07 | M E M B U R U
V I N C E N T
( P A R T 1 )
***
Mikaela terbangun dari tidurnya. Semenjak ia mendengar Daniel mengucapkan kata 'harus dihukum', trauma Mikaela tentang dirinya yang dulu selalu dijadikan mainan oleh vampire yang menjadi majikannya seakan menyerang kembali benak gadis malang tersebut.
Mungkin Daniel tak sengaja mengucapkan kata-kata itu, namun trauma psikis yang dimiliki oleh Mikaela memang tak bisa dijadikan bahan candaan.
Meskipun Daniel tak mengetahuinya.
Tapi wajar saja. Dengan bertahun-tahun dijadikan 'ternak' oleh vampire-vampire bejat itu, Mikaela benar-benar merasa hidup bagai di neraka.
Mikaela bangkit dari ranjangnya, berjalan menuju pintu kamar dan membukanya. Tanpa melihat jam, Mika tahu bahwa sekarang sudah sangat larut. Entahlah, ia hanya merasa ingin menghilangkan apapun yang ada di pikirannya dengan berjalan menyusuri lorong dan mengeksplorasi mansion besar milik kakaknya ini.
Semenjak ia tinggal di sini, ia tak pernah bepergian sendirian di mansion. Ginny selalu menemaninya kemana saja. Mikaela hanya tak ingin mengganggu istirahatnya yang selalu menyiapkan segala keperluannya setiap saat.
Meskipun suasana mansion begitu sepi di malam hari seperti ini, namun Mikaela tak merasa takut sama sekali. Mungkin karena tempat yang lumayan mewah dan besar ini milik kakaknya sendiri, jadi ia tak ragu untuk bepergian sendiri.
Mikaela menuruni tangga menuju lantai bawah. Banyak sekali lorong, ia sampai kebingungan untuk mulai dari mana.
Pilihannya jatuh pada lorong yang menghubungkannya ke bangunan di sebelah timur mansion. Mungkin hanya perasaannya saja, tapi seperti ia mendengar sesuatu dari arah sana.
Semakin ia melangkah, suara itu semakin terdengar jelas. Dan saat ia yakin bahwa suara yang ia dengar berasal dari balik pintu yang kini tepat berada di depannya, Mikaela membuka pintu itu perlahan.
Dan yang tersaji di depan matanya membuat bercak kemerahan tercetak jelas di pipinya.
Seorang lelaki dan enam orang wanita yang sama-sama tak memakai sehelai benangpun untuk menutupi tubuh telanjang mereka berada di sana.
Dengan cepat Mikaela menutup kembali pintu tersebut dan berlari secepat yang ia bisa untuk pergi menjauh dari kamar itu. Satu tangannya memegang dadanya sendiri, sedangkan satunya lagi bersandar pada dinding mansion, berusaha menenangkan detak jantungnya yang berdebar hebat.
"Hey, kenapa tidak masuk?" ucap seseorang yang entah sejak kapan sudah berada di dekat Mikaela. "Aku melihatmu membuka pintu dan langsung pergi. Kenapa tidak bergabung?"
Mikaela bersandar pada dinding, menatap ketakutan lelaki yang hanya mengenakan selembar kain putih yang melingkar di sekitar pinggangnya. Lelaki itu melangkahkan kakinya mendekat pada Mikaela. Satu tangannya menggapai rambut Mikaela, menariknya dan mengendusnya seperti seorang yang sangat mesum.
"Kau begitu cantik, dan rambutmu sangat harum. Aku menginginkanmu."
Kedua tangan Mikaela mengepal kuat.
..Apa yang harus kulakukan?..
..Siapa orang ini?..
..Kenapa dia melakukan hubungan badan dengan wanita-wanita yang telah diselamatkan oleh kakak?..
..Apakah aku harus melawannya?..
..Kakak, tolong aku!..
Lelaki itu semakin mendekat dan kini mencoba mendekatkan wajahnya pada wajah Mikaela. Saat lelaki itu hampir berhasil melaksanan niatnya, Ginny, seseorang yang dipercayakan oleh Daniel untuk mengurus seluruh keperluan Mikaela sudah berdiri di belakang lelaki itu.
Ginny melingkarkan tangannya di leher lelaki yang ingin mencium Mikaela dari belakang, dengan satu tangannya lagi menempelkan ujung pisau di leher lelaki itu.
"Menjauh darinya, Hugh. Dia adalah adik Sir Daniel, kau tidak bisa menyentuhnya." pinta Ginny, mungkin lebih tepat jika dibilang sebagai ancaman.
Lelaki yang dipanggil Hugh oleh Ginny itu tersenyum sangat lebar. "Begitukah? Baiklah, ini kesalahanku."
Setelah yakin bahwa Hugh tak akan berbuat macam-macam pada Mikaela, Ginny melepaskannya. Hugh pun membungkuk dengan sopan pada Mikaela sebelum pergi kembali ke dalam kamarnya.
Ginny mengelus lembut kepala Mikaela. "Kau tidak apa-apa?"
Mikaela mengangguk mengiyakan pertanyaan Ginny, membuat Ginny tersenyum dengan perasaan lega. "Ngomong-ngomong, siapa itu? Apakah dia manusia?"
"Namanya Hugh Mattler. Dia adalah manusia."
Mikaela mengerutkan keningnya. "Bukankah vampire telah membantai semua lelaki?"
"Tuan Daniel menculiknya dari wilayah kekuasaan werewolf, dan tugasnya di sini adalah untuk meneruskan keturunan manusia bersama wanita-wanita yang telah diselamatkan dari vampire."
Mikaela ber-oh ria tanpa bersuara. Jadi memang benar rumornya bahwa werewolf berpihak pada manusia. Mikaela pernah mendengar cerita tentang werewolf dari majikan vampire sebelumnya.
Tunggu dulu.
Jika tugas hugh adalah meneruskan keturunan manusia, berarti yang dilakukannya dengan enam wanita telanjang di kamarnya adalah ...
"Kenapa wajahmu memerah? Apa kau demam?" tanya Ginny sambil memeriksa suhu tubuh Mikaela.
"O-oh tidak. Aku tidak apa-apa. Lupakan saja. Aku akan kembali ke kamarku sekarang. Terima kasih, Ginny. Sampai besok." ucap Mikaela melangkah pergi meninggalkan Ginny dengan ekspresi penuh kebingungan.
Sepanjang jalan menuju kamarnya, Mikaela benar-benar kepikiran tentang 'meneruskan keturunan umat manusia' yang dibahas oleh Ginny tadi.
..Apakah vampire yang dulunya adalah seorang manusia bisa meneruskan keturunan untuk umat manusia juga?..
..Tunggu, kenapa aku memikirkan hal itu?..
..Tidak. Aku tidak boleh. Daniel adalah kakakku..
Setibanya di kamar, yang Mikaela lakukan adalah terus memikirkan hal itu. Hingga tak sadar mentari sebentar lagi akan terbit.
***
Reinhard menarik pelatuk pada senapan yang dipegangnya. Senapan yang merupakan senjata mistis pemberian Daniel itu melesatkan peluru yang memancarkan cahaya perak. Di pertengahan, peluru itu seakan terbagi menjadi lima bagian dan menyebar ke berbagai arah. Kelima peluru itu melesat dan berakhir di tengkorak lima vampire yang merupakan penjaga mansion tempat Vincent berada.
Seperti yang sudah diduga, kelima vampire itu langsung terbakar dan berubah menjadi abu.
Menyadari ada sesuatu yang aneh, sekitar tujuh puluh vampire pun keluar dari bayang-bayang dan menyebar ke segala penjuru mansion.
Reinhard menekan saluran komunikasi yang berada di telinga kanannya. "Umpannya sudah dimakan. Sepertinya seluruh bawahan Vincent sudah keluar dari persembunyian mereka. Mungkin jumlahnya lebih dari lima puluh."
Di halaman depan, muncul seorang gadis yang memegang sabit berukuran besar. Sabit yang menyerupai senjata yang selalu dipegang oleh Grimm Reaper itu digenggam dengan satu tangan oleh gadis berparas menawan itu.
Yap. Dia adalah Alexis.
Beberapa vampire yang melihat Alexis terdiam menatapnya. Alexis tersenyum manis pada mereka. "Om-om sekalian, mau bermain denganku?"
Salah seorang vampire berjalan mendekati Alexis. "Hey, apa yang dilakukan gadis cantik dengan benda berbahaya seperti itu? Jika kau memang ingin bersenang-senang, kita bisa melakukannya--"
Slasssshhhh ...
Satu ayunan dari sabit milik Alexis membelah dua vampire itu dan merubahnya langsung menjadi abu.
"I-itu adalah senjata mistis! Gadis ini adalah penyusup! Serang dia!"
Alexis memamerkan ekspresi innocent khas miliknya kepada beberapa vampire yang menerjang ke arahnya. "Duh, dasar om-om ini, menyerang seorang gadis secara bersamaan. Gak laki banget!"
Pertempuran antara Alexis dengan belasan vampire yang memenuhi halaman depan mansion milik vincent pun tak bisa dihindari.
Dengan gerakan yang terkesan lembut namun mematikan, Alexis seakan menari dengan sabit yang merupakan senjata mistis miliknya. Ia terus menyerang dan mengelak dari setiap serangan yang diberikan oleh para vampire. Langkahnya begitu anggun, gerakan tubuhnya sangat indah, dan kedua tangannya terus memainkan sabit seperti seorang penari professional.
Mudah saja bagi Alexis yang memegang senjata khusus untuk membunuh vampire itu mengalahkan mereka.
Semakin lama, semakin banyak vampire yang berdatangan. Tak hanya Alexis, tapi Reinhard juga terus membantu pertempuran Alexis dari jauh menggunakan senapannya.
"Hey, bukankah ini terlalu mudah?" tanya Alexis pada Reinhard melalui saluran komunikasi mereka sambil terus bertarung melawan vampire-vampire itu.
Reinhard terus mengarahkan senapannya pada para vampire yang berusaha mengepung Alexis, selalu membunuh lima orang vampire dengan satu kali tembakan. "Jangan lengah, mereka hanyalah vampire tingkat rendah. Menurut info yang kudapat dari Daniel, Vincent setidaknya memiliki tiga vampire tingkat tinggi yang kekuatannya hampir setara dengan vampire bangsawan."
"Begitukah?" tanya Alexis yang baru saja menebas tiga vampire terakhir. "Tapi kenapa hanya ada dua?"
"Apa maksudmu?"
Alexis menunjuk ke arah pintu depan mansion milik Vincent dan di sana berdiri dua vampire yang memiliki aura yang berbeda dari vampire-vampire yang mereka hadapi sebelumnya.
Kedua vampire itu memakai topeng yang sama. Yang membedakan adalah tanduk yang berada di topeng itu. Vampire yang berada di sebelah kiri memiliki tanduk di bagian kanan topengnya, sedangkan satu lagi di bagian kiri topeng. "Apakah mereka berdua yang kau maksudkan?"
"Ya, tapi seharusnya ada tiga."
Ssssshhhh ...
Angin berhembus tepat di belakang Renihard, membuatnya berbalik. Reinhard pun melompat sejauh yang ia bisa. Tepat di hadapannya adalah seorang vampire yang memakai topeng dengan tanduk pada bagian tengah topengnya.
"Sepertinya satu lagi berada di sini." ucap Reinhard pada saluran komunikasi dengan Alexis.
"Begitukah? Berarti aku tak perlu waspada dengan serangan diam-diam, hanya tinggal menghadapi dua badut itu, kan?"
"Tetap saja, jangan sampai lengah. Mereka adalah vampire tingkat tinggi. Setelah aku selesai dengan yang di sini, aku akan segera membantumu." ucap Reinhard sambil mengarahkan senapannya pada vampire yang berada di hadapannya.
Dor ...
Sebuah peluru bercahaya keperakan melesat ke arah vampire itu. Namun pelurunya ditangkis dengan tangan kosong. Vampire itu melihat telapak tangannya yang menahan peluru dari Reinhard, dan terdapat lubang yang terbakar di sana.
"Luka ini tak bisa sembuh. Sepertinya itu senjata mistis. Apa kalian dari kelompok pemberontak yang selama ini diburu oleh kerajaan?" tanya vampire itu yang tak mendapatkan jawaban dari Reinhard. "Sepertinya begitu. Berarti aku memang harus memusnahkan kalian."
Reinhard mengambil dua buah belati yang sedari tadi melingkar di pinggangnya. Belati itu juga merupakan senjata mistis pemberian Daniel.
Melihat Reinhard masih memiliki senjata mistis selain senapan yang dipegangnya tadi, vampire yang berdiri di harapannya pun mengeluarkan cakar-cakar yang sepertinya tumbuh dari ujung jari-jari tangannya. Vampire itu melesat ke arah Reinhard.
Clangggg ...
Belati dan cakar saling berbenturan.
Sedangkan dua vampire yang kini berhadapan dengan Alexis juga melakukan hal serupa. Cakar-cakar mereka saling beradu dengan sabit milik Alexis.
Sepertinya perburuan malam ini akan jauh lebih sulit dari yang sebelumnya.