Soo Yin menyeret kakinya dengan malas mengikuti langkah Dae Hyun ke kamar mandi. Ingin rasanya gadis itu menangis detik ini juga. Padahal sudah beberapa kali bisa menghindar, namun kini justru terperangkap. Sedangkan Dae Hyun dengan santainya seperti tidak memiliki rasa malu.
"Sayang, kenapa kau diam saja? tolong bantu aku melepaskan pakaianku." Dae Hyun memandang Soo Yin yang masih berdiri di tengah pintu.
"Kenapa kau tidak melakukannya sendiri saja?" ujar Soo Yin dengan wajah cemberut dan enggan.
"Bukankah kau tadi sudah berjanji? ini juga gara-gara kau sehingga lenganku seperti ini," ujar Dae Hyun.
"Padahal salahnya sendiri, tapi kenapa malah menyalahkanku. Seolah-olah aku yang melakukannya," gerutu Soo Yin dengan gontai melangkah masuk.
Soo Yin mulai membantu melepaskan baju Dae Hyun sambil memalingkan wajahnya ke arah lain. Tidak berani melihatnya karena merasa malu. Setelah itu segera menyiapkan air di dalam bath up. Tak lupa juga menambahkan sabun ke dalamnya.
"Mau apa kau?" tanya Soo Yin ketika melihat Dae Hyun hendak melepaskan celananya.
"Tentu saja melepaskannya. Kau pikir aku harus memakai celana panjang seperti ini saat mandi." Dae Hyun melepaskan celananya hingga hanya memakai celana pendek saja.
"Cepat berendam, kalau kau tidak ingin aku pergi!" Soo Yin menutupi matanya dengan kedua tangan tidak berani melihat Dae Hyun.
"Untuk apa kau menutupi matamu? bukankah wajar kalau pasangan suami-istri mandi bersama," ucap Dae Hyun.
"Aku malu," ucap Soo Yin dengan jujur.
Tingkah Soo Yin begitu lucu dan menggemaskan. Seandainya lengannya tidak cedera mungkin sudah membawa secara paksa agar mandi bersamanya.
"Bukalah matamu, aku sudah berendam," ujar Dae Hyun.
Soo Yin terlebih dahulu mengintip melalui sela-sela jarinya untuk memastikan kalau Dae Hyun tidak berbohong. Ternyata memang benar apa yang dikatakannya.
Soo Yin mulai menggosok punggung Dae Hyun. Melakukannya dengan sedikit terpaksa. Dae Hyun sangat menikmati pijatan lembut di kepalanya. Membuat kepalanya terasa enteng dan nyaman. Sambil sesekali melirik Soo Yin yang begitu serius melakukan pekerjaannya.
Byurrrr...
Dae Hyun menarik tubuh Soo Yin hingga menyebabkan tubuhnya tercebur ke dalam bath up bersama dengannya. Bath up tersebut cukup luas sehingga muat untuk mereka berdua.
"Arghh, kenapa kau menarikku?" Soo Yin memberontak hendak berdiri namun Dae Hyun justru memeluknya dengan erat dari belakang. Melingkarkan tangannya di perut Soo Yin.
"Tetaplah di sini, Sayang," bisik Dae Hyun di telinga Soo Yin. Kemudian menyusupkan kepalanya di leher istrinya, . Embusan nafasnya memberikan efek desiran di sekujur tubuh Soo Yin sehingga membuat gadis itu berhenti memberontak.
Dae Hyun memainkan lidahnya di daun telinga Soo Yin. Menyusuri setiap lekukan telinga Soo Yin dengan mulutnya. Soo Yin berusaha untuk menahan perasaannya dengan mencengkeram paha Dae dengan kuat.
Mengetahui Soo Yin sudah terbawa ke dalam permainannya. Dae Hyun menyandarkan kepala Soo Yin di lengannya agar dengan mudah memandang wajahnya. Segera melahap bibir ranum yang selalu di inginkan olehnya.
Nafas Soo Yin tidak teratur ada desiran aneh yang menggelitik tubuhnya. Membuat Soo Yin ingin menggigit bibir Dae Hyun untuk menahan rasa itu.
Tangan nakal Dae Hyun membuka satu per satu kancing kemeja Soo Yin. Menelusupkan tangan ke dalam dalam baju. Seketika membuat tubuh Soo Yin menggelinjang namun gadis itu berusaha untuk menahannya.
Saat tangan Dae Hyun hendak menyentuh dua gunung kembar, tiba-tiba tangan Soo Yin mencekalnya. Gadis itu menolak dengan menggelengkan wajahnya.
Bukan tidak ingin melakukannya tapi pikiran Soo Yin kembali terlintas ingatan tentang ibunya yang diolok-olok sebagai perebut suami orang. Soo Yin tidak ingin hal ini terjadi pada hidupnya terlebih lagi dirinya hanyalah istri kedua Dae Hyun. Semua orang pasti akan menganggapnya sebagai pelakor juga.
"Kenapa, Sayang?" tanya Dae Hyun dengan wajah memelas.
"Belum saatnya," ujar Soo Yin seraya menatap pria yang sudah menjadi suaminya.
"Apa kau tidak kasihan padaku?" tanya Dae Hyun dengan tatapan teduh.
"Buktikan dulu kalau kau sungguh-sungguh mencintaiku. Cup ... Cup ...." Soo Yin mencium bibir Dae Hyun sesaat kemudian bangkit berdiri. Mengganti pakaiannya yang basah menggunakan handuk.
Soo Yin tidak ingin melakukannya karena tidak ada jaminan jika suatu saat Dae Hyun tidak akan meninggalkannya. Hanya ingin melakukannya setelah Dae Hyun benar-benar sudah mencintai dirinya bukan karena hanya sekedar nafsu. Tidak ingin bernasib seperti wanita di luar sana yang ditinggalkan oleh pasangannya setelah kehormatannya direnggut.
Dae Hyun hanya menunduk lesu, tidak ingin memaksa gadis yang dicintainya. Mengusap wajahnya dengan gusar kemudian menenggelamkan kepalanya ke dalam bath up. Benar-benar ingin tenggelam saat ini juga.
°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°
Soo Yin segera ke dapur setelah berganti pakaian. Akibat kelakuan Dae Hyun tadi membuatnya harus mandi dua kali.
"Apa Nona akan menyiapkan makanannya?" tanya Bibi Xia.
"Ah, tidak ... tidak, aku hanya ingin melihat Bibi saja." Soo Yin trauma dengan kejadian tempo hari yang memasukkan pasta cabai terlalu banyak.
"Nona bisa belajar lagi sekarang untuk memasak," tawar Bibi Xia.
"Bibi saja yang melakukannya karena aku memang tidak suka memasak." Soo Yin membantu menaruh beberapa menu yang sudah siap untuk menaruhnya di meja makan.
Soo Yin terpukau saat melihat sebuah pemandangan yang berwarna ungu yang berada di bukit melalui jendela kaca di dapur. Meski jauh namun sangat indah untuk dilihat. Itu seperti sebuah kebun bunga.
"Bibi, di sana itu taman apa? sungguh terlihat sangat indah!" ujar Soo Yin yang merasa kagum.
"Di sana adalah sebuah taman Bunga Lavender. Sangat indah di saat musim semi seperti ini," tukas Bibi Xia.
"Apa kau ingin pergi ke sana?" Dae Hyun baru saja datang langsung memeluk tubuh Soo Yin dari belakang.
"Dae Hyun, kau membuatku kaget." Soo Yin berusaha melepaskan diri dari dekapan suaminya. Merasa malu karena di sana ada Bibi Xia.
"Ayo kita ke sana, aku ingin menghabiskan waktu liburan ini bersama denganmu." Dae Hyun tidak melepaskan pelukannya. Dirinya sedang ingin menikmati momen-momen seperti ini bersama Soo Yin.
"Tapi sepertinya cukup jauh dari sini," ujar Soo Yin.
"Tidak masalah, selama bersama denganmu semua yang jauh akan terasa lebih dekat saat kita melewatinya," ucap Dae Hyun.
Soo Yin mencubit pinggang Dae Hyun. Dirinya sungguh merasa malu kepada Bibi Xia. Wanita paruh baya itu pasti berpikir aneh. Saat dulu pertama di sini berusaha untuk kabur namun sekarang malah bermesraan di depannya.
Soo Yin melirik Bibi Xia yang tengah mengiris sayuran. Wajahnya terlihat tersenyum.
"Bibi pasti berpikir aku gadis aneh kan?" tanya Soo Yin memandang Bibi Xia yang terus mengulum senyum.
"Ah, tentu saja tidak. Nona bukan gadis aneh," ujar Bibi Xia sembari memandang Soo Yin dengan senyum merekah.
"Bibi pasti berpikir kenapa harus membenci Dae Hyun terlebih dahulu jika akhirnya malah mencintainya?" Soo Yin menyipitkan matanya.
"Jadi kau sudah mencintaiku?" Dae Hyun membalikkan tubuh istrinya.
"Ah... ti ... tidak, aku tidak mencintaimu." Wajah Soo Yin memerah karena merasa salah bicara.
"Cepat katakan kalau kau mencintaiku, sekali lagi," pinta Dae Hyun.
"Tidak mau, aku tidak mencintai orang yang sudah beristri dan sudah om-om." Soo Yin berbalik badan pura-pura cemberut.
"Dasar gadis nakal!" Dae Hyun mengangkat tubuh Soo Yin.
"Turunkan aku, bukankah lenganmu sakit?" tanya Soo Yin.
"Terasa sangat sakit bila berada jauh darimu," bisik Dae Hyun kemudian mengecup bibir Soo Yin sekilas kemudian mendudukannya di atas meja makan.
Bibi Xia yang melihat kemesraan mereka merasa sangat bahagia karena akhirnya Soo Yin mau menerima Dae Hyun sebagai suaminya. Setelah menyiapkan semuanya Bibi Xia memilih pergi keluar. Tidak ingin mengganggu kedekatan mereka berdua.
"Dae Hyun, aku sangat lapar. Apa kau ingin aku mati kelaparan?" ujar Soo Yin sembari mendorong tubuh Dae Hyun agar dirinya bisa turun kemudian berjalan menuju kursi.
"Maaf, Sayang." Dae Hyun menarik kursi yang akan diduduki Soo Yin ke belakang. Segera mengambilkan makanan ke dalam piring istrinya. Soo Yin tidak menyangka jika Dae Hyun bisa bersikap perhatian seperti itu.
"Buka mulutmu, apa kau sudah kenyang melihat wajahku?" Dae Hyun menyodorkan sendok yang berisi makanan ke wajah Soo Yin.
Namun Soo Yin saat ini justru senyum-senyum sendiri sembari melihat wajah suaminya. Tanpa disadari dirinya sungguh sudah terpesona.
"Biar aku makan sendiri saja." Soo Yin segera memalingkan wajahnya yang memerah. Mengulurkan tangannya untuk meraih sendok namun Dae Hyun tidak memberikannya.
"Izinkan aku membuktikan perkataanku kalau aku sangat mencintaimu," ujar Dae Hyun.
Soo Yin terdiam mendengar perkataan Dae Hyun. Akhirnya membuka mulutnya mengunyah makanan dengan perlahan.
Soo Yin merebut sendok yang ada di tangan Dae Hyun.
"Kau juga harus makan," ucap Soo Yin. Gantian dirinya yang menyuapi Dae Hyun.
"Soo Yin, tetaplah bersikap seperti ini. Percayalah, kalau aku benar-benar mencintaimu," ujar Dae Hyun menatap bola mata Soo Yin yang berbinar.
"Iya, aku percaya padamu," bisik Soo Yin di telinga suaminya.
"Jadi apa boleh kita melakukan sesuatu?" tanya Dae Hyun. Masih berharap gadis itu akan berubah pikiran.
"Tidak, kalau yang itu aku belum ingin melakukannya." Soo Yin sudah tahu apa yang dipikirkan oleh suaminya.
"Hmmm, baiklah. Aku akan menahan perasaanku hingga waktunya tiba," ujar Dae Hyun dengan lesu. Sepertinya dirinya harus menunggu cukup lama lagi.
Bersambung....
°
°
°
Hai Readers jangan lupa kasih review ya untuk mendukung cerita ini. Terimakasih juga yang sudah memberikan Power Stones. Karena kalian semua, mimin jadi semangat nulisnya...
I love you all... 😄😄😄😄