Aku memandanginya dari ujung kepala hingga kaki, tak nampak sesuatu yang bisa membuatku mengenalnya. Tanpa menggubrisnya aku kembali merebahkan kepalaku di atas meja sambil memejamkan mataku kembali.
Di samping itu, Diana langsung meraih tangganya seperti menggantikanku untuk berjabat tangan.
"Diana... kamu siapa?" Dengan suara centil Diana memperkenalkan diri.
"Bintang.." jawabnya singkat sembari tersenyum.
Tentu saja dengan sigap Dimas melepaskan tangan Diana dari Bintang.
"Maaf ya.. Bulan emang kaya gitu anaknya. Tapi dia baik kok aslinya" Diana mencoba membuat bintang tidak tersinggung atas sikapku.
Bintang hanya tersenyum dan berlalu begitu saja keluar kelas diiringi teriakan siswi-siswi yang memenuhi pintu depan kelasku.
"Bulan !!! bulaaann !!!" Diana mengguncangkan badanku
"Apaan sih!!"
"Lu gak bisa liat cowo cakep dan baik apa?. Cowo secakep setinggi sekeren itu lu abaikan???" Grutu Diana
"Memangnya kenapa?, harus banget gue tanggepin?" jawabku ketus.
"Ihhhh ni anak, kalo kaya gini trus.." dia berhenti berbicara lalu meninggalkan-ku dan duduk di kursinya.
"Lan, sikap lu keterlaluan" Tambah Dimas yang juga segera duduk di kursinya.
Aku hanya menghela nafas panjang dan melihat mereka berdua dengan sepintas.
Tak lama guru Bahasa Inggris-pun masuk. Kami melanjutkan kegiatan belajar-mengajar.
Sebenarnya dalam pelajaranpun aku sempat beberapa kali memikirkan anak itu, hanya terasa aneh dengan sikapnya tadi. Kenapa aku? kenapa ia ingin kenal denganku? lantas mengapa dia sempat ngobrol dengan ibuku? Siapa dia? ah.. semua pertanyaan itu berputar-putar di kepalaku.
"Baik anak-anak, buka halamat 43. Hemm.. bapak butuh bantuan untuk membacanya. Sekarang tanggal berapa?"
"4 pak..." Seru kompak murid-murid
"Oke, absen nomor 4, Bulan.. tolong bacakan ya" Pinta pak Mul
Aku yang sedari tadi memang sedang tak fokus benar-benar tak menyadari Pak mul memberi perintah padaku.
Aku malah sibuk melihat ke arah kaca. Sampai pak Mul memanggiku beberapa kali.
"Bulan.. Bulan.. Bulan!"
"Ah eh iya pak"
"Kamu nglamun?"
"Engga pak"
"Palingan juga lagi banyangin Bintang tu pak" Tiba-tiba Melisa salah satu murid kelasku berceletuk seperti itu dengan nada sinisnya.
Seketika kelas menjadi riuh karna-nya.
Aku hanya diam tak merespon.
"Sudah sudah, Bulan baca halaman 43"
Aku berdiri dan segera membacanya dengan lantang.
Begitulah hariku berlangsung semenjak ada dia.
Suara bel tanda berakhirnya kegiatan sekolah terdengar dan disambut riang oleh murid-murid.
Aku memasukan semua bukuku dan memakai jaketku. Seperti biasa aku memakai jaketku dengan memakai penutup kepalanya serta sambil memakai headset, seperti memberi tau kepada siapa saja bahwa aku tak sedang ingin ditegur atau disapa.
Diana tiba-tiba dari belakang menggandengku. Aku yang menyadarinya secara otomatis mencopot headsetku.
"Yang tadi sorry ya" Suara Diana mencoba menjadi anak manis
"Emm" Jawabku singkat.
"Nanti sore ada acara gak?, gue sama Dimas mau nongkrong di Coffe Box. Nanti gue samper ya?, sekalian nyobain mobil baru dari bokap hehehehe"
"Liat tar.." Jawabku singkat.
Lalu kami berpisah di persimpangan jalan karna arah rumah kami berbeda.
"Jam 8 malem ya!!!!!" Teriak Diana yang sembari melambaikan tangan.
Aku hanya menengok ke belakang sesekali melihatnya dan segera menaiki bus yang lewat di depanku.
Untuk menuju ke rumahku dibutuhkan waktu sekitar 25 menit dengan menaiki bus.
Bus yang ku tumpangi sangat penuh hingga membuatku berdiri didekat pintu. Hanya dibatasi tangan kondektur bus saja.
Akhirnya akupun sampai. Ini rumah ibuku, maksutnya rumah nenek, kakeku sudah meninggal saat ibu masih dalam kandungan. Namun setahun lalu nenek terkena penyakit parah hingga merenggut nyawanya, akhirnya rumah ini diwariskan pada ibuku, si bungsu dirumah ini.
"Aku pulang..." Suaraku lemas sembari membuka pintu
"Eh.. anak mama udah pulang. Ganti baju lalu makan siang ya.. ibu sudah siapkan menu kesukaan kamu"
Aku hanya menganggukan kepalaku dan terus melangkah menuju kamarku.
Setibanya di kamar ponselku berbunyi tanda ada pesan masuk. Ternyata itu papa. Kurang lebih dia hanya tanya apa aku sudah pulang dan bagaimana sekolahku. Aku anak satu satunya, tak ada kakak ataupun adik. Hal itu menambahkan suasana sepi di rumah ini. Apalagi kini papaku bahkan sudah tak tinggal disini. Dia memilih tinggal dengan istri barunya setelah bercerai dengan mama.
Aku hanya membacanya tanpa menjawabnya.
Aku mengganti pakaianku dan segera menuju ruang makan. Terlihat mama sudah menyiapkan makanan di meja, dia juga sudah duduk disana sembari membuka lap top sembari bekerja. Ibu merupakan seorang pengusaha jadi dia akan selalu sibuk, saat di rumahpun dia hanya akan sibuk oleh pekerjaanya. Tak jarang aku bahkan tak melihatnya seharian karna dia berangkat terlalu pagi dan pulang terlalu malam. Tapi aku memakluminya, itu lebih baik dari pada dia harus berdiam diri dirumah dengan memikirkan pernikahanya yang hancur.
"Tadi di sekolah gimana sayang"
"Gak gimana gimana ma"
"Ohya, tadi Diana ngabarin mama katanya mau ngajak kamu keluar nanti. Ke Coffe box gitu deh tadi bilangnya"
"Oh, iya.."Jawabku pendek seakan tak tertarik
"Bagus.. daripada kamu murung di rumah terus"
Aku hanya melanjutkan makan tanpa menjawabnya.
"Ngomong-ngomong coffe box itu apaan sih?, mama gak tau"
Aku hanya senyum mendengar pertanyaan mama.
"Malah senyam senyum ditanyain mamanya ya"
"Abis mama aneh-aneh aja"
"Ya orang mama kan gak tau, itu apaan sih. Cafe ya?"
"Bukan cafe ma, kaya semacam tempat tongkrongan aja. Tempat ngopi gitu. Ada yang jualan makanan ringan trus kopi juga tapi bukan cafe"
"Oh..." Jawab mama sembari menganggukan kepalanya.
Tiba-tiba aku teringat anak baru itu, apa aku harus tanyakan sekarang ya daripada penasaran begini. Tapi... nanti mama malah tanya yang engga-engga lagi.
"Ma.. ma.. " Aku memanggilnya saat mama beranjak ingin meninggalkan ku di ruang makan.
"Hem?"
"Ah, engga.. bulan cuman itu.. em nanti minta uang buat pergi"
"Kamu ini, kaya gak biasanya gak mama kasih uang aja"
mama berlalu meninggalkanku.
Ah... lagi lagi aku tak bisa bertanya.
Hari berlalu begitu cepat hingga akhirnya Diana sudah berada di depan rumahku untuk menjemputku.
"Yuk " Katanya saat melihat aku keluar dari rumah.
"Nyokap mana?" Diana memperhatikan aku yang keluar sendirian.
"Ada di dalem lagi kerja"
"Ohhh..."
Kami segera bergegas pergi, terlihat Diana senang mengendarai mobil pemberian orang tuanya. Yaris merah memang cocok dengan karakternya.
Dia menggunakan kaos berwarna putih tangan pendek dan rok mini rempel pink dipadu padankan dengan tas putih dan sepatu pink membuat dia terlihat seperti gadis yang ceria.
Bagaimana penampilanku?.
Aku hanya memakai celana jeans berwarna abu dengan aksen sobek sobek di lutut dan kaos hitam mirip seperti gelandangan. Aku hanya tidak peduli dengan tampilanku malam ini. Hanya ingin menghirup angin malam saja pikirku.
Setelah 30 menitan kami sampai. Suasananya ramai, Dimas langsung menghampiri kami.
"Cantik seperti biasa.." katanya sembari matanya melihat Diana
"Hahhhh, entah harus bilang apa" katanya setelah menghela nafas panjang sembari matanya melihatku dari ujung kepala sampai ujung kaki.
Ketika kami mulai masuk ke area beberapa orang yang kami kenal mulai memperhatikan kami, beberapa juga sempat bergosip entah apa. Aku hanya memperhatikan saja sembari menempelkan headsetku di telinga. Lagu up beat-pun ku putar dengan suara keras.
Tiba-tiba tanganku ditarik oleh seseorang.
Aku langsung berbalik dan melepaskan tanganku dengan paksa lalu kembali berjalan.
"Sombong lu, dasar angkuh !" teriaknya.
Dia Bagas, semua anak tau dia menyukaiku, dan semua orang tau tentang perangainya yang sangat badung.
Aku tak merespon triakanya, bahkan tetap berjalan. Hingga terdengan suaranya berkata sesuatu yang membuatku berhenti berjalan.
"Lu pada tau gak, bokapnya bulan itu maniak gadis muda hahahaha. Dia sama nyokapnya ditinggalin gitu aja karna bokapnya kawin lagi sama cewe yang masih muda bahkan umurnya gak jauh beda sama kita" Suaranya lantang berbica sehingga semua orang memperhatikanku.
Aku berbalik dan menatapnya dengan marah.
"Kenapa? lu mau pukul gue? lu mau marah? gak terima?"
Aku semakin maju dan mempercepat lankahku, ingin segera ku patahkan leher kerongkonganya sehingga dia gak bisa lagi ngomong yang tidak tidak. Entah darimana dia tau berita itu.
Tiba tiba.. Bruuuuaaahhhhhhkkk!!
Seseorang memukul Bagas dengan kuat sehingga membuatnya terjatuh.
Dia terus memukul Bagas yang masih tergeletak di lantai, aku belum bisa melihat wajahnya karna posisinya membelakangiku.
"Jangan lagi lu deketin Bulan ataupun ngatain kalo lu gak mau berurusan sama gue !" Teriaknya sembari menghempaskan pukulan terkahirnya.
Betapa aku terkejut ketika dia membalikan badanya kearahku.
Dia... dia anak baru itu. Dia.. Bagaimana bisa ? untuk apa dia membelaku?