serangan para golem.
Dia menggunakan dua pedang yang berbeda jenis, satu berupa pedang panjang dan satunya berupa golok bermata satu. Namun, ketidak seimbangan senjatanya justru menjadi kelebihan untuk Sarvati. Keduanya memberikannya kemudahan untuk menebas, menusuk, dan menangkis. Percikan api membara di mata-mata pedang Sarvati, menyala selaras dengan warna jingga sisik dan rambut jingga sebahunya.
Seperti Kaisser, Sarvati cukup menonjol dalam pasukan ini. Bukan hanya karena kemampuannya, tetapi rupanya yang sedikit berbeda dibandingkan yang lain. Bagian kulitnya yang dilapisi sisik jauh lebih banyak dan dia tidak memiliki tanduk.
Tidak ada satupun dari golem itu yang cukup kuat untuk memberikan tantangan bagi anggota Meteor Merah. Mereka bisa hancur dengan mudah dalam satu atau dua tebasan, terutama jika pusat dada mereka terkena. Masalahnya hanyalah jumlah mereka yang begitu banyak. Namun setidaknya itu bisa mereka atasi dengan formasi yang solid.
Sarvati menghela napasnya setelah melumpuhkan golem terakhir. "Ini serangan kedua dalam dua minggu," katanya pada Kaisser, "dan kita masih belum bisa menemukan sumbernya."
Kaisser memandang ke tanah kering di sekitarnya, lalu memandang ke ufuk selatan. Jauh di sana tampak langit yang selalu menghitam. Dia membalas, "Aku percaya sumbernya pasti di sana."
Memandang ke tempat yang sama membuat dada Sarvati terasa berat. Dia ingat benar mendung macam itu selalu bernaung ke manapun Rahnuc sang naga raja iblis pergi.
"Apa sebaiknya kita periksa ke sana?" tanya Sarvati.
Kaisser menggeleng, "Kau tahu kita perlu izin dari Jendral setempat sebelum diperbolehkan memeriksa sejauh itu."
"Anda juga Jendral."
"Tapi pasukan kita hanyalah sebagai penyokong, Sarvati. Kau tahu yang punya wewenang di daerah ini adalah Flakkari sebagai pimpinan di Benteng Druinnan."
"Kita bisa menyelinapkan satu atau dua nagga untuk memeriksa ke sana."
"Dan membahayakan nyawa mereka, Letnan Komandan?" Kaisser mendengus. "Kita pernah menghadapi Rahnuc dan tahu betapa berbahayanya area mendung macam itu. Jangan bilang padaku bahwa kau tidak merasakan aura keji yang serupa datang dari sana."
Dia melanjutkan, "Dan mendung itu tidak terjadi di satu tempat saja, Sarvati, laporan-laporan yang kita terima mengatakan bahwa hal serupa terjadi di sebelah timur dan barat daya sana. Jauh di sebelah barat Andralus, kerajaan manusia itu, mereka juga melihat fenomena serupa. Andai saja kita tahu di mana manusia bernama Rignil itu berada…."
"Maaf, tapi Rignil sudah tidak ada," sela Sarvati sambil memalingkan wajah.
"Dia menghilang, Sarvati. Bukan berarti dia tidak ada."
"Dia pasti punya alasan untuk menghilang, Jendral, kalau dia memang lelah menanggung beban dunia ini, biar aku yang melanjutkan perjuangannya, biarkan dia beristirahat. Dia…."
Sarvati menghentikan kata-katanya saat dadanya terasa sesak. Dia menarik napas sebelum berkata lirih, "Maaf, saya sudah lancang."
Kaisser menghela napasnya, "Andaikan saja kau yang mewarisi vasavi bernama Sygnun itu. Mungkin keadaannya tidak seburuk sekarang."
Dia berbalik menatap Sarvati, "Kau tahu, keadaan saat ini lebih buruk daripada teror Rahnuc. Setidaknya saat itu kita tahu harus berusaha menghentikan naga iblis itu. Tapi sekarang… kita tahu ada yang salah dengan dunia ini, sisa-sisa kekuatan iblis Rahnuc masih menghantui dunia, tetapi kita tidak memiliki kekuatan ataupun pengetahuan untuk memperbaikinya."
"Kalau begitu kita harus melakukan sesuatu!" Sarvati menggeram. "Berdiam diri saja tidak akan mengubah apa-apa. Maaf, tetapi Anda dekat dengan Kaisar Drakko, mungkin Anda bisa meminta izin agar kita bisa memeriksa lebih jauh ke selatan."
Tatapan tegas Kaisser berubah sendu. Dia menatap tanah penuh penyesalan, "Aku sudah memintanya melakukan hal yang mungkin lebih berat daripada itu. Tidak mungkin kuminta dia hal lain lagi."
"Apa maksud Anda?"
Kaisser memandang ke ufuk selatan, "Mungkin aku berbohong barusan saat mengatakan bahwa kita tidak memiliki kekuatan atau pengetahuan untuk mengerti apa yang terjadi dengan dunia ini. Kita, Kekaisaran Naga, mungkin punya cara untuk tahu. Lebih tepatnya seekor nagga yang mungkin tahu."
Dia lalu menatap tajam pada Sarvati, "Kalau kau begitu ingin melanjutkan cita-cita Rignil yang mungkin sudah dia tinggalkan, kalau kau sangat benci berdiam diri, aku punya tugas untukmu. Tugas yang pasti berbahaya dan mungkin membebanimu."
Sarvati tersenyum kecil, "Anda sudah membimbing saya dengan keras, saya siap melaksanakan misi apapun. Seberat apapun."
Kaisser menghela napasnya, "Bebanmu bukan hanya fisik." Dia menggeleng sambil melangkah pergi, cara bicaranya berubah santai, "Sudahlah, nanti kau juga tahu, kita bertemu tiga hari lagi di penjara segel saat purnama."