03 | P E R E M P U A N
M I S T E R I U S
Suara engine yang lumayan keras namun terdengar halus terdengar sampai ke dalam kamar. Mikaela yang masih duduk di depan meja riasnya merasakan jantungnya berdegup lebih kencang dari biasanya. Ginny yang sedang menata rambut dark brown milik Mikaela pun melihat perubahan raut wajah gadis cantik itu dari pantulan cermin.
"Santai saja, kau hanya akan bertemu dengan kakakmu, bukan calon suamimu." ejek Ginny yang membuat semburat merah tercetak samar di pipi Mikaela.
Tunggu, untuk apa pipinya memerah seperti itu?
"Aku tahu, memangnya siapa yang berpikir dia akan menjadi calon suamiku?"
Ginny selesai menata rambut Mikaela, wanita itu menaruh kedua tangannya di pundak Mikaela dari belakang dan menyunggingkan senyuman yang sulit diartikan. "Di jaman yang gila ini, apa saja bisa terjadi. Apalagi jika melihat ke arah melon kembar yang berada di tubuh bagian atasmu itu, hanya laki-laki gila yang tidak tertarik denganmu."
Seketika wajah Mikaela memerah mendengar ucapan Ginny yang menurutnya terlalu blak-blakan.
"Ginny!" protesnya sembari menyilangkan kedua tangannya di depan dadanya, membuat aksen seakan ingin menutupi kedua bagian tubuh yang memang menggoda itu.
Ginny tertawa renyah dan menepuk pundak Mikaela. "Cepatlah, sejauh yang kutahu, tuan Daniel adalah orang yang tidak suka menunggu."
Ginny meninggalkan Mikaela di kamarnya sembari membawa pakaian bekas Mikaela untuk mencucinya, sedangkan Mikaela masih agak tercengang dengan perkataan Ginny tadi. Apakah benar tubuhnya semenarik itu?
Pandangannya lurus ke arah cermin di depannya, lebih tepatnya ke arah pantulan tubuhnya. Masih dalam posisi duduk, ia melirik ke arah pantulan kedua bagian tubuh yang dibicarakan Ginny tadi. "Apanya yang istimewa? Sepertinya ini tidak terlalu besar. Maksudku, pasti masih banyak perempuan lain yang memiliki ukuran melebihi ini." gumamnya sambil—entah dalam keadaan sadar atau tidak—menekan-nekan payudara sebelah kanannya dengan telunjuknya sendiri dengan ekspresi polos.
"Sebenarnya, ukuran bukanlah segalanya. 'Itu' bisa saja menjadi sangat menarik jika terlihat pas dengan tubuhmu."
Suara agak berat dan terdengar sangat maskulin terdengar dari arah pintunya, dari pantulan cermin riasnya ia dapat melihat sosok Daniel yang berdiri sembari menyilangkan kedua tangannya di depan dadanya dan bersandar pada daun pintu yang terbuka.
Dengan cepat Mikaela berdiri dan berbalik menghadap kakaknya yang baru saja menggodanya itu, namun Mikaela seketika mengerutkan keningnya karena melihat mimik wajah Daniel yang sepertinya akan tertawa. Memangnya apa yang lucu? Batinnya menebak.
Dan Daniel pun mulai tertawa sambil melihat ke arah bawah. Mikaela masih saja terdiam dengan wajah polosnya, ekspresinya menunjukan bahwa ia benar-benar tidak mengerti alasan mengapa Daniel tertawa seperti itu. Apakah ada yang salah dengan tubuhnya?
Namun saat Mikaela melihat ke bawah, ia baru sadar bahwa jari telunjuknya masih dalam posisi menekan-nekan payudaranya sendiri.
Sontak Mikaela membalikkan badan dan menutup wajah cantiknya yang semakin memerah dengan kedua telapak tangannya.
Mikaela merasa malu setengah mati, sementara Daniel masih saja pekikikan. Tanpa sadar—dan tanpa suara sedikitpun—Daniel sudah berada tepat sejengkal di belakang Mikaela, tentu saja hal itu membuatnya kaget, karena sedetik sebelumnya Daniel masih berada cukup jauh darinya.
Seharusnya ia tidak perlu seheran itu mengingat Daniel adalah vampire, jadi wajar saja ia dapat bergerak secepat itu.
Mikaela melepaskan kedua tangannya dari wajahnya dan melihat Daniel dari pantulan cermin, wajah Daniel sudah sangat dekat dengan telinganya, Mikaela dapat merasakan hembusan nafas yang seharusnya terasa dingin itu. Tapi ini tidak, nafasnya terasa hangat dan lumayan membuat dadanya berdebar.
Daniel menarik nafas dengan sangat pelan dan berbisik di telinga Mikaela dari belakang, "Tidak perlu malu, kau terlihat sangat cantik."
Kepiting rebus. Mungkin seperti itulah wajah Mikaela sekarang. Maksudnya dia memang sangat cantik, tidak ada yang bisa menyangkalnya. Namun pipinya sudah benar-benar memerah. Demi janggut Belphegor, Mikaela berhasil dibuat malu oleh kakaknya sendiri.
"Aku akan menunggumu di bawah. Turunlah jika kau sudah selesai menekan-nekan 'punya'-mu itu." ucapnya lalu berbalik dan pergi meninggalkan Mikaela yang masih belum dapat berkata apa-apa.
Sepertinya ini akan menjadi hari yang berat bagi Mikaela. Ia tidak akan bisa memeluk Daniel untuk melepaskan rasa rindunya setelah dua belas tahun tidak bertemu seperti yang ia rencanakan. Ia baru saja kehilangan keberanian untuk melakukan niatnya itu beberapa detik yang lalu.
Biar bagaimanapun, Mikaela ternyata hanya seorang gadis yang polos.
Walau kehidupan yang ia jalani sangat jauh dari kata polos.
***
Tidak akan ada yang menyangka apa yang sedang dilihat oleh Mikaela sekarang. Setidaknya tidak akan ada yang membayangkan sampai ke arah situ. Sampai sekarang Mikaela masih tidak bisa mempercayai apa yang ia lihat sekarang.
Tentu saja, di dunia yang sepertinya—atau memang—sudah hancur ini, tidak akan ada yang percaya bahwa di ibukota masih saja berdiri sebuah mall besar dengan pengunjung yang berlalu-lalang.
Bukan hanya itu, sepanjang jalan Mikaela melihat toko-toko sepatu dan tas di pinggir jalan, barber shop, gymnastic, gedung-gedung pencakar langit, taman kota dan segala macam bangunan yang biasa terlihat di daerah ibukota. Bahkan ada gedung yang biasa menjadi tempat untuk pertandingan tinju. Apakah vampire memang berolahraga?
Semuanya hampir terlihat sama seperti keadaan kota sebelum vampire mengambil alih dunia manusia. Hampir, karena hanya satu yang berbeda, yaitu darah.
Kenapa?
Karena baik di café maupun rumah makan cepat saji manapun, hanya menyajikan darah sebagai menu utama. Ya, darah dalam berbagai olahan dari golongan yang berbeda.
Dan kini Mikaela masih tercengang, sementara Daniel sudah memberikan kunci mobil sport-nya kepada petugas vallet mall untuk mencarikan mobilnya tempat untuk parkir.
Mikaela masih tidak mempercayai bahwa semua pengunjung mall ini adalah vampire. Tentu saja ada sedikit rasa takut yang menghantui benaknya, namun Mikaela langsung tersadar dari lamunannya saat Daniel menyodorkan tangannya untuk digandeng. Dan dengan malu-malu Mikaela pun melingkarkan tangannya di lengan Daniel, yang membuat Daniel tersenyum.
Mereka pun mulai memasuki pusat perbelanjaan tersebut. Dengan masih menyimpan rasa kagum, Mikaela mengedarkan pandangan ke arah sekitar. Namun Daniel masih bisa merasakan rasa takut yang dimiliki Mikaela dari gemetar di badannya.
Tentu saja, ada ratusan bahkan ribuan vampire yang berlalu-lalang di sekelilingnya.
Daniel kembali mendekatkan wajahnya ke telinga Mikaela. "Tenang saja, dengan dandanan seperti itu mereka tidak akan menyadari bahwa kau adalah seorang manusia. Setidaknya selama mereka tidak mencium bau darah. Tapi kau tidak perlu khawatir selama ada aku, ribuan vampire di sini tidak ada apa-apanya. Bahkan aku tidak perlu mengeluarkan usaha berlebihan untuk memenggal kepala mereka semua dalam kurang dari tiga puluh menit."
Sontak Mikaela menoleh ke arah Daniel dengan matanya yang terbelalak. Maksudnya, menghadapi satu vampire saja Mikaela tidak akan sanggup, tapi Daniel berbicara seolah-olah ia dapat mengalahkan ribuan dari mereka dengan mudah.
Namun saat ia menoleh tanpa sadar wajah mereka berdua terlalu dekat. Mikaela tidak memperkirakan jarak antara wajahnya dengan Daniel, jadi hidung mereka saling berbenturan, bahkan bibir mereka hampir saja bersentuhan. Dengan refleks Mikaela memundurkan wajahnya, dengan pipinya yang sudah kembali memerah. Sementara Daniel masih saja tersenyum manis.
Kini mereka berada di dalam sebuah toko yang menyediakan pakaian-pakaian high-class. Mungkin harga pakaian di tempat ini terlalu mahal sehingga dari sekian banyak vampire, total hanya ada tujuh pengunjung yang Mikaela lihat di tempat ini jika dihitung dengan Daniel dan dirinya.
"Tuan Blackhart, sudah lama aku tidak melihatmu. Ada yang bisa kubantu?"
Seorang wanita, tepatnya seorang vampire wanita bertanya dengan aksen yang sangat sopan. Mikaela baru tahu ada vampire yang bisa sesopan ini. Tunggu, oh iya benar. Ginny juga seorang vampire.
"Tolong carikan semua pakaian yang menurutmu cocok untuk dikenakan oleh gadis ini." ucap Daniel sambil mengeluarkan dompetnya dan mengambil kartu ATM nya.
Tunggu, vampire juga memakai ATM?
"Karena sebentar lagi musim panas akan berakhir, apakah mau dicarikan pakaian musim dingin juga?" tanya si wanita vampire itu lagi.
"Musim panas, musim dingin, musim hujan, musim batu akik, terserah, carikan saja semua musim kalau perlu." Daniel memberikan kartu ATM nya kepada si wanita itu. "pakai sampai habis kalau bisa."
Si wanita vampire tersenyum, ia mengambil kartu ATM Daniel dan membawa Mikaela ke dekat ruang ganti, sementara Daniel duduk di bangku yang tak jauh dari tempat Mikaela berdiri, kaki kanannya dinaikkan ke atas kaki kirinya dan kedua tangannya melihat di depan dada, tentu saja dengan tangan kiri menggenggam sarung pedang yang biasa ia bawa kemanapun.
Mikaela tidak pernah bertanya untuk apa dia membawa-bawa pedang seperti itu. Mungkin karena belum memiliki kesempatan untuk bertanya.
"Bagaimana kalau yang ini, apakah kau suka tuan?" tanya vampire wanita itu kepada Daniel sambil menempelkan sebuah baju di badan Mikaela.
Daniel menoleh. "Apa menurutmu cocok untuknya?"
"Tentu saja."
"Kalau begitu ambil saja semua yang menurutmu cocok untuknya. Tidak perlu bertanya lagi." balas Daniel.
"Tapi aku juga ingin mendengar pendapat—"
Daniel menatap tajam ke arah mata vampire perempuan itu sehingga dia tidak bisa menyelesaikan kata-katanya. "Menurutku dia tetap akan terlihat cantik dengan apapun yang ia kenakan. Sekarang cepatlah selesaikan karena aku tidak mungkin selamanya duduk di sini."
Mendengar ancaman yang begitu tegas namun juga terkesan romantis itu membuat jantung Mikaela berdegup sangat kencang, lain halnya dengan si vampire wanita, wanita itu malah tersenyum dengan sangat lebar. "Seperti biasa, anda terlihat sangat mempesona saat sedang kejam seperti itu."
Hampir lupa.
Selain penampilan Mikaela yang sudah didandani agar tidak terlihat seperti seorang ternak, Daniel sudah memberikan semacam cairan semprot untuk menyamarkan bau darah milik Mikaela. Itulah sebabnya Daniel berani mengajak Mikaela keluar jalan-jalan, karena tidak akan ada yang menyadari siapa Mikaela sebenarnya.
Walaupun Daniel bisa menjaga Mikaela dan tidak ada orang lain yang mampu menjaga Mikaela sehebat Daniel di dunia ini, namun tetap saja akan merepotkan jika Daniel harus berurusan dengan seluruh vampire di ibu kota.
Selain jumlahnya yang memang sangat banyak, hal itu pasti akan menarik perhatian petinggi vampire, termasuk tiga raja yang memiliki nama super-norak.
Yap.
Kovak, Sovak dan Novak.
Mungkin jika Daniel bisa menjadi raja vampire juga, ia akan berganti nama menjadi Lobak.
Akhirnya setelah hampir dua setengah jam menunggu, Daniel dan Mikaela sudah kembali berjalan di tengah-tengah keramaian pengunjung mall dengan pakaian-pakaian Mikaela sudah dibungkus dengan rapih dan akan diantarkan ke kediaman Daniel menggunakan mobil box. Dan tidak bisa dipungkiri hanya untuk pakaian saja, Daniel menghabiskan sekitar 1/129 dari jumlah uang yang ada di kartu ATM nya.
Maksudnya kartu ATM pertama yang ia keluarkan, karena masih ada empat kartu ATM lagi yang belum ia keluarkan dari dalam dompetnya, tidak dihitung dengan sebuah buku cek kecil yang memiliki sekitar empat puluh lembar di dalamnya.
Kehidupan vampire hampir sama persis dengan kehidupan manusia, baik dalam hal keseharian maupun dalam hal pekerjaan.
Ya, mendapatkan gelar bangsawan bukan berarti hidupmu akan terjamin tanpa kau melakukan usaha sama sekali.
Saat kebanyakan bangsawan kerajaan kaya raya berkat usaha mereka memperjual-belikan budak atau ternak, Daniel adalah salah satu dari beberapa bangsawan yang menjadi kaya dengan usaha yang berbeda.
Usaha Daniel bergerak di bidang jasa konstruksi. Yap, kerjaannya adalah membangun gedung-gedung, perumahan, bahkan jalan. Dan entah kenapa hanya Daniel satu-satunya vampire di dunia yang bergerak dalam usaha jasa konstruksi, walau anak-anak perusahaannya sudah tersebar di seluruh dunia. Jadi dengan kata lain, semua bangunan selain bangunan yang sudah ada dari dunia manusia, adalah bikinan perusahaannya Daniel.
Jika hanya membangun sebuah gedung atau sebuah perumahan elite Daniel akan mendapatkan anggaran rata-rata sebesar enam puluh lima juta dollar, sudah berapa gedung, perumahan, jalan, pertokoan, bahkan jalur kereta bawah tanah dan jembatan yang ia bangun di seluruh dunia dalam delapan tahun terakhir ini.
"Emm, Daniel."
"Kau boleh memanggilku Danny seperti dulu. Atau kau lebih suka memanggilku honey juga tidak masalah." balas Daniel sambil tangannya terus digandeng oleh Mikaela.
Mikaela tersenyum. "Baiklah, aku lebih memilih Danny,"
"Oke terserah kau saja. Ada apa?"
"Apakah tidak apa-apa kau menghabiskan uang sebanyak itu hanya untuk pakaianku?"
Daniel menoleh. "Jangan memulai, aku tidak suka berdebat masalah uang."
Mikaela pun menunduk. "Ba-baiklah. Maafkan aku."
Daniel berhenti, membuat Mikaela juga ikut menghentikan langkahnya. Jari telunjuknya mengangkat dagu Mikaela sehingga mereka saling beradu pandang. "Tidak apa-apa. Tersenyumlah, uang yang kukeluarkan akan terbuang sia-sia jika hanya membuatmu murung seperti itu." ucapnya sambil menatap intens ke arah Mikaela.
Tanpa sadar sudut bibir Mikaela pun tertarik dan sebuah senyuman terlukis jelas di bibirnya, membuat Daniel kembali tersenyum.
"Pertahankan senyuman itu, karena kau mungkin akan terlihat sangat sexy dengan senyuman itu di bibirmu nanti."
"Nanti? Memangnya kau ingin membawaku ke mana?" tanya Mikaela dengan ekspresi polosnya.
"Emm, mungkin akan terlihat lebih panas dengan ekspresi polosmu itu." balas Daniel yang membuat Mikaela semakin tidak mengerti.
Mikaela mengerutkan keningnya, "Apa yang kau maksud? Sebenarnya kemana kau akan membawaku?"
Tanpa berkata-kata Daniel pun menunjuk ke arah belakang Mikaela, membuatnya berbalik dan membulatkan matanya dengan sempurna.
Daniel mendekatkan wajahnya ke telinga Mikaela dari belakang dan berbisik pelan, "Kau belum memiliki stok pakaian dalam kan? Karena tadi Ginny memberitahuku yang kau kenakan adalah miliknya. Bagian atasmu juga tidak tertutup, karena Ginny tidak memiliki ukuran seperti punyamu."
Daniel berucap dengan sangat pelan dan sedikit penekanan gairah, sedangkan Mikaela masih membulatkan matanya ke arah tulisan Victoria Secret yang terpampang jelas di sana. Daniel pun melingkarkan tangannya di pinggang Mikaela dari samping dan dengan langkah pasti membawa adik kesayangannya berjalan ke tempat itu.
Sepertinya ini benar-benar akan menjadi hari yang berat untuk Mikaela.
***
Ponsel Daniel bergetar di saku celananya, ia memberhentikan mobil sportnya di tepi jalan dan melihat siapa yang menelponnya.
Ya, vampire juga menggunakan telpon genggam, bukan dengan telepati pikiran atau semacamnya. Itu adalah cara yang terlalu kuno. Lagi pula, hanya vampire tertentu yang memiliki kekuatan kendali pikiran. Dalam kasus Daniel, hanya ada satu vampire yang bisa melakukan hal itu.
"Shit." rutuk Daniel yang tanpa sengaja ia ucapkan, membuat Mikaela menoleh.
"Siapa itu?" tanya gadis yang beberapa detik lalu baru saja akan tertidur.
"Bukan apa-apa, hanya seorang jalang." balas Daniel lalu menolak panggilan itu dan mematikan ponselnya. "Sepertinya kita pulang saja, jalan-jalannya bisa dilanjutkan besok. Aku ada urusan mendadak."
Mikaela hanya mengangguk, mungkin dirinya terlalu lelah menahan malu saat memperlihatkan dirinya hanya memakai pakaian dalam di depan Daniel beberapa kali, karena hampir semua pakaian dalam yang ia beli entah kenapa harus diperlihatkan kepada Daniel terlebih dahulu oleh wanita yang menemaninya mencari pakaian dalam, walaupun Daniel mengatakan tidak perlu meminta pendapatnya.
Tapi Daniel juga sebenarnya menikmati pemandangan itu, tentu saja. Tubuh Mikaela memang mustahil untuk ditolak siapapun.
Sampai di pekarangan rumah, pandangan Daniel tertuju pada sebuah mobil Ferrari yang terparkir tidak jauh dari pintu masuk.
"Mobil siapa itu?" tanya Mikaela yang baru terbangun dari tidurnya.
Daniel tidak menjawab dan langsung turun lalu melangkahkan kakinya ke pintu masuk tanpa menunggu Mikaela. Mikaela berusaha mengikuti langkahnya dan terhenti saat melihat Daniel menatap tajam ke arah seorang vampire perempuan yang kini tengah duduk di sofa ruang tamunya.
Tangan Daniel yang menggenggam pedangnya semakin keras menggenggam, urat-urat di lehernya sedikit demi sedikit mulai terlihat, sedangkan wanita berpakaian serba elegan itu hanya duduk manis sambil menyeruput darah segar dari gelasnya. Dengan perlahan dan sangat anggun wanita itu menaruh kembali gelas darah-nya di atas meja dan sedetik kemudian dirinya sudah berada tepat di belakang Daniel.
Tangannya melingkar di perut Daniel dari belakang dan wanita itu menyandarkan kepalanya di punggung Daniel lalu memeluknya dengan erat. "Lama tidak berjumpa, honey, aku sangat merindukanmu. Siapa perempuan ini? Ternak barumu? Sejak kapan kau tertarik untuk memelihara ternak? Maksudku—"
Dengan cepat Daniel mengeluarkan pedangnya dari sarungnya dan menempelkannya di tangan vampire perempuan yang sedang melingkar di perutnya itu. "Diamlah atau aku akan menghabisimu sekarang juga."
Wanita itu bisa menebak identitas Mikaela hanya dengan sekali lihat, walau bau darah Mikaela telah disamarkan dengan cairan khusus yang disemprotkan ke tubuhnya.
Tentu saja dengan sebuah goresan kecil dari pedang yang Daniel pegang, ia dapat membunuh siapa saja. Namun sedetik kemudian tubuh Daniel mengejang, ia memekik hebat dengan raut wajah penuh kesakitan. Mikaela yang tidak tahu harus berbuat apa hanya bisa terdiam mematung di tempatnya berdiri.
Daniel terus saja memekik kesakitan hingga ia jatuh berlutut. Si wanita vampire itu berjalan mengitari tubuhnya dan berhenti tepat di depan Daniel. Ia menaruh kedua tangannya di rambut Daniel yang masih saja berlutut kesakitan. "Kau tidak akan bisa melawanku, aku yang memberikanmu kehidupan abadi ini, kau tidak memiliki kekuatan untuk tidak mematuhi semua perintahku!" Menjambak-jambaknya pelan sebelum menarik kepala Daniel hingga wajahnya tertanam di bagian yang berhimpit di antara kedua pahanya.
"Ooohhhhh, yeahh. Seperti itu, teruskanlah, honey." desah wanita itu seakan mendeklarasikan kenikmatan semu yang baru saja ia dapatkan dengan semakin keras menjambak rambut Daniel, sementara Daniel masih saja memekik kesakitan.
Tanpa disadari Ginny sudah berada di belakang Mikaela, "Ikut aku, tinggalkan mereka berdua." titah Ginny sembari menarik lengan Mikaela untuk menjauh dari Daniel.
Dalam perjalanan Mikaela benar-benar tidak dapat mengeluarkan sepatah katapun. Ginny pun mengunci pintu dari luar setelah Mikaela masuk dan meninggalkannya sendirian di kamar. Tanpa disadari setetes air mata lolos dari pelupuk matanya.
Entah apa yang ia rasakan, apa yang sebenarnya terjadi, mengapa wanita itu mengaku telah memberikan kehidupan abadi untuk Daniel, siapakah wanita itu sebenarnya.
Ribuan pertanyaan berputar di kepalanya, dan yang bisa Mikaela lakukan hanyalah menangis dengan kondisi tidak tau apa-apa.