Chereads / Athanasia dan Pangeran Jayden / Chapter 7 - Pria di Restoran

Chapter 7 - Pria di Restoran

Pagi pun tiba dan kami melanjutkan perjalanan kami. Hembusan angin bertiup ke arah barat dan kami bertolak menuju timur. 5 hari perjalanan untuk sampai ke kota selanjutnya yaitu Kota Dadu.

Kami berhenti di sebuah penginapan yang memiliki bar. Setelah sampai, kami berbenah dan memutuskan untuk menginap beberapa hari ke kota Dadu sebelum melanjutkan perjalanan kembali.

Kota Dadu merupakan sebuah lembah yang di lindungi oleh 4 anak gunung di setiap sisi lembah. Karena itulah ia di sebut Dadu. Kota ini sangat damai, anak-anak berlari-larian ke sana kemari tanpa takut tersandung. Mereka saling menyapa satu sama lain, terlihat seperti kota yang damai dan menyenangkan.

Kota ini merupakan pusat dagang antar kekaisaran, sehingga kita dapat menemukan berbagai macam jenis orang-orang di tempat ini. Ada yang berkulit putih bagaikan salju sampai yang berkulit hitam pekat. Ada yang bermata biru, hitam, coklat, ada juga yang bermata abu-abu yang menjadi ciri khas masyarakat kota Dadu. Dan orang-orang yang bermata merah adalah yang paling di segani di kota ini.

"Kami memesan 2 kamar, tolong di siapkan air panas juga untuk membersihkan diri" Setelah sampai aku segera memesan kamar untuk kami.

"Baik, Tuan..." jawab pelayan

"Saya sudah memesan kamar untuk kalian. Ini kuncinya dan berbenah lah" Ujarku pada Emely

Emely mengambil kunci itu dan mengantarkan Athanasia ke kamar dan berbenah. Tidak lama setelah itu, mereka turun keluar dari kamar dan menapakkan diri mereka di ruang makan, untuk makan malam.

Aku tidak percaya apa yang aku lihat. Seorang wanita cantik berpakaian merah muda, rambutnya dikepang samping. Mata coklatnya yang berbinar tertuju ke arah meja makan ku. Ia berjalan perlahan, bagaikan malaikat yang sedang menebarkan pesonanya.

Disamping kanannya seseorang dengan pakaian pria yang mempesona, dan di sebelah kirinya seorang gadis imut mengenakan dress berwarna biru berjalan sambil menggulung-gulungkan rambutnya.

Semua mata terpana dengan kedatangan mereka. Aku mendongkrak wajahku sambil terpanah melihat sosok gadis itu. Waktu seperti berhenti sesaat dan bunga sakura bagai berguguran ketika mereka lewat. Alunan musik yang romantis tiba-tiba berubah menjadi datar saat Emely mengagetkanku dengan mengepak meja makan tepat di depanku.

"Tuan, apa yang sedang anda lihat? Sahut Emely dengan mata yang memelototi ku.

Aku seketika terbangun dari imajinasi ku dan merespon dengan segera "Tidak ada,,,"

"Ayolah, kamu melihat ke arah Nasia dari tadi. Apakah kamu seorang mesum" Ujar Beti

"Te...tentu saja bukan" aku membalas dengan terbata-bata.

Athanasia mengambil tempat dan duduk. "Berhentilah bermain. Mari kita menikmati santapan yang ada, bukankah kalian sangat lapar karena perjalanan panjang?"

"Baiklah... selamat makan" ujar Beti

Athanasia selalu bisa menenangkan suasana dalam sekejap. Walaupun kali ini adalah musim panas, di Kota Dadu tetap terasa dingin saat malam. Kami berbincang-bincang saat makan, namun Athanasia sama sekali tidak mengeluarkan suaranya lagi.

Ia biasanya akan diam saat makan dan memasang ekspresi wajah yang datar. Walaupun wajahnya selalu datar, ia tetap terlihat sangat cantik. Dan ia tidak pernah berbicara hal-hal sekedar basa-basi dengan kami. Ia hanya akan berbicara seperlunya saja. Namun tiba-tiba, aku melihat ekspresi lain yang tidak pernah ia tunjukkan sebelumnya.

"Sara, apakah ini kamu?" Ujar salah seorang pria yang tiba-tiba muncul menyapa Athanasia

Athanasia terkejut, Pria itu membentangkan kedua tangannya dan memeluk Athanasia dari belakang ketika ia sedang menyantap potongan terakhir daging panggang yang terletak di atas wadah makanannya.

Ia melihat ke arahku dengan wajah yang aneh dan menundukkan kepalanya kebawah. Ia melihat tangan seorang pria ada di depan tubuhnya dan sedang mendekapnya. Seketika ia berdiri dan membalikkan badannya ke arah posisi wajah dari pria itu. Matanya melotot dan seketika wajahnya memerah. Tangan kirinya meraba-raba cangkir minumnya dan menghantamkan cangkir itu ke kepala pria yang mendekapnya.

"Bwak...prakkk..."

Terdengar bunyi hantaman yang dahsyat dan membuat suasana tiba-tiba menjadi hening seketika. Semua tamu restoran itu melihat ke arah kami. Yang anehnya setelah melihat apa yang terjadi, semua tamu restoran melanjutkan apa yang menjadi aktivitas mereka seperti tidak terjadi apa-apa. Suasana yang tadinya hening seketika, kini kembali berubah lagi menjadi sibuk.

Aku duduk dengan tenang sambil menyaksikan apa yang akan terjadi. Aku juga mulai penasaran apa yang akan Athanasia lakukan terhadap pria itu. Saat aku melihat ke arah samping kiri ku, Beti tampak gelisah dan Emely bergegas berdiri dan menundukkan pria itu tepat di depan Athanasia...

"Aww... kenapa kamu memukulku dengan keras sa.....ra!" Seketika pria itu terkejut saat menoleh ke arah wanita yang dipeluknya tadi. Pria itu tiba-tiba menundukkan kepala dan tiba-tiba mengangkat kepalanya lagi dengan ekspresi wajah yang tersenyum lebar dan memelas...

"Ah, sepertinya saya salah orang. Tolong ampuni ketidaksopanan saya nona...?"

Athanasia melihat dengan seksama wajah pria itu. Ia merasa aneh bukan karna kekonyolan pria itu meminta maaf. "Jelas dia hanya pria yang mesum" pikir Athanasia dalam hati. Namun Athanasia merasa aneh melihat mata pria itu yang berwarna biru dan kulitnya yang seputih salju membuat ia terlihat sangat berbeda dengan orang-orang yang pernah ia temui di kekaisaran. Ia berpikir kemungkinan-kemungkinan yang konyol dan menggelengkan kepalanya.

"Sudahlah Kak Emely, lepaskan dia dan mari kita pergi". Athanasia membalikkan badannya dan pergi.

Emely melepaskan pria itu, dan pergi mengikuti Athanasia. Beti pun melihat pria itu dan berkata "Lain kali berhati-hatilah" kemudian ia pergi.

Pria itu berdiri dan menatap ke arahku.

"Eh, Siapakah wanita yang datang bersamamu itu?"

"Apakah anda berbicara kepadaku!" Ujarku sambil membawa jari telunjuk ku mengarah ke arah wajah ku.

"Sebaiknya kamu berhati-hati dengannya..." Sambung ku lagi berbicara. Kemudian aku pun berdiri dan meninggalkan meja makan.

Pria itu tampak terpesona. Kulit eksotik yang tidak pernah dilihatnya sebelumnya membuat pria itu ingin mengenal Athanasia. Setelah melihat pria itu, aku pun tahu kalo aku juga terpesona dengan cara yang sama.

Sesampainya di kamar, mereka duduk di ruang tamu kamar dan berbincang-bincang sebentar. Karena Athanasia terlihat sangat berpikir keras akan sesuatu. Beti pun mulai menggodanya.

"Nona, ada apa dengan pria tadi. Dia sembarangan memeluk nona. Dan tampaknya ia bukanlah orang kekaisaran. Mungkinkah ia orang asing?" Ujar Beti

"Tapi nona, bukannya nona beruntung bisa merasakan pelukan pria setampan itu!" Beti mulai berkhayal dan berimajinasi di dalam otaknya... ia tertawa dan tersenyum-senyum sendiri. Melihat hal itu Emely merasa sangat jijik dan menepuk jidatnya.

"Berhentilah berkhayal yang tidak-tidak. Pria tadi sungguh tidak sopan".

Athanasia berjalan sambil berpikir keras...

"Apakah ada orang dengan mata biru dan berkulit putih nan bersih seperti itu? Apakah ia mutan atau mahluk di luar kita Emely!"

Emely dan Beti melihat satu sama lain dan serempak tertawa terbahak-bahak. Emely sampai mengeluarkan air matanya karena tak sanggup menahan tawanya.

Athanasia menunjukkan ekspresi tanda tanya dan mulai merasa terganggu dengan tawa mereka. Ia menyilangkan kedua tangannya dan berkata :

"Tidakkah kalian akan menjawab pertanyaanku? Apakah aku terlihat begitu konyol di hadapan kalian!"

"Sungguh kami tidak berani" Ujar Beti terdiam

"Nona pria tadi tentu saja sama dengan kita. Dia adalah manusia. Karena matanya yang biru dan kulitnya begitu putih, mungkin saja ia berasal dari wilayah Utara. Jika anda ke sana, anda akan melihat banyak orang-orang seperti perawakan pria tadi." Emely menjelaskan

"Bukankah sudah waktunya untuk anda tidur, nona? Saya akan merapikan tempat tidur untuk mu." Beti memotong pembicaraan mereka dan bergegas ke arah tempat tidur dan meninggalkan perbincangan mereka yang sedang asyik di ruang tamu kamar yang membahas mengenai orang-orang dari wilayah Utara.

"Nona, tempat tidurmu telah siap." Ujar Beti sedikit keras.

"Baiklah Kak Emely. Hari ini sampai di sini perbincangan kita mengenai orang-orang dari Utara. Saya harap Kaka bisa memberitahukan lebih banyak hal besok kepadaku" Athanasia bangkit dari kursinya dan pergi untuk beristirahat.

"Baiklah Nasia, tidurlah" Jawab Emely.

Walaupun Athanasia tampaknya terlihat memiliki wawasan yang luas karena perawakannya dan sifatnya yang sangat dingin dengan orang-orang sekitar yang baru ia temui. Ia sebenarnya tidak mengetahui hal-hal dasar karena jarang berinteraksi dengan orang lain selain guru aklemisnya, ibunya dan kami. Sehingga ia tampak bodoh dengan hal-hal mengenai manusia.

Sedangkan Beti yang bersifat sangat keibuan dan sedikit terlihat bodoh dalam berbagai tingkah laku yang ia lakukan, dan walaupun sedikit ceroboh. Namun kebenarannya ia memiliki banyak wawasan mengenai berbagai-bagai macam jenis orang.

Ia terlahir dan dibuang, ia hidup dengan menggantungkan dirinya atas belas kasihan orang lain. Sehingga tempat yang cocok untuk hidup adalah di perbatasan kota dimana para pedagang berlalu-lalang pulang pergi. Ia tumbuh sebagai gelandang miskin. Oleh karena itu, ia mau tidak mau harus bertahan hidup dengan berbagai cara.

Mulai dari menjadi pemulung, sampai pada menjadi pemandu dan penerjemah di usianya yang masih sangat muda. Ia bahkan pernah di penjara karena mencuri makanan di usianya yang baru 3 tahun. Ia pernah di pukuli dengan keras di bagian kepalanya. Karena itulah ia memiliki kelainan dalam bertingkah laku dan sering ceroboh. Namun pada dasarnya dia adalah anak yang sangat pintar.

Malam itu Emely dan Beti mengambil tempat untuk beristirahat dan tidur di samping ranjang Athanasia. Mereka memanggil Putri Athanasia dengan sebutan nona atau Nasia karena Putri Athanasia keberatan di panggil putri.

Dan walaupun Athanasia juga tidak ingin dipanggil dengan kata "nona", ia tidak bisa melakukan apa-apa karena Emely dan Beti bersi-keras untuk memanggil nya nona dan sekali-kali memanggilnya Nasia.

***