Chereads / CAROLINE / Chapter 17 - Chapter 17

Chapter 17 - Chapter 17

Dad sedang duduk di kursi di sebelah tempat tidur saat aku terbangun, Ia sedang melamun memandang ke langit yang gelap di balik jendela. Kedua sudut mulutnya ditarik ke bawah sama seperti kerutan di keningnya. Aku belum pernah melihat wajahnya sesuram ini sebelumnya, Dad selalu tersenyum dan tertawa saat bersamaku atau Mum.

"Dad?" panggilku dengan suara serak. Ia terlihat terkejut sebelum mengalihkan pandangannya padaku, saat itu juga kerutan di keningnya menghilang.

"Halo, sayang." sapa Dad dengan senyuman kecil. Perasaan bersalah tiba-tiba menghantuiku saat mengingat apa yang sudah kulakukan saat pack meeting, aku sudah membuat Dad dan Mum kecewa.

"Kau baik-baik saja?" tanyanya.

"Maafkan aku..." suaraku masih terdengar serak, kali ini karena aku berusaha menahan air mataku.

Dad mencondongkan kursinya ke arahku, lalu tangannya menggenggam tanganku, "Ini bukan salahmu, Cara. Berhenti menyalahkan dirimu sendiri." Ia tersenyum semakin lebar padaku, lalu mengacak-acak rambutku dengan lembut.

"Seharusnya kami memberitahumu lebih awal. Aku tahu semua ini hanya membuatmu bingung dan marah... dan kami semua mengerti. Alex mempunyai tekanan yang sangat besar sebagai pemimpin baru di pack kita, dan sebagai Alpha termuda salah satu pack terbesar banyak orang yang ingin menjatuhkannya." Dad memandangku dengan lembut lalu melanjutkan, "Kuharap kau bisa membantunya sebagai matenya, Cara."

"Aku tahu Dad, dan apa yang kulakukan kemarin sangat—"

"Kami benar-benar mengerti reaksimu kemarin, Paman Brent malah bertaruh kau akan menghajar Alex saat itu juga..." kata Dad sambil tertawa. "Aku hanya ingin memberitahumu apa yang akan kau hadapi setelah ini, sayang. Menjadi mate seorang Alpha tidak akan mudah... tapi Alex akan membantumu, kami semua akan membantumu."

***

Mum dan Dad kembali ke rumah setelah memastikanku baik-baik saja, aku baru menyadari bahwa mereka belum tidur sama sekali dari kemarin. Mum bahkan masih menangis saat memelukku sebelum pulang.

Ia memintaku untuk pulang bersamanya, tapi Dad berpikir lebih baik jika aku dan Alex menghabiskan waktu bersama sendirian untuk menyelesaikan masalah kami. Jadi aku akan tinggal bersama Alex untuk beberapa saat... hingga semuanya kembali normal.

Tapi masih ada satu hal yang menggangguku, apa yang terjadi padaku dan Alex kemarin... kabut itu, langit yang tiba-tiba menjadi gelap, dan Alex yang terluka... Lukanya terlihat cukup serius kemarin, tapi hari ini Ia sudah sehat seakan luka yang kulihat kemarin hanya halusinasiku saja.

Aku memandang Alex yang sedang menutup pintu apartemennya lalu berbalik kepadaku, kupandang wajahnya lekat-lekat. Alex menaikkan kedua alisnya dengan pandangan bertanya.

"Apa kau baik-baik saja?"

"Yeah?" Ia memandangku dengan kening berkerut bingung. "Kau baik-baik saja?" tanyanya balik.

"Tapi kau terluka kemarin..."

Alex terdiam sejenak seakan-akan Ia baru mengingatnya juga, "Aku baik-baik saja, Cara... Apa yang terjadi kemarin—" ekspresi wajahnya berubah suram, "Kita harus membicarakannya."

"Memangnya apa... yang terjadi denganku?"

"Kau tidak merasakan apa pun kemarin?" Ia berjalan mendekatiku, kedua mata coklatnya menatap wajahku lekat-lekat, "Bahkan warna matamu berubah kemarin." Gumamnya hampir pada dirinya sendiri.

"Berubah?" kunaikkan kedua alis mataku padanya, "Tapi barusan aku melihatnya—"

"Yeah, tapi kemarin kau terlihat... berbeda. Kau benar-benar tidak merasakan apa pun kemarin?" ulangnya lagi.

Aku menggeleng padanya, "Aku hanya berdiri di depanmu lalu semuanya tiba-tiba berubah menjadi gelap dan berkabut. Lalu... lalu kau terluka. Apa yang sebenarnya terjadi?"

"Aku tidak yakin tentang ini, tapi apa yang terjadi kemarin... kurasa semua itu bersumber darimu, Cara." Alex mengucapkan kalimatnya dengan hati-hati.

"Apa?" aku menatapnya dengan pandangan apa-kau-sudah-gila, lalu membalikkan badanku menuju sofa. "Itu bukan perbuatanku." Gumamku padanya sambil melemparkan tubuhku ke sofa dengan sedikit kesal.

Alex mengikutiku lalu berdiri di ujung sofa, "Aku tahu ini terdengar gila, Cara. Tapi aku bisa merasakannya... sejak aku pertama bertemu denganmu."

"Apa maksudmu?"

"Saat pertama kali bertemu kupikir itu semua karena kau adalah mateku karena Alpha membutuhkan pasangan yang kuat. Tapi setelah melihat apa yang terjadi kemarin..."

Kukerutkan keningku saat menangkap suaranya yang tercekat, "Aku masih belum... mengerti?"

"Cara, kurasa kau bukan manusia." Alex menyisir rambut coklat gelapnya dengan kedua tangannya, aku baru menyadarinya bahwa sejak tadi Alex sedang panik. Ia selalu menyisir rambutnya dengan tangannya saat panik, dengan satu tangannya berarti cukup panik, dengan kedua tangannya berarti sangat panik. Alex memiliki kebiasaan sejak kecil untuk Ia tidak pernah menunjukkan ekspresi panik atau sedihnya. Selama ini aku mengira karena Ia ingin sok keren, tapi ternyata karena Ia adalah seorang Alpha. Ia tidak boleh menunjukkan kelemahannya jadi Ia menyalurkannya dengan bahasa tubuhnya.

"Alex? Ada apa?" Melihatnya panik membuatku ikut panik juga.

Alex duduk di bagian sofa yang paling ujung, masih memandangku. "Saat semua itu terjadi, matamu berubah warna menjadi violet, Cara."

Violet?

"Aku masih belum yakin, tapi... aku pernah membacanya bahwa hanya garis keturunan pertama Werewolf lah yang memiliki iris berwarna violet." Ia kembali menatapku dengan hati-hati.

"Garis keturunan pertama? Mungkin kau salah melihatnya kemarin, Alex." Aku tertawa dengan gugup.

"Awalnya kupikir juga begitu..." gumamnya, "Garis keturunan Werewolf pertama memiliki darah murni. Mereka jauh, sangat jauh lebih kuat dari werewolf biasa. Bahkan Alpha sekalipun."

"Dan... kau pikir aku adalah werewolf?" Tanyaku sambil menunjuk diriku sendiri. Tiba-tiba aku ingin tertawa, baru beberapa minggu yang lalu aku mengetahui bahwa di dunia ini ada mahkluk selain manusia dan sekarang Ia mengira aku adalah werewolf?

Alex tidak menjawab pertanyaanku, tangannya kembali menyisir rambutnya dengan tidak sadar. "Kami menyebutnya Leykan. Selain memiliki iris violet, mereka bisa memanggil kekuatan bulan—"

"Tunggu dulu, aku tidak mengerti—"

"Sama sepertimu kemarin, Cara. Langit yang tiba-tiba menjadi gelap, kabut yang tebal, iris berwarna violet... Cara, itu semua adalah ciri-ciri kekuatan yang dimiliki Leykan."

Kalimat Alex membuatku menutup mulutku seketika. Ia menatap wajah shock-ku lalu menarik kedua sudut mulutnya ke bawah. "Hanya saja ada satu masalah..." Alex menyisir rambutnya lagi, kali ini dengan kedua tangannya. "Leykan sudah punah sejak seratus tahun yang lalu."

"Mereka sudah punah." Ulangku padanya, "Jadi aku bukan Leykan atau pun werewolf."

Alex menatapku dengan pandangan suram, "Ada alasan mengapa Leykan punah. Leykan bukan mahkluk yang bersahabat, mereka membunuh manusia, bahkan sesama werewolf hanya untuk bersenang-senang. Leykan terakhir dibunuh oleh kekuatan dari tiga Alpha, setelah itu tidak ada Leykan yang pernah terlihat lagi. Banyak korban yang berjatuhan saat werewolf generasi sebelum kakek kita memerangi Leykan."

"Alex, ini semua hanya salah paham. Aku bahkan tidak bisa berubah menjadi... menjadi serigala."

"Cara... Leykan tidak perlu bertarung dengan bentuk serigalanya. Mereka terlalu kuat saat berada di tubuh manusianya."

"Tapi aku bahkan bukan werewolf." Gumamku. Aku masih tidak mempercayainya, apa yang baru saja Alex katakan terdengar gila. Tapi beberapa minggu yang lalu aku juga masih berpikir bahwa werewolf tidak nyata dan... terdengar gila. Dan liha sekarang aku mempunyai pacar seorang werewolf dan seluruh keluargaku adalah werewolf.

"Aku tidak mencium bau werewolf darimu, tapi aku juga tidak pernah mengenal bau Leykan sebelumnya. Mereka sudah punah jauh sebelum aku lahir." Alex menyandarkan kepalanya di sofa lalu memejamkan matanya dengan kening berkerut. "Satu hal yang membuatku ragu-ragu adalah... Leykan menua dengan sangat lambat, lebih lambat daripada werewolf. Dan pertumbuhanmu terlihat normal."

"Karena aku bukan werewolf." ulangku lagi, "Apalagi Leykan." Kukerutkan hidungku lalu kembali mengalihkan perhatianku ke layar tv di depanku, walaupun otakku masih memikirkan kata-kata Alex.

Iris violet. Leykan. Garis keturunan pertama werewolf. Semuanya terdengar gila.

"Mungkin aku salah." Alex mengehembuskan nafasnya lalu membuka kedua matanya lagi, Ia menatapku sambil setengah tersenyum.

"Kau memang salah Alex." Aku mengangguk kecil padanya lalu kembali menatap tv dengan pandangan kosong.