Khadijah Al-Kubra
Kepergiannya Membuat Duka Rasulullah Saw.
Khadijah ikut merasakan penderitaan fisik karena ikut berjuang bersama suaminya. Dia merasakan kesukaran hidup dan penderitaan saat kaum musyrik Quraisy memboikot Bani Hasyim, Bani Muthallib dan pengikut Rasulullah. Kesetiaan dan perlindungan Khadijah semakin menguatkan cinta Rasulullah kepadanya.
Setelah pemboikotan kaum Quraisy berakhir, Rasulullah bersama Khadijah kembali ke rumahnya. Saat itu, usia Khadijah sudah mencapai 65 tahun. Kondisi kesehatannya mulai menurun. Khadijah jatuh sakit. Dia terbaring tak berdaya selama tida hari. Rasulullah dan anak-anaknya menemaninya dengan setia siang dan malam. Mereka mendatangkan tabib. Mereka juga mencarikan berbagai macam obat agar wanita mulia ini bisa sembuh.
Namun, Allah memang berkehendak lain. Allah menginginkan wanita mulia pendamping setia Rasululllah ini segera menemui-Nya. Dalam pangkuan Rasulullah, Khadijah menghembuskan napas terakhirnya. Rasulullah tak mampu menahan kesedihannya. Tangisnya pecah. Beliau merasakan tiang kokoh yang selama ini telah menopangnya telah tumbang. Istrinya, Khadijah yang menjadi penguat dirinya, pelindungnya dalam berdakwah telah pergi untuk selamanya. Wanita itu telah pergi di saat dirinya sangat membutuhkannya, karena saat itu kaum Quraisy makin gencar memusuhinya.
Khadijah wafat pada 17 Ramadhan, tiga tahun sebelum hijrah. Beliau dimakamkan di sebuah datarang tingga Makkah, Al-Hajun atau pemakaman Ma'la. Lokasinya berada di sebelah timur Masjidil Haram. Pemakaman ini berbeda dengan pemakaman saat itu. Posisi pemakamannya menghadap kiblat.
Tidak ada shalat jenazah karena saat itu, belum disyariatkan. Rasulullah turun langsung ke liang lahat memasukkan jenazah Khadijah. Ketika melepas jenazahnya, Rasulullah berkata, "Sebaik-baik wanita penghuni surga adalah Maryam binti Imran dan Khadijah binti Khuwailid."