Chereads / Vasavi Cross: Remnants / Chapter 2 - Prolog

Chapter 2 - Prolog

Berakhir sudah. Segalanya akan ditelan kegelapan.

Pikiran itu terus menghantui Rignil, pemuda yang dielu-elukan sebagai Pahlawan Terpilih. Seluruh sanjungan dan harapan itu tiada artinya di hadapan kengerian sebenarnya. Mereka semua hanyalah debu di hadapan badai teror yang dilepas Rahnuc, Sang Naga Raja Iblis.

Gemuruh petir dan pusaran angin meraung menemani pekik sakit yang membahana di bawah payung mendung tiada akhir. Tidak ada satupun yang mampu dilakukan Rignil. Tubuhnya yang jatuh berlutut bertumpu pada pedangnya telah kehilangan segala kekuatan dan keberanian. Kini hanya sesal tersisa, semakin menusuk di setiap jeritan kesakitan yang terdengar. Dia hanya bisa meninju tanah dengan segala kekuatannya yang tersisa.

Dialah kesatria yang seharusnya bisa menolong mereka.

Mampu menyelamatkan dunia.

Mencipatakan kedamaian.

Menghentikan Rahnuc.

Namun kini, dia... hanyalah seorang manusia tanpa daya.

[Rignil...]

Rignil tidak menghiraukan panggilan di balik seluruh jeritan itu. Setiap rasa sakit dan tetes darah yang mengucur di buku jarinya tidak mampu menghilangkan seluruh keputusasaan yang menderanya. Segalanya berganti dengan amarah yang semakin menumpuk. Sebuah kebencian pada ketidak berdayaan dirinya.

[Rignil!]

Sampai akhir hayatnya, mungkin Rignil tidak akan pernah menyadari apa yang sesungguhnya terjadi. Dia yang begitu larut dalam penyesalan melupakan bahwa teror bergerak itu telah sampai di hadapannya. Rignil terpental saat berhasil menangkis serangan cakar naga terkutuk yang begitu cepat itu. Kesatria terpilih itu tidak pernah tahu jika semua itu terjadi karena instingnya memaksa untuk terus bertahan hidup, atau karena tangannya digerakkan Sygnun, pedangnya. Namun, mustahil begitu adanya.

"Kau masih hidup?" Rahnuc menyeringai lebar memamerkan dua baris taring-taring mengerikan. Tubuhnya yang berdiri layaknya manusia dan para drakonid berjalan pelan seperti mabuk. Hawa kegelapan yang pekat seolah memancar dari kedua cakarnya yang panjangnya begitu tidak biasa. Bukan hanya cakarnya, tetapi seluruh tubuh naga terkutuk itu begitu aneh dan terus berubah.

"Menarik!"

[Lawan dia, Rignil!]

Rignil menangkis sekali lagi serangan Rahnuc. Dia mampu berdiri kali ini entah untuk alasan apa. Sesuatu mendorongnya untuk terus melawan. Mungkinkah beban tugas? Mungkinkah rasa takut? Mungkinkan ini rasa ingin melindungi? Atau mungkin, Rignil hanya ingin selamat.

Rignil terpental sekali lagi akibat sapuan ekor naga iblis itu. Namun, kali ini dia berhasil mendarat dengan menancapkan pedangnya ke tanah. Segala sesuatu yang begitu mengabur terasa begitu jelas di kala itu. Sang kesatria menyadari dia tidak mendarat di atas tanah, melainkan tumpukan mayat.

Kengerian melebihi segala tindakan Rahnuc merasuki seluruh unsur keberadaan Rignil. Sygnun telah menembus jantung sahabatnya sendiri yang tergeletak bersama tumpukan mayat. Seumur kehidupannya dia tidak akan pernah tahu jika sesungguhnya orang yang selalu setia bersamanya sepanjang perjuangan ini memang telah mati atau terbunuh oleh Rignil. Akan tetapi, Rignil tidak akan pernah bisa mengesampingkan kenyataan bagaimana pedang kepercayaannya telah menembus dada tersebut.

Dia telah membunuh sahabatnya sendiri.

"Menarik! Sangat menarik!"

"Apanya..." Tubuh Rignil bergetar. Seluruh amarah kebencian pada dirinya membakar kuat. Seolah mengikuti emosi itu, besi kebiruan Sygnun memerah meyerap darah segar yang menyelimuti ujungnya.

[Bangkitkan amarahmu, Rignil. Arahkan pada iblis itu.]

"... APANYA YANG MENARIK, MONSTER?!!"

Sang Pahlawan Terpilih menerjang menyambut Sang Naga Raja Iblis. Guntur bergemuruh keras bersama terguncangnya langit dan bumi. Rignil menebas-nebas dengan ganas bermandikan darah Rahnuc dan darahnya sendiri. Waktu serasa tidak berjalan bagi Rignil. Semua kembali terasa mengabur bagai sebuah mimpi buruk tanpa akhir. Suara, bau, pandangan, dan rasa memudar. Hanya ada hasrat melampiaskan seluruh kebencian pada dirinya ke arah Rahnuc.

Pada akhirnya, hanya satu yang akan berdiri.