Seharusnya Starla tahu pemuda seperti itu pastilah memiliki banyak pengagum, dan di antara gadis yang beruntung bisa sedekat itu pada Ao adalah Linda dari klub bulu tangkis.
Linda termasuk gadis populer juga di sekolah, wajar Ao memilihnya.
Wajah Ao bahkan sampai memerah begitu.
"Oh," mata cokelatnya menangkap sesuatu yang janggal, memang wajah pemuda itu merona merah hingga ke leher akan tetapi ekspresi wajahnya lebih ke arah tak nyaman, merasa terganggu? Ia menepuk keningnya.
Perasaan ini sungguh-sungguh membuatnya berpikir dengan di luar akalnya.
Jika benar pemuda itu tidak nyaman pasti sudah meminta pada Linda untuk menjauh kan? Tetapi Ao hanya diam saja, membatu tepatnya.
Starla menepuk keningnya.
'Berhentilah berpikir yang tidak-tidak, kau bukan Psikolog.'
Sebelum benar-benar melanjutkan langkahnya menyeberangi lapangan, Starla melirik sekali lagi kedua sejoli itu, dan di saat itu matanya bertemu dengan mata abu-abu pemuda itu, dan entah ia berhalusinasi atau tidak ia melihat sebuah senyum kecil di bibir pemuda itu.
'Oke, aku benar-benar butuh tidur.'
Tidak ingin berpikir yang tidak-tidak, Starla melanjutkan lagi langkahnya tetapi baru satu langkah dilakukan, namanya dipanggil.
"Starla-san!"
Starla berhenti; apakah ia masih berhalusinasi? Ia bersumpah mendengar pemuda itu memanggil namanya.
"Starla-san!"
Setelah panggilan kedua, Starla yakin bahwa memang pendengarannya tidak menipunya, lantas ia berbalik dan terkejut melihat kedua insan itu berlari ke arahnya.
"Aku senang bertemu denganmu di sini..." kata pemuda itu gugup.
Starla menaikan sebelah alisnya, bingung.
"Kenapa kau lari?" tanya Linda kebingungan.
Pemuda itu tampak panik. "Maafkan aku, tapi aku tidak bisa pulang bersamamu, Linda-san. Aku sudah janji duluan dengan Starla-san."
"Apa?" kata Starla dan Linda bersamaan.
Starla menatap Ao tidak percaya; sejak kapan mereka memiliki janji? Ekspresi wajah sedih seakan meminta pertolongan dari pemuda itu menjawab kebingungannya. "Ya, kami sudah berjanji pulang bersama," katanya. "Maaf Kak Linda. Lain kali, booking-nya lebih cepat ya?"
Ekspresi wajah Ao berubah cerah bahkan bibirnya tersenyum.
"Ugh, Annora..." Linda menggerutu kesal. "Ya sudah, masih ada hari esok, sampai nanti ya Aozora."
'Jadi nama dia Aozora...'
Aozora membalas melambaikan tangannya dengan ceria juga; senang bisa terlepas dari Linda akhirnya, sampai gadis itu benar-benar jauh, ia menoleh ke Starla. "Terima kasih ya sudah mau menolongku."
Starla mengangguk. "Tidak masalah, tetapi kenapa aku?" ia yakin banyak gadis di kelas Aozora yang mau menolong.
Aozora berpikir sesaat. "Aku sudah mencoba tetapi gagal, kau harapan aku satu-satunya,"
"Harapan?" Starla terkejut mendengarnya.
Aozora menggaruk belakang lehernya malu. "Aku mendengar gosip tentangmu jadi kurasa yang bisa membuatnya berhenti hanya kau yang dari keluarga terpandang."
Resmi. Untuk pertama kalinya Starla mencintai nama keluarganya, Annora.
"Begitu..." sekarang Starla merasa tersanjung.
"Aku bukan bermaksud memanfaatkanmu." Aozora buru-buru menambahkan.
Starla tertawa kecil. "Tak apa, aku mengerti." katanya.
Jika bisa mengobrol dengan Aozora, apa pun alasannya ia memaklumi.
"Oh, aku lupa memperkenalkan diriku lagi." kata Aozora malu, dengan senyum yang disukai Starla, ia mengulurkan tangannya. "Namaku Aozora."
Starla menyambut uluran tangan Aozora. "Starla Annora."
Mereka saling bertukar pandang satu sama lain.
Aozora yang pertama melepaskan jabatan tangan mereka, ia berdeham. "Jadi, karena sudah terlanjur berbohong, kau mau naik bus bersamaku?"
Wajah Starla berbinar-binar, tanpa pikir panjang ia menjawab dengan semangat. "Ya!"
Nampaknya masalah di rumah akan ia pikirkan nanti, untuk sekarang ia masih ingin menjadi gadis biasa.