Chereads / Athanasia dan Pangeran Jayden / Chapter 20 - Kota Tama

Chapter 20 - Kota Tama

*8 tahun yang lalu di Desa Tama, kerajaan Miros, tempat kelahiran Bao Yu.

Sudah hampir 2 tahun lamanya nona Nasia hanya tetap diam dan tak mengeluarkan suaranya sama sekali. Dan saat itu, aku membawanya pergi bersama ku tanpa berpikir panjang.

Tujuan yang terlintas di otakku hanyalah kampung halaman ku di desa Tama. Desa Tama merupakan perbatasan sebelah selatan dari kerajaan Yin. Karena desa ini tak lagi diperhatikan oleh pemerintah setempat, maka desa ini dijadikan sebagai jalur jual beli budak antara kerajaan Yin dan kerajaan Miros, oleh penguasa yang tak bertanggung jawab.

Sebelum aku dijual menjadi seorang budak ke tangan Count Manel, aku adalah anak yatim-piatu di desa itu. Warga desa menjual ku untuk mendapatkan sejumlah uang agar kelaparan di desa kami dapat teratasi.

Sebenarnya aku juga ragu untuk kembali ke desa itu. Akan tetapi, aku tidak bisa membiarkan nona Nasia kembali melakukan perjalanan bersama pria yang adalah monster itu!

Walaupun aku masih berusia 7 tahun saat itu, aku memiliki sejumlah pengetahuan mengenai kekaisaran Yin. Berbeda dengan sistem kerajaan lainnya, kekaisaran Yin memiliki sistem dimana para bangsawanlah yang memerintah. Dan yang paling terkenal dengan kekejamannya adalah Duke Thaxon.

Kekaisaran Yin memiliki dua penopang utama, diantaranya adalah Duke Karen yang terkenal sangat cerdas dalam bidang politik dan Duke Thaxon yang terkenal sebagai tiran pembunuh berdarah dingin, sebagai mesin pembunuh untuk perluasan wilayah kekuasaan.

Untuk pembagian wilayah kekuasaan yang dipercayakan oleh kaisar Asparta, Duke Karen memiliki wilayah kekuasaan di sebelah barat dan Duke Thaxon di sebelah timur kekaisaran Yin.

Berbeda dengan wilayah yang dikuasi oleh Duke Karen yang tampak makmur, wilayah kekuasaan Duke Thaxon tampak sangat kacau balau dengan sistem perbudakan yang semakin menjadi-jadi. Banyak juga pemimpin-pemimpin kota yang korupsi di bawah pemerintahan Duke Thaxon! Itu diakibatkan karena Duke Thaxon bukanlah seorang penguasa wilayah yang akan memperhatikan rakyatnya. Walaupun demikian, para penguasa kota sangat takut kepada Duke Thaxon dan keturunannya.

Kedua pilar kekaisaran inilah yang menjadi tongkat berdirinya kekaisaran Yin di atas pemerintahan kaisar Asparta.

Walaupun itu hanya cerita yang aku dengar saat aku menjadi budak di kota Dadu, namun tampaknya aku melihat kenyataan itu di depan mataku!

Pada saat malam hari aku hendak ingin kembali ke penginapan, setelah selesai menyusuri lorong rahasia yang ada di kediaman Count Manel, aku mendapatkan tuan Dinand membunuh seseorang! Dan orang itu menyebut namanya "Duke Ergy!"

Duke Ergy adalah gelar yang diberikan kepada anak kedua dari Duke Thaxon. Sejarahnya bahwa untuk mendapatkan gelar Duke menggantikan ayahnya, ia telah membunuh saudara kandungnya sendiri.

Lalu, bagaimana bisa aku menitipkan nona Nasia kepada monster liar berdarah dingin? Saat itu, aku juga tidak tahu kenapa... Tapi aku merasa harus membawa nona Nasia pergi jauh dari kekaisaran Yin.

**

Pada tahun 736 bulan ke 5 hari legi, dimana bulan di langit berwarna merah darah. Aku yang keluar mengendap-endap masuk ke dalam desa untuk mendapatkan beberapa roti, akhirnya kedapatan mencuri!

Musim panas yang berkepanjangan membuat segala pepohonan yang menghasilkan buah menjadi kering. Dan tanah untuk mencangkul menjadi begitu tandus! Sehingga bahan pangan menjadi sangat mahal.

Aku tidak mempunyai pilihan lain selain mencuri di toko roti saat malam tiba! Namun tampaknya hari itu aku ketahuan, karena tuan toko telah siap siaga untuk menangkap ku.

Saat aku hendak mau mengambil 2 batang roti, tiba-tiba saja lampu toko menyala dan mengejutkan ku!

"Jadi selama ini kau yang telah mencuri roti-roti itu dariku?" Suara tuan toko yang tampak sangat geram terdengar dari arah belakang punggungku.

Tampa menoleh ke belakang, aku membawa lari kedua roti yang ada di tanganku dengan sekuat tenaga yang aku bisa.

Sesampainya di ujung desa, aku berpikir bahwa aku tidak akan terkejar. Sehingga aku dengan santai berjalan masuk ke hutan untuk memberikan roti itu kepada nona Nasia.

Saat aku tiba, aku melihat nona Nasia memandangi bulan tanpa ekspresi di luar pondok reyot kami. "Nona... di luar dingin. Mari aku antar ke dalam."

Nasia mengikuti arahan ku. Akan tetapi, tiba-tiba massa datang berbondong-bondong dengan sebuah obor dan tombak di tangan mereka!

"Dia pencurinya! Lihatlah roti dagangan ku masih ada pada tangannya." Ujar pemilik toko menunjuk ke arahku.

"Dasar pencuri! Lempari saja mereka..."

'Apa yang terjadi?' Pikiran Athanasia bekerja, namun ia masih tidak dapat mengeluarkan suaranya.

Deg! Aku sangat takut dan khawatir dan menjatuhkan kedua roti itu ke tanah. Jika mereka akan menghukum aku, maka aku akan menerimanya dengan lapang dada. Tapi mereka juga mulai melempari kami dengan batu, sehingga Nasia pun terkena salah satu batu yang mereka layangkan untuk kami.

Jidatnya berdarah, tapi wajahnya tetap tanpa ekspresi. "Tolong, biarkan nona saya pergi. Aku... aku siap untuk mempertanggung jawabkan perbuatan ku." Malam itu aku tidak lari lagi. Aku berlutut dihadapan para massa yang mengerumuni gubuk kami untuk meminta belas kasihan.

Namun, walaupun aku memohon merek tetap saja melempari gubuk kami dengan batu! Dan para massa mulai datang menghantam tubuhku dengan hebat. Yang lainnya membawa obor mereka untuk membakar tempat tinggal kami.

'Bao Yu... Tidak... jangan pukuli dia! Kumohon... Jangan'

Aku mengerahkan pandangan ku kepada nona Nasia. Bajunya tersobek dan ia juga dipukuli tanpa ampun.

'Bao Yu...'

"Nona..." Air mataku jatuh saat aku tak bisa lagi melakukan apapun.

Mereka memukuli kami tanpa berbelas kasihan! Dengan kekuatan terakhir ku aku lalu menerobos untuk melindungi nona Nasia. Aku memeluknya dalam dekapan tanganku yang kecil.

Darah mengalir keluar dari kepala ku dan pening terasa pendengaran ku. Tampaknya warga desa memukuli kami tanpa perasaan iba antara sesama manusia.

"Rasakan itu... Sebaiknya sampah seperti kalian dimusnahkan saja!"

"Dasar pencuri..."

"Mati saja kalian..."

Buk... Mereka tak henti-hentinya merasa puas memukuli kami, walaupun tanah disekitar kami telah bercampur dengan darah. Dan kata-kata kejam itu seharusnya tidak didengarkan oleh nona Nasia. Sebisa mungkin aku menutupi gendang telinganya agar dia tidak mendengar kata-kata tajam yang keluar dari mulut warga desa.

"Nona maafkan aku, ini semua salahku. Kumohon jangan dengarkan mereka. Nona akan baik-baik saja, karena aku akan melindungi nona dengan segenap jiwaku."

Aku menyelesaikan kalimatku. Dan sebenarnya aku sudah tak kuat lagi! Namun hal yang tak terduga terjadi. Tampaknya kali itu aku melihatnya mengeluarkan air matanya lagi setelah sekian lama! Dia yang selalu diam dan tak pernah berkata apapun, hari itu berdiri di garis terdepan dan membelaku!

Ia mendorong aku dengan lembut dan tiba-tiba berdiri dengan tegak dihadapan orang-orang yang memukuli kami. Dari matanya terpancar keyakinan yang telah lama tak kulihat lagi.

"Tolong... tolong ampuni kami! Aku akan membayar semua kerugian toko roti itu..."

"Nona?" Saat itu aku sungguh tak paham apa yang telah terjadi. Tapi aku sangat bersyukur mendengar ia berbicara untuk pertama kalinya sejak mereka meninggalkan kota Dadu.

Kewibawaannya telah terpancar kembali, walaupun ia berdiri dengan darah yang jatuh di sekujur tubuhnya.

~To be continued