Soo Yin terbangun saat merasakan ada sesuatu yang melingkar di perutnya. Meraba-raba ternyata itu adalah tangan Dae Hyun yang masih terlelap. Soo Yin dapat merasakan embusan napas yang menerpa lehernya. Begitu menggelitik bulu romanya.
Pelan-pelan Soo Yin berusaha melepaskan tangan Dae Hyun, tapi pria itu malah semakin mengeratkan pelukannya. Jantungnya berdebar-debar tidak karuan.
"Jangan pergi, biarkan tetap seperti ini sebentar lagi," ujar Dae Hyun dengan suara serak sembari menempelkan wajahnya di pundak Soo Yin.
Soo Yin diam tidak bergerak. Berusaha mengatur napasnya agar tetap tenang. Tidak menyangka kalau ternyata Dae Hyun sudah bangun.
Dae Hyun membalikkan tubuh Soo Yin agar mereka saling berhadapan. Deru napas mereka saling memburu. Dae Hyun memegang dagunya, menatap bibir ranum yang sangat menggoda.
"Soo Yin, bolehkah aku ...." Dae Hyun tidak berani melanjutkan perkataannya. Tidak tepat jika memintanya saat ini. Apalagi Soo Yin baru saja bersikap baik padanya. Mungkin harus lebih bersabar lagi jika tidak ingin membuat Soo Yin kembali membencinya.
Cup ....
Cup ....
Cup ....
Soo Yin dapat membaca pikiran Dae Hyun dari sorot matanya. Sehingga dirinya langsung mendaratkan ciumannya di bibir Dae Hyun dengan lembut.
Dae Hyun membelalakan mata. Dia tidak percaya Soo Yin menciumnya. Senyum lebar langsung muncul di wajahnya. Memeluk Soo Yin dengan sangat erat. Dae Hyun dapat mendengarkan detak jantung Soo Yin yang berdegub sangat kencang.
Dae Hyun menangkup wajah Soo Yin dengan kedua tangannya. Gantian sekarang Dae Hyun yang mendaratkan ciuman di bibir ranum milik Soo Yin. Rasanya begitu manis hingga enggan untuk mengakhirinya. Terus memperdalam lumatannya hingga membuat Soo Yin sulit untuk bernapas. Soo Yin yang tadinya diam saja kini mulai mengimbangi ciuman Dae Hyun. Lidah mereka saling menari-nari.
"Berhenti dulu, aku tidak bisa bernapas," ujar Soo Yin ngos-ngosan, mendorong tubuh Dae Hyun karena sudah merasa sesak. Merasakan juga bibirnya yang terasa perih dan bengkak.
Dae Hyun membiarkan istrinya untuk mengatur napasnya. Sungguh tidak mengira kalau gadis itu melakukannya terlebih dahulu. Padahal tadi sudah takut kalau Soo Yin akan menolak.
Krucuk ....
Kruuk ....
Saat Dae Hyun hendak melakukannya lagi, tiba-tiba terdengar suara seperti keroncongan yang berasal dari perut Soo Yin.
"Apa kau lapar?" tanya Dae Hyun.
Soo Yin menganggukan kepalanya. Baru teringat kalau dirinya memang belum makan sejak kemarin.
"Ayo kita bangun, aku tidak ingin gara berciuman denganku membuatmu sakit," goda Dae Hyun sambil bangkit untuk duduk.
"Soo Yin, terima kasih," ujar Dae Hyun sambil tersenyum menatap manik mata istrinya.
Soo Yin hanya membalasnya dengan senyuman. Wajahnya terasa panas dan memerah menahan rasa malu. Sungguh tidak ingin mengakui jika kini mulai memiliki perasaan lebih terhadap Dae Hyun.
Soo Yin segera bergegas ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Melihat wajahnya di cermin, menyentuh bibirnya yang bengkak dan memerah. Ciuman Dae Hyun cukup kasar baginya.
"Kau mau kemana?" tanya Dae Hyun ketika melihat Soo Yin hendak melangkahkan kakinya ke luar kamar.
"Bukankah kau bilang aku harus sarapan? aku sudah merasa sangat lapar. Memangnya ada apa?" tanya Soo Yin sembari menautkan kedua alisnya.
"Maukah kau membantuku?" Dae Hyun justru balik bertanya.
"Aku tidak bisa menggunakan tanganku yang sebelah. Maukah kau membantuku untuk mandi?" tanya Dae Hyun.
Soo Yin membelalakan mata, menatap Dae Hyun dengan tatapan tajam. Meski dirinya saat ini sudah berbuat baik padanya tapi bukan berarti mau melakukan hal itu. Terlalu ngeri untuk membayangkannya.
"Mandi saja sendiri!" Soo Yin langsung berlari ke luar dari kamar.
"Soo Yin, kau sungguh tega!" teriak Dae Hyun namun Soo Yin sudah menghilang di balik pintu.
Dae Hyun melangkahkan kakinya menuju kamar mandi. Badannya sakit semua sehingga terasa nyeri saat digerakkan. Hanya mencuci muka saja karena tidak bisa melepaskan kemejanya.
°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°
Soo Yin menuju ke dapur. Di sana ada Bibi Xia yang tengah menyiapkan menu untuk sarapan. Mulai membersihkan bahan-bahan untuk membuat Bibimbap sambil bersenandung.
"Apa yang Bibi masak untuk sarapan?" tanya Soo Yin yang sudah berada di belakangnya.
Bibi Xia terkejut dengan kedatangan Soo Yin yang tiba-tiba. Dia tengah membersihkan beberapa bahan di bawah air yang mengalir.
"Bibi akan membuat Bibimbap, makanan kesukaan Tuan Dae Hyun," jawab Bibi Xia.
Soo Yin tiba-tiba berpikir untuk menyiapkan sarapan untuk Dae Hyun. Mumpung hari ini tidak kemana-mana. Ingin menjadi istri yang baik, meski dirinya tidak yakin bisa melakukannya.
"Bibi, biarkan aku saja yang menyiapkan semuanya," ujar Soo Yin.
"Tidak usah, Nona. Lebih baik anda menunggu di meja saja," ujar Bibi Xia dengan sopan. Bukannya tidak ingin membiarkan Soo Yin untuk memasak, namun sedikit ragu kalau Soo Yin bisa melakukannya.
"Sudah, Tidak apa-apa. Bibi mengerjakan yang lain saja," ujar Soo Yin seraya mendorong Bibi Xia untuk menjauh.
Bibi Xia menuruti permintaan Soo Yin untuk pergi. Membiarkan gadis itu untuk menyiapkan. Ini pertama kalinya Soo Yin mau menyiapkan sarapan untuk Dae Hyun.
Soo Yin mencari resep bagaimana cara membuat Bibimbap di ponselnya. Mengikuti setiap langkahnya. Tidak lama kemudian Soo Yin mulai menata dua mangkuk Bibimbap di meja makan. Satu mangkuk Bibimbap berisi tumisan daging, sayur rebus, rumput laut, irisan sayur mentah dan tidak ketinggalan telur setengah matang yang diletakkan di tengah. Sebagai pelengkap rasa, Soo Yin juga menambahkan pasta cabai pedas, kecap serta pasta kedelai.
Dae Hyun yang baru saja datang ke meja makan langsung ingin menyantap hidangan yang sudah tersedia. Terlihat sangat enak dan menggugah selera.
"Kau yang membuatnya?" tanya Dae Hyun sembari duduk di kursi.
"Ah, aku hanya melanjutkan pekerjaan Bibi Xia," ujar Soo Yin sembari menggaruk kepalanya yang tidak terasa gatal.
Soo Yin mengamati Dae Hyun yang masih memakai baju semalam. Celananya juga belum ganti. Merasa curiga kalau ternyata Dae Hyun belum membersihkan diri.
"Kau tidak mandi?" tanya Soo Yin.
"Bukankah sudah aku katakan kalau tidak bisa melakukannya sendiri. Lenganku masih terasa nyeri," ujar Dae Hyun.
"Kau sangat jorok!" tukas Soo Yin sembari berpura-pura menutupi hidungnya.
"Kalau begitu setelah kita sarapan kau harus membantuku," ucap Dae Hyun.
"Cepat makanlah," ujar Soo Yin untuk mengalihkan pembicaraan sembari menyodorkan sumpit dan sendok. Sudah tidak sabar ingin mendengar komentar tentang masakannya. Sangat berharap kalau rasanya cukup enak.
Dae Hyun mulai menyantap Bibimbap. Menikmati rasanya yang sedikit terlalu asin. Tapi Itu tidak masalah sama sekali selagi Soo Yin yang memasaknya. Dengan senang hati menghabiskan semuanya. Dae Hyun terus menikmatinya, agar Soo Yin tidak kecewa. Namun setelah beberapa kunyahan mulutnya terasa mulai terbakar. Tenggorokannya terasa panas. Sudah tidak tahan lagi, Dae Hyun segera mengambil gelas yang berisi air kemudian meneguknya hingga habis.
Soo Yin belum mencicipinya. Merasa ada yang salah saat Dae Hyun terus minum. Perutnya sudah keroncongan minta diisi makanan sehingga ikut untuk mencicipi. Baru menelan satu suapan Soo Yin langsung menyemburkan makanan yang ada di dalam mulutnya. Lidahnya terasa terbakar.
"Ini sangat pedas!" umpat Soo Yin sembari memandang Dae Hyun.
Dae Hyun menundukkan kepalanya, memegang perutnya yang terasa sangat sakit. Berusaha untuk menahannya.
"Dae Hyun, kau kenapa?" tanya Soo Yin yang khawatir karena keringat mulai bercucuran keluar dari wajahnya. Segera berjalan mendekatinya untuk memastikan keadaannya.
"Aku tidak apa-apa," ujar Dae Hyun sembari berusaha untuk berdiri. Namun tiba-tiba tubuhnya ambruk sehingga terjatuh ke lantai.
"Dae Hyun, bangun!" Soo Yin mengguncang tubuh Dae Hyun dengan panik.
Dae Hyun tidak bergerak. Matanya kini justru terpejam. Bibi Xia yang mendengar teriakan Soo Yin langsung bergegas ke ruang makan untuk mengetahui apa yang terjadi.
"Nona, Tuan kenapa?" tanya Bibi Xia.
"Aku tidak tahu, setelah makan tiba-tiba saja dia memegangi perutnya seperti kesakitan," ujar Soo Yin dengan tangan gemetar.
"Apa makanannya terasa pedas?" tanya Bibi Xia.
"Iya Bibi, lidahku rasanya juga terbakar saat memakannya," jawab Soo Yin.
"Ini gawat! Tuan tidak bisa makan terlalu pedas." Bibi Xia juga merasa khawatir dengan keadaan Dae Hyun. Dirinya tadi lupa untuk mengatakan kalau jangan terlalu banyak memasukkan pasta cabai di makanannya.
"Bagaimana ini? Dae Hyun, bangun!" teriak Soo Yin histeris. Meletakkan kepala Dae Hyun di pangkuannya. Wajah pria itu terlihat sangat pucat.
"Dae Hyun, bangun!" Air mata kini mengalir deras dari pelupuk mata Soo Yin. Sangat takut terjadi sesuatu padanya.
"Bangun, jangan tinggalkan aku!" teriak Soo Yin dengan berlinang air mata. Terus menepuk wajah Dae Hyun agar sadar.
Dae Hyun merasakan ada yang menetes di pipinya. Membuka matanya perlahan. Tidak tega melihat Soo Yin yang terus menangis. Dae Hyun hanya berpura-pura tidak sadarkan diri untuk mengetahui kalau Soo Yin mengkhawatirkan dirinya
"Aku tidak akan pergi meninggalkanmu," ujar Dae Hyun seraya tersenyum lebar.
"Sungguh keterlaluan! ternyata kau membohongiku." Soo Yin merasa kesal sudah dibohongi. Untuk melampiaskannya langsung mencubit pinggang Dae Hyun untuk memberinya pelajaran.
"Awww, sakit," ujar Dae Hyun sambil berusaha menghindar namun Soo Yin terus saja mencubitnya hingga perutnya kini memang benar-benar terasa sakit.
Dae Hyun segera duduk sambil meremas perutnya. Segera pergi ke kamar mandi karena sudah tidak tahan lagi.
"Bibi, apa dia benar-benar sakit?" tanya Soo Yin yang sudah duduk di kursi.
"Nanti Bibi akan segera mengambilkan obat untuk Tuan." Bibi Xia bergegas pergi mencari kotak obat yang ada di lemari.