Angin berhembus sepoi-sepoi menerpa wajah Dae Hyun yang tengah duduk di bawah pohon cemara. Menikmati udara pagi yang menyegarkan karena musim semi sudah mulai datang. Bunga-bunga yang beku kini tengah bermekaran.
Sudah dua hari Dae Hyun berada di villa Pyeongchang-dong. Tidak beraktifitas kemana-mana sama sekali, meskipun kondisinya juga sudah mulai membaik. Ingin menghabiskan waktu lebih lama bersama Soo Yin tanpa ada yang mengganggu. Jika tidak ingat ada Jo Yeon Ho mungkin juga tidak akan pulang lagi ke UN Village.
Soo Yin menghampiri suaminya sembari membawa secangkir teh. Merasa penasaran dengan Aeri yang sepertinya tidak pernah menghubungi suaminya selama beberapa hari di sini.
"Dae Hyun, apa Aeri tidak mencarimu?" Soo Yin menyodorkan secangkir teh hangat yang dibawanya pada Dae Hyun. Duduk di samping suaminya.
"Rasanya manis seperti dirimu," ujar Dae Hyun sembari menyesap dan menghirup aroma tehnya.
"Kenapa kau tidak menjawab pertanyaanku?" Soo Yin mendengus kesal. Beberapa kali menanyakan hal itu tapi Dae Hyun tidak pernah berniat untuk menjawabnya.
Dae Hyun menghela napas panjang. Bingung bagaimana harus menjelaskan semuanya pada Soo Yin. Selama ini dirinya tidak pernah mencintai Aeri. Pernikahan itu hanya karena sebuah kecelakaan.
"Aku sudah menyuruh Asisten Chang untuk mengatakan kalau aku tengah bulan madu dengan istriku," ujar Dae Hyun seraya menatap Soo Yin dengan tersenyum.
"Aku serius!" Soo Yin memukul bahu Dae Hyun.
"Aku malah sejutarius," ucap Dae Hyun.
Soo Yin menopang wajahnya dengan sebelah tangan, memasang wajah cemberut karena kesal. Dae Hyun justru menjawabnya dengan candaan.
Melihat ekspresi wajah istrinya. Dae Hyun sangat gemas melihatnya. Ingin rasanya mencubit pipinya.
Cup ....
Dae Hyun mencium pipi Soo Yin. Sontak membuat gadis itu terkejut sehingga refleks memukul lengannya hingga menyebabkan Dae Hyun mengerang kesakitan.
"Ah, maaf," ujar Soo Yin sembari meniup lengan Dae Hyun yang terluka.
Dae Hyun mengulum senyum melihat Soo Yin begitu memperhatikan dirinya. Tidak pernah menyangka akan bersikap begitu khawatir kepadanya.
"Aeri sedang pergi ke luar negeri. Aku sudah menyuruh Asisten Chang untuk mewakiliku di hotel." Dae Hyun menyandarkan punggungnya di kursi.
"Ada dia tidak curiga kau tidak pernah pulang?" tanya Soo Yin.
"Dia jarang sekali di rumah semenjak putraku berusia lima tahun." Dae Hyun menerawang jauh mengingat antara dia dengan Aeri yang jarang bertemu. Sejak menikah Aeri sangat berubah dibandingkan sebelumnya.
"Jadi itu alasanmu menikah denganku?" Soo Yin penasaran kenapa Dae Hyun mau menikah dengannya padahal mereka tidak pernah kenal sebelumnya.
"Tidak. Aku menikahimu karena aku sangat mencintaimu pada saat pertama kali kita bertemu." Dae Hyun menatap lekat mata Soo Yin.
"Gombal," ujar Soo Yin sembari mengulum senyum. Tidak dapat dipungkiri kalau dia merasa bahagia saat mendengarnya. Tapi ini entah yang sudah keberapa kali Dae Hyun terus mengucapkannya selama dua hari ini.
"Kau selalu saja tidak percaya padaku," tukas Dae Hyun.
"Lalu bagaimana dengan orang tuamu? apa mereka tidak mencarimu juga?" Soo Yin mengalihkan pembicaraan.
"Hmmm, mereka saat ini tinggal di Jepang. Hanya sesekali saja mereka pulang ke korea. Apa kau tidak ingin menjenguk mertuamu ke Jepang?" goda Dae Hyun.
Soo Yin memutar bola matanya. Merasa kesal karena jawaban Dae Hyun selalu tidak jelas. Soo Yin bangkit dari duduknya hendak melangkahkan kakinya untuk pergi namun pergelangan tangannya ditarik sehingga membuatnya tidak seimbang. Langsung terjatuh di pangkuan Dae Hyun.
Dae Hyun menatap lekat mata Soo Yin. Dapat mendengarkan jantung Soo Yin yang berdebar. Mengusap bibirnya dengan jempolnya. Menatapnya seperti itu membuat Dae Hyun tidak tahan. Tanpa meminta izin Dae Hyun segera mendaratkan ciuman lembut di bibir istrinya.
Soo Yin tidak menolak ciuman itu. Menikmati permainan lidah Dae Hyun yang menari-nari di dalam mulutnya. Soo Yin melingkarkan tangannya di leher Dae Hyun untuk berpegangan.
Derrrrtttt.
Derrrrtttt.
Derrrrtttt.
'Sial,' ~ batin Dae Hyun saat merasakan ponselnya bergetar yang berada di saku celananya. Dengan terpaksa Dae Hyun mengakhiri ciumannya.
"Maaf, ada yang menghubungiku," ujar Dae Hyun sembari merogoh sakunya.
Soo Yin tidak menjawab. Memilih segera turun dari pangkuan Dae Hyun. Berlari masuk ke dalam kamar tanpa menoleh lagi. Permainan tadi membuat tubuhnya terasa gerah.
Dae Hyun memeriksa ponselnya. Ternyata yang menghubunginya adalah Jo Yeon Ho.
"Hallo, Sayang. Ada apa?" tanya Dae Hyun seraya mengusap rambutnya.
"Aku rindu Ayah dan Ibu. Kapan kalian pulang?" tanya Jo Yeon Ho di seberang telepon.
"Ayah juga merindukanmu," tukas Dae Hyun. Hampir lupa kalau sudah dua hari tidak bertemu putranya.
"Kalau Ayah merindukanku, mengapa Ayah tidak pulang?" tanya Jo Yeon Ho.
"Hmm, mungkin besok Ayah akan pulang," ujar Dae Hyun.
"Aku bosan di rumah. Aku ingin jalan-jalan," ucap Jo Yeon Ho.
"Baiklah, besok kita pergi jalan-jalan. Kau ingin pergi kemana?"
"Aku ingin ke suatu tempat," ujar Jo Yeon Ho.
"Tunggu saja Di rumah, besok Ayah akan menjemputmu." Dae Hyun segera mematikan sambungan telepon. Sangat sulit baginya untuk menolak ajakan Jo Yeon Ho.
Dae Hyun segera menyusul masuk ke villa. Mencarinya di ruang tengah namun tidak ada. Kemudian mencarinya di kamar. Ternyata ada suara gemericik air dari dalam kamar mandi.
Tok ...
Tok ...
Tok ....
Dae Hyun mengetuk pintu untuk memastikan Soo Yin ada di dalam. Tapi tidak ada jawaban sama sekali. Kamar mandi tidak terdengar ada yang mandi. Dae Hyun khawatir karena tadi dia mendengar ada suara aliran air namun kini menghilang. Dae Hyun memutar knop pintu dengan kuat. Berusaha terus untuk membuka hingga akhirnya dengan sekuat tenaga Dae Hyun menabrakan tubuhnya di pintu.
Gubrak...
Pintu berhasil di dobrak oleh Dae Hyun. Menyebabkan tubuhnya tersungkur di lantai kamar mandi.
Soo Yin yang sedang berendam di dalam bath up membelalakan mata. Melepaskan sebelah earphone yang menutupi telinganya. Tadi dirinya tengah mendengarkan musik sehingga tidak mendengar ketika Dae Hyun memanggilnya.
"Apa yang kau lakukan?" teriak Soo Yin yang tidak beranjak dari bath up. Saat ini tidak memakai sehelai benang pun sehingga tidak memungkinkan dirinya untuk bangun. Untung saja bath up dipenuhi busa yang melimpah sehingga Dae Hyun tidak melihat tubuhnya.
"Sayang, tolong aku," ujar Dae Hyun sambil meringis kesakitan. Luka yang ada di lengannya kembali terasa nyeri.
"Tidak mau, cepat keluar dari sini!" ujar Soo Yin dengan tegas.
"Sayang, teganya kau padaku," ujar Dae Hyun sambil mencoba untuk berdiri.
"Lagi pula siapa yang menyuruhmu untuk mendobrak pintu," sanggah Soo Yin.
"Aku pikir kau kenapa-kenapa, karena saat aku memanggilmu kau sama sekali tidak menjawab." Dae Hyun berjalan mendekati bath up.
"Aku sedang mendengarkan musik, mana mungkin bisa mendengarmu," tukas Soo Yin sembari melepaskan earphone yang masih menempel di telinganya yang sebelah.
"Seharusnya kau memberitahu sehingga tidak membuatku khawatir," ujar Dae Hyun.
"Berhenti di situ dan jangan mendekat! keluar sekarang juga!" teriak Soo Yin dengan geram. Mengulurkan tangannya untuk meraih handuk namun tidak sampai.
"Aku akan pergi tapi ada syaratnya." Dae Hyun tersenyum miring sembari melipat kedua tangannya dada.
"Apa syaratnya?" tanya Soo Yin.
"Kau harus membantuku untuk mandi," ujar Dae Hyun sambil tersenyum nakal.
"Tidak, aku tidak mau!" Soo Yin menatap tajam Dae Hyun.
"Kalau begitu aku akan terus berada di sini sampai kau selesai," ujar Dae Hyun dengan santai.
"Ah, baiklah, cepat keluar sekarang juga!" Wajah Soo Yin memerah antara menahan amarah dan malu.
"Aku pegang kata-kata mungkin, Sayang. Jangan terlalu lama karena aku sudah merasa gerah." Dae Hyun mengedipkan sebelah matanya.
Ingin rasanya Soo Yin memukul Dae Hyun dengan batu agar cepat keluar dari kamar mandi.
"Baiklah, tapi cepat keluar sekarang juga!" Soo Yin sungguh kehabisan kesabarannya. Tadinya ingin berendam lebih lama agar tubuhnya terasa lebih nyaman. Bukan malah menjadi seperti ini.