Chereads / Istri Simpanan / Chapter 8 - Bab 8 - Tinggal Satu Atap

Chapter 8 - Bab 8 - Tinggal Satu Atap

Sudah tiga hari Soo Yin dalam perawatan Dokter Kang, tapi kondisinya belum pulih. Dae Hyun tidak pernah meninggalkan Soo Yin, melakukan pekerjaannya dari rumah. Ia juga sudah menghubungi ayah Soo Yin. Memberi alasan jika mereka tengah pergi berlibur sehingga tidak bisa menjenguk.

Tubuh Soo Yin yang tadinya sedikit berisi kini semakin kurus karena tidak mau makan sama sekali.

"Soo Yin, makanlah!" Dae Hyun menyodorkan sendok ke mulut Soo Yin.

Soo Yin menggeleng kemudian memalingkan wajahnya dengan ekspresi cemberut. Bibirnya pucat, matanya juga sembab. Tulang pipinya terlihat jelas.

Kalau saja Dae Hyun mengizinkannya pulang, maka keadaannya tidak mungkin seperti ini.

"Makanlah, jika kau sudah pulih aku berjanji akan melakukan apa yang kau mau," ujar Dae Hyun dengan serius.

"Benarkah?" tanya Soo Yin dengan mata berbinar. Berbalik menatap Dae Hyun.

"Tentu saja, katakan saja apa yang kau inginkan!" ucap Dae Hyun.

"Aku ingin pulang," ujar Soo Yin.

Dae Hyun terdiam, ada rasa sedih setiap gadis itu mengatakan ingin pulang. Berpikir kalau gadis itu sangat tersiksa sehingga tidak ingin tinggal bersamanya. Hanya ada satu yang bisa dilakukannya agar mereka tinggal bersama.

"Ini adalah rumahmu juga, untuk apa kau tinggal di kontrakan yang kecil itu?" tanya Dae Hyun sambil mengerutkan kening.

"Di sini membosankan! tidak bisa-bisa kemana-mana," tukas Soo dengan memasang kembali wajah cemberut.

"Baiklah, aku akan mengantarmu jika kondisimu sudah pulih." Pada akhirnya Dae Hyun menyetujui permintaan gadis itu.

Soo Yin segera menghabiskan makanannya dengan lahap. Sedari kecil sudah terbiasa hidup bebas dan tanpa terkekang. Selalu bebas kemanapun karena Kim Nam selalu memanjakannya.

"Sebentar lagi Ayah akan segera pulang, kondisinya sudah pulih," ujar Dae Hyun memandang Soo Yin yang tengah menyuapkan makanan ke dalam mulutnya.

"Kapan kau berkunjung ke rumah sakit menemui Ayah?" tanya Soo Yin menghentikan kunyahannya.

"Kemarin. Nanti Ayah akan tinggal bersama kita," ujar Dae Hyun. Merasa yakin ini adalah satu-satunya cara agar mereka tinggal bersama dengan membawa Kim Nam ke villa ini.

Soo Yin menyemburkan makanan yang ada di mulutnya. Terkejut mendengar kabar ayahnya akan tinggal bersama mereka.

Dae Hyun mengambilkan segelas air putih yang berada di atas nakas. Menyodorkan pada Soo Yin.

"Kau sepertinya tidak senang Ayah sudah bisa pulang?" ujar Dae Hyun sambil memandang Soo Yin.

Bukannya Soo Yin tidak bahagia ayahnya telah pulih, tapi ini pertanda buruk baginya. Usahanya selama sakit tidak meminum obat akan gagal total. Ia padahal sudah berharap akan segera terlepas dari Dae Hyun.

Soo Yin terus saja termenung memikirkan hal ini. Merasa lemas, percuma saja usahanya selama ini tidak akan berhasil.

"Soo Yin!" panggil Dae Hyun sambil menggerakkan telapak tangannya di depan wajah istrinya.

Soo Yin menoleh ke arah Dae Hyun dengan rasa tidak senang.

"Jadi kapan kita akan menjemput Ayah?" tanya Dae Hyun.

"Menjemput? apakah benar Ayah sudah boleh pulang?" ucap Soo Yin lirih.

"Nanti aku akan menelepon Dokter yang menangani Ayah, untuk memastikan kondisinya," ucap Dae Hyun.

"Kalau Ayah tinggal bersama kita, apa yang harus aku katakan jika kau jarang di rumah?" tanya Soo Yin sambil menyipitkan matanya.

"Tenanglah! aku akan sering tinggal di rumah ini demi dirimu," ujar Dae Hyun dengan santai. Benar-benar sudah merasa menang saat ini.

"Bagaimana dengan Aeri? dia akan mencari keberadaanmu. Aku tidak ingin mendapatkan masalah," ujar Soo Yin dengan nada tinggi.

"Dia jarang di rumah dan aku lebih suka tinggal bersama denganmu," jawab Dae Hyun sembari menatap mata Soo Yin.

Soo Yin memalingkan wajahnya. Merasa enggan menatap suaminya itu.

"Makanlah yang banyak! aku tidak ingin Ayah mengira kalau aku tidak memberimu makan," ujar Dae Hyun kemudian pergi ke luar kamar sambil mengulum senyum.

Aduh, bagaimana ini? ~ batin Soo Yin. Ia meletakkan mangkuk di atas nakas. Sudah merasa tidak selera makan. Memilih membaringkan tubuhnya kembali.

°

°

°

RS Hallym University Medical Center

Pada sore hari Kim Nam sudah diizinkan untuk pulang, karena sudah ada kepastian dari Dokter yang menangani. Meskipun belum pulih betul, Soo Yin bersikeras untuk ikut ke rumah sakit. Dirinya tidak sabar ingin segera bertemu ayahnya.

Dae Hyun berjalan berdampingan dengan Soo Yin, memakai kacamata dan masker untuk menutupi wajahnya atas dasar Soo Yin yang memintanya. Soo Yin berpikir sebagai suami dari seorang publik figur, sudah pasti Dae Hyun akan menjadi sorotan banyak orang jika tidak menyamar.

"Kau akan lebih menderita jika tidak segera menceraikan aku," bisik Soo Yin saat melewati koridor rumah sakit.

"Kalau begitu biarkan aku membuka semuanya, agar semua orang tau kau adalah istriku." Dae Hyun hendak melepaskan kacamata hitam yang bertengger di matanya. Baginya tidak masalah jika harus mengakui hubungannya dengan Soo Yin di depan publik.

"Cukup! aku tidak ingin dituduh sebagai pelakor," tukas Soo Yin sambil menarik tangan Dae Hyun. Melirik suaminya dengan tatapan tajam.

Saat memasuki ruangan ternyata Kim Nam telah bersiap-siap. Sudah mengganti pakaiannya.

"Ayah, aku merindukanmu." Soo Yin memeluk tubuh Kim Nam.

"Oh, Sayang. Kau terlihat lebih kurus!" ujar Kim Nam setelah melepaskan pelukan.

"Ah ... iya. Beberapa hari ini aku tidak berselera makan," jawab Soo Yin. Tidak mengatakan apa yang sebenarnya terjadi.

"Dae Hyun bilang kalian habis pergi berlibur? kemana kalian pergi?" tanya Kim Nam.

"Kami pergi ... pergi .... ke Jepang, Ayah. Untuk menikmati bunga sakura," ujar Soo Yin dengan terbata.

"Bukankah ini musim dingin?" tanya Kim Nam sambil mengerutkan dahinya.

"Lebih indah jika bulan madu di musim dingin, Ayah. Lebih romantis," timpal Dae Hyun sambil tersenyum.

Benar-benar sudah tidak waras! Hah, bulan madu? yang benar saja,~ pikir Soo Yin dalam hati sembari melirik Dae Hyun dengan tatapan tajam.

"Kalian benar, jika bulan madu akan terasa indah di musim dingin," ujar Kim Nam seraya tersenyum.

Soo Yin mencubit pinggang Dae Hyun dengan kuat hingga membuatnya nyengir menahan rasa sakit.

"Soo Yin, segera periksalah ke dokter! selagi kita masih berada di rumah sakit. Mungkin saja saat ini kau tengah mulai hamil," tukas Kim Nam.

Soo merasa tercekat mendengar penuturan ayahnya. Ingin rasanya muntah sekarang juga. Jangankan hamil, tinggal bersama dengan Dae Hyun saja sangat malas. Ia tidak ingin mempunyai anak dari pria buaya seperti Dae Hyun. Lagi pula ia tidak ingin bernasib sama seperti wanita di luar sana yang sudah menjadi korban.

Dae Hyun mempunyai istri, Soo Yin berpikir bila sudah bosan pasti pria itu akan kembali pada istrinya. Lalu dirinya akan ditinggalkan. Membayangkan dirinya tengah hamil besar, ditinggalkan begitu saja di pinggir jalan. Membuatnya bergidik ngeri.

"Tidak!" teriak Soo Yin tiba-tiba membuat Kim Nam dan Dae Hyun saling memandang.

"Sayang, kau kenapa?" tanya Dae Hyun.

"Ah ... ti ... tidak apa-apa," ujar Soo Yin sambil menggaruk kepalanya. Wajahnya kini memerah.

"Ayah, sebaiknya kita segera pulang," ujar Soo Yin. Tidak ingin berlama-lama membahas omong kosong yang membuatnya mual.

Mereka segera pulang menuju villa Pyeongchang-dong. Di sana jauh lebih aman dari publik karena jaraknya cukup jauh.

°

°

Pyeongchang-dong

Seperti biasa mereka akan selalu disambut oleh Bibi Xia, seorang wanita paruh baya yang sudah bekerja di villa sekitar lima tahun. Sudah cukup lama Dae Hyun memiliki villa ini tanpa ada seorangpun yang tau.

Soo Yin mengantar ayahnya menuju kamar yang berada di lantai bawah yang tidak perlu menaiki tangga. Ia Tidak ingin ayahnya kelelahan jika berada di lantai atas.

Soo Yin menuju kamar yang biasa ditempatinya. Berjalan kesana kemari sambil menggigit ujung kukunya.

Ceklek.

Pintu kamar terbuka, ternyata Dae Hyun baru saja masuk.

"Kenapa belum tidur? apa kau menungguku?" tanya Dae Hyun sambil tersenyum miring.

"Aku tidak ingin kita tidur dalam satu ranjang," ujar Soo Yin terus terang.

"Baiklah, aku akan tidur di sofa," ujar Dae Hyun kemudian berlalu menuju kamar mandi.

Soo Yin tadinya berpikir kalau Dae Hyun akan menolak tidak pada satu ranjang yang sama. Ini sungguh di luar dugaan. Tapi dirinya merasa tidak enak hati, jika tidur di ranjang. Bagaimanapun juga statusnya di rumah ini hanya menumpang. Sebelum Dae Hyun selesai membersihkan diri, Soo Yin mengeluarkan selimut dari lemari, menatanya di sofa agar lebih nyaman.

"Hoam." Soo Yin menguap, matanya terasa sangat ngantuk. Beberapa malam belakangan tidak bisa tidur karena mencari cara untuk ke luar dari rumah Dae Hyun. Pada akhirnya usahanya kini sia-sia.

Dae Hyun ke luar dari kamar mandi. Memandang ranjang yang kosong, saat melirik sofa ternyata Soo Yin sudah terlelap berbalut selimut seperti kepompong.

Soo Yin berguling, dirinya lupa kalau tidur di sofa hingga membuatnya terjatuh.

"Aduh!" teriak Soo Yin. Kepalanya terasa sakit terbentur lantai. Perlahan mencoba untuk duduk dengan kesadaran yang belum terkumpul.

Dae Hyun langsung mengangkat tubuh Soo Yin. Meletakkanya di atas ranjang.

"Bukankah sudah aku katakan, aku saja yang tidur di sofa," ujar Dae Hyun sambil mengernyitkan dahi. Saat ini masih mengenakan handuk sebatas pinggang ke bawah. Memperlihatkan otot-otot tubuhnya yang seperti roti sobek.

"Aku menumpang di rumah ini, tidak pantas bila aku yang tidur di ranjang." Soo Yin beringsut bangkit dengan setengah sadar. Menyeret selimut menuju kembali ke sofa. Tanpa sengaja bagian bawahnya tersingkap ke atas, hingga memperlihatkan paha mulus gadis itu. Terlebih lagi hanya dibalut lingerie hijau muda dengan bahan transparan sehingga terlihat sangat sek*i.

Soo Yin terpaksa mengenakanya karena semua model pakaiannya sama.

Dae Hyun menghalanginya, memegang pergelangan tangan Soo Yin. Saat ini benar-benar ingin memakan Soo Yin. Tapi kemudian menghela napas panjang, tidak ingin melakukan apapun sebelum Soo Yin bersedia melakukannya.

"Ada apa?" Soo Yin melirik Dae Hyun sambil menahan rasa kantuk.

"Tidak, tidurlah!" ujar Dae Hyun. Ia kembali lagi memasuki kamar mandi, mengucurkan kepalanya di bawah air dingin yang mengalir. Menghilangkan rasa nyeri yang ada pada dirinya.

Pria normal tidak akan sanggup tidak melakukan apapun jika tinggal seatap dengan seorang wanita. Terlebih lagi jika wanita itu adalah istrinya.