The Silla Seoul Hotel
Hari ini Soo Yin sudah kembali bekerja di hotel. Tadinya berangkat bersama dengan Dae Hyun namun saat di tengah perjalanan Soo Yin meminta turun. Memilih menggunakan taksi untuk menuju ke hotel. Jika semua orang pekerja di hotel tau, maka mungkin Soo Yin akan mendapatkan masalah.
Soo Yin menyeduh secangkir kopi di pantry, melirik jam dinding yang masih menunjukkan pukul tujuh pagi. Masih bisa untuk bersantai sedikit.
"Soo Yin, kemana saja kau beberapa hari ini?" ujar Jean yang baru saja tiba.
"Hai, Jean," sapa Soo Yin.
"Tahukah kau, aku sangat merindukanmu. Aku tidak mengenal siapapun, selain dirimu." Jean mengerucutkan bibirnya.
"Maaf, aku beberapa hari ini tidak enak badan, sehingga tidak bisa pergi bekerja," ucap Soo Yin sembari menyeruput kopi hangat di tangannya.
"Kenapa kau tidak menghubungiku? nomormu bahkan tidak aktif," ujar Jean.
"Aku lupa untuk mengaktifkannya. Apa sabtu lalu jadi pergi nonton?" tanya Soo Yin. Soo Yin dan Jean memang berencana untuk pergi nonton ke bioskop bersama. Tapi gara-gara Dae Hyun membuat semua rencananya gagal.
"Hmmm, aku pergi menonton sendiri dan itu sangat menyedihkan. Semua orang datang berpasangan," ujar Jean dengan wajah sedih.
"Sabtu depan ayo kita menonton lagi! aku yang akan membelikan tiket untuk kita berdua," ajak Soo Yin yang ingin menghilangkan rasa bosan.
"Benarkah? ajak juga Jae-hwa. Kemarin dia berniat ikut, tapi karena kau tidak ada dia memilih menyendiri di tengah kota," ujar Jean mendekatkan wajahnya ke telinga Soo Yin.
"Aku tidak yakin Jae-hwa mau pergi bersama," ujar Soo Yin sembari menyipitkan matanya.
"Jae-hwa pasti mau jika kau mengajaknya. Sepertinya dia menyukaimu," ujar Jean.
Soo Yin terbatuk mendengar perkataan Jean. Jae-hwa memang beberapa kali mengajaknya untuk pergi menonton, tapi Soo Yin selalu menolak. Waktu ayahnya berada di rumah sakit, tidak ada waktu untuk bersantai apalagi pergi menonton.
"Ya sudah, kita lanjutkan nanti mengobrolnya. Ini sudah waktunya kita bekerja," ujar Jean sembari melihat jam dinding.
Soo Yin mengangguk sambil menghabiskan kopinya. Terlebih dahulu ia mengganti pakaian, mengambil peralatan yang biasa digunakan dari sapu, pel, dan lainnya.
Soo Yin berjalan melewati tangga darurat karena lift untuk pekerja sedang dalam perbaikan. Terengah-engah begitu sampai di lantai lima. Membaringkan tubuhnya di ranjang kamar hotel.
Setelah lelahnya perlahan menghilang, bukannya langsung membersihkan ruangan, Soo Yin malah bermain dengan ponselnya. Memasang headset di telinga untuk mendengarkan musik. Mengambil beberapa foto yang menurutnya lumayan bagus kemudian mengunggahnya sosial media.
Ceklek ...
Pintu tiba-tiba saja terbuka, Manajer Han berusaha menenangkan dirinya agar emosinya tidak meledak.
"Soo Yin!" teriak Manajer Han.
Soo Yin tengah asyik sehingga tidak mendengarkan teriakan Manajer Han.
Sang Manajer menjadi sangat geram tapi berusaha menenangkan diri agar emosinya tidak meledak.
"Soo Yin!" teriak Manajer Han kembali sambil menepuk pundaknya.
Gadis itu terlonjak kaget hingga menyebabkan ponselnya jatuh ke luar. Baru saja mengambil foto di dekat jendela dengan pemandangan luar yang menakjubkan.
"Ponselku!" teriak Soo Yin menjulurkan kepalanya ke luar jendela. Meratapi ponselnya yang pasti hancur mencapai tanah. Ia membalikkan tubuhnya menghadap Manajer Han sambil bersungut-sungut. Ingin rasanya meneriaki pria yang ada di depannya.
"Soo Yin, jadi ini yang kau lakukan selama ini?" teriak Manajer Han sudah hilang kesabarannya.
Soo Yin menutupi telinganya mendengar suara Han yang hampir memecahkan gendang telinganya.
"Kau mengagetkanku! aku ... aku baru saja istirahat," ujar Soo Yin membela diri padahal sedari tadi memang tidak melakukan apapun.
"Lihatlah! kau bahkan masih meletakkan peralatannya di sini," ujar Manajer Han sembari menendang ember.
"Baiklah, aku akan segera membersihkan semuanya." Soo Yin mengambil sapu kemudian dengan rasa malas melakukan pekerjaannya.
Sejak kecil Soo Yin terbiasa hidup berkecukupan, tidak pernah melakukan pekerjaan rumah seperti ini.
"Sekali lagi kau berbuat seperti ini, bersiaplah kau akan dipecat!" ujar Manajer Han sambil memicingkan mata.
Brakk.
Manajer Han menutup pintu dengan keras hingga Soo Yin terlonjak kaget.
"Ugh, Dasar Manajer sombong!" teriak Soo Yin, berlari kembali ke arah jendela. Masih berharap ponselnya tersangkut.
Soo Yin membersihkan kamar sambil mengerucutkan bibirnya sepanjang waktunya. Merasa sangat kesal karena sudah kehilangan ponselnya. Dirinya tidak punya cukup uang untuk membeli yang baru.
Begitu menyelesaikan gadis itu langsung ke luar dengan langkah enggan.
Brukk.
Seorang anak laki-laki berlarian hingga menabrak tubuh Soo Yin. Tubuhnya terjengkang ke belakang dengan bertumpu pada tangannya.
"Kau benar-benar ...." Soo Yin tidak jadi melanjutkan perkataannya saat melihat wajah anak itu. Matanya sipit dengan warna coklat, kulit putih dan model rambut bowl hair cut. Sungguh menarik setiap orang yang melihatnya.
"Maaf, aku tidak sengaja," ujar anak kecil itu. Mengulurkan tangannya untuk membantu Soo Yin berdiri.
"Ah, tidak apa-apa. Kenapa kau berlari-lari seperti itu?" tanya Soo Yin sembari mengembangkan senyumnya.
"Aku tidak sabar bertemu dengan seseorang," jawab anak itu.
"Siapa namamu?" tanya Soo Yin sambil berusaha bangkit untuk berdiri.
"Namaku Jo Yeon Ho, nama Bibi siapa?" Anak itu mengulurkan tangan untuk bersalaman.
"Panggil aku Kak Soo Yin! bukankah aku masih terlihat terlalu muda jika dipanggil Bibi?" ujar Soo Yin. Dirinya belum mempunyai anak, sehingga wajar kalau tidak ingin dipanggil Bibi.
"Baiklah, Kakak," ujar Jo Yeon Ho sambil membungkukkan tubuhnya.
"Kenapa kau di sini sendiri? di mana ora tuamu?" tanya Soo Yin ketika melihat tidak ada orang dewasa di belakangnya.
"Aku sedang mencari ayahku. Aku ingin memberikan kejutan padanya," ucap Jo Yeon Ho.
"Anak yang pintar. Ayahmu pasti sangat menyayangimu." Soo Yin mencubit pipi Jo Yeon Ho.
"Di mana ruangannya? kenapa berlari-lari?" tanya Soo Yin.
"Ayahku berada di lantai 10, aku tidak berani naik lift. Takut terjebak seperti di film-film," ujar Jo Yeon Ho dengan logat khas anak berusia enam tahun.
"Ha ha ha, ya ampun. Ayo kita naik lift! aku akan menemanimu." Soo Yin tertawa mendengar penuturan anak itu.
Soo Yin menggandeng Jo Yeon Ho berjalan menuju lift. Jo Yeon Ho ternyata sangat mudah bergaul, baru saja mereka bertemu tapi mereka sudah dekat.
"Di mana Ibumu?" tanya Soo Yin yang penasaran karena anak seusia Jo Yeon Ho seharusnya masih dalam pengawasan.
"Ibu pergi setelah mengantarkanku kemari," ujar Jo Yeon Ho.
Begitu lift berhenti mereka langsung ke luar. Jo Yeon Ho menarik pergelangan Soo Yin agar mengikuti langkahnya.
"Kau bisa pergi ke ruangan ayahmu sendiri? aku harus kembali bekerja karena manajer di sini sangat galak," ujar Soo Yin berbisik di telinga anak itu.
"Katakan saja pada Ayahku agar dia dipecat," ucap Jo Yeon Ho.
"Ah, kau sungguh anak yang baik. Lain kali aku akan mengatakannya," ujar Soo Yin sambil mengusap puncak kepala Jo Yeon Ho.
"Baiklah, terima kasih Kakak sudah mengantarkanku," ujar Jo Yeon Ho sembari membungkukan tubuhnya kemudian berlari melewati lorong hotel.
Soo Yin melambaikan tangannya kemudian segera kembali ke tempat semula untuk membersihkan ruangan yang lain. Beberapa hari tidak bekerja membuat tubuhnya pegal-pegal, sehingga malas untuk melakukan pekerjaannya.
°
°
Ruang Kerja Dae Hyun
"Ayah!" panggil Jo Yeon Ho begitu membuka pintu ruangan Dae Hyun.
"Yeon Ho! kau sudah kembali,"ujar Dae Hyun. Segera bangkit dan berjongkok merentangkan kedua tangannya untuk memeluk putranya.
"Ayah, aku sangat rindu," ujar Jo Yeon Ho sembari berlari memeluk Dae Hyun.
"Mana Ibumu?" tanya Dae Hyun saat tidak melihat Aeri di belakangnya.
"Ibu sudah pergi. Oh iya, aku membelikan sesuatu untuk Ayah." Jo Yeon Ho mengeluarkan sesuatu di kantong mantelnya.
Jo Yeon Ho mengeluarkan sepasang Kokeshi, yaitu souvenir khas Jepang berupa kayu yang diukir sangat cocok untuk hiasan pajangan. Satu menyerupai ukiran wanita dan yang satunya lagi menyerupai pria.
"Ini untuk ayah semua?" tanya Dae Hyun sembari mengulurkan tangan untuk mengambilnya.
"Tadinya yang satu untuk Ibu, tapi karena Ibu tidak mau aku akan memberikannya kepada seseorang." Jo Yeon Ho hanya memberikan Kokeshi yang menyerupai wajah pria kepada Dae Hyun.
"Siapa dia?" tanya Dae Hyun sambil mengernyitkan dahinya.
"Kepada seseorang yang telah mengantarkanku kemari." Jo Yeon Ho kembalinya mengantongi Kokeshi yang satunya.
"Siapa namanya? apa kau baru mengenalnya?" tanya Dae Hyun merasa sangat penasaran.
"Kak Yin ... Yin ...." ujar Jo Yeon Ho sambil mengingat nama Soo Yin tapi tidak mengingat semuanya.
"Ya sudah, sampaikan juga terima kasih ayah padanya karena telah menolongmu," ujar Dae Hyun sambil mengusap rambut Jo Yeon Ho dengan lembut.
"Jika bertemu dengannya kembali aku pasti akan mengatakannnya," jawab Jo Yeon Ho sambil mengacungkan jempolnya.