Chapter 13 - KAWAN ATAU LAWAN

Dia Terlihat lebih muda dari Kapten Hua. Mungkin dia seumuran dengan Sian? Dua puluh enam tahun? Sonja tidak bisa menebaknya karena dia terlihat jauh lebih dewasa daripada kakak tertua Sonja, dan juga sedikit lebih tampan.

Mungkin kalau dia memangkas rambut hitamnya dan tidak membiarkannya tergerai sampai ke pundak, Sonja akan memberikan nilai tujuh berdasarkan wajahnya saja.

"Siapa namamu?" Pria itu bertanya dengan suara yang lembut.

"Sonja…" Sonja menjawab.

"Bagaimana kamu bisa berada disini?"

Senja kemudian menggelengkan kepalanya. "Aku tidak tahu."

Pria itu mengerutkan keningnya dan mengambil langkah maju, kemudian ketika dia hanya berada beberapa langkah jauhnya dari Sonja, pria itu berjongkok dan melihat Sonja langsung ke matanya. Tidak ada tanda- tanda ancaman ataupun tekanan di matanya, hanya sebuah rasa penasaran.

"Jadi, apa yang kamu tahu? Kalau kamu tidak bisa memberikanku jawaban yang memuaskan, entah kamu adalah kawan atau lawan, maka dengan sangat menyesal, bahkan walaupun aku tidak ingin melakukannya, aku takut aku harus membunuhmu," ucapnya dengan nada yang ramah, seperti dia sedang mengomentari makanan yang baru saja dia makan.

Sonja mulai berpikir bagaimana menjelaskan situasinya tanpa menarik kecurigaan terhadap dirinya, atau mungkin dia tidak perlu untuk menjelaskan apapun pada pria ini.

Sebuah ide tiba- tiba melintasi kepalanya yang membuat dirinya menatap kembali langsung ke mata pria itu.

"Jujur. Aku sama sekali tidak mengingat apapun mengenai bagaimana aku bisa berada disini. Yang aku tahu adalah ketika aku terbangun, aku sudah berada di dalam barrel. Aku bahkan tidak tahu tempat apa ini atau siapa kalian semua." Senja berkata dengan tegas, membuat suaranya semeyakinkan mungkin.

Ya, dia memilih untuk menjadi amnesia. Dengan cara ini, akan lebih mudah daripada kalau dia harus membuat sebuah cerita. Jadi, nanti kalau mereka menanyakan apapun padanya, dia dapat berkata kalau dia tidak mengingat apapun.

"Kamu tidak mengingat apapun?" Pria itu bertanya lagi dengan sebuah kerutan tidak percaya diantara alis matanya.

Senja kemudian menganggukkan kepalanya perlahan.

Pria itu kemudian mengamati Sonja untuk beberapa saat sebelum dia berdiri dan berkata. "Ikat dia di gudang penyimpanan." Setelah itu, dia berjalan keluar dari tenda.

# # #

Kapten Hua kemudian sampai ke post dimana dia bisa melihat dengan jelas banyaknya potongan pohonan tumbang yang telah di letakkan di tengah sungai untuk menyumbat aliran airnya.

Musuh mereka sangat tidak sabar. Mereka tidak hanya membuat mereka kelaparan sampai mati, tapi juga membuat mereka kehausan sampai dehidrasi.

Mereka telah membuat langkah awal dalam menciptakan kepanikan. Dengan begini, semua prajurit- prajurit akan menyadari kalau persedian mereka menurun.

Musuh mereka ingin membuat terror di dalam benteng.

"Berapa lama kita akan bertahan dengan persediaan air yang kita miliki?"

"Menjawab Kapten Hua. Dengan persediaan kita untuk dua ratus prajurit, persediaan kita dapat bertahan sampai dua hari kedepan kalau kita menggunakannya dengan bijak." Seorang prajurit menjawab setelah dia membuat perhitungan dengan matang.

"Sepertinya musuh kita kali ini ingin membuat kita untuk segera berlari keluar." Seorang pria yang mengenakan jubah cokelat muncul di samping Kapten Hua.

"Letnan Utara."

Letnan Utara hanya mengibaskan tangannya dengan tidak peduli. "Mari kita pikirkan mengenai masalah ini dengan hati- hati. Bahkan kalau kita tidak bisa membuat panggilan ke benteng utama, Komandan yang tidak mendengar kabar apapun dari kita selama enam hari berturut- turut, aku yakin, pangeran kedua dapat merasakan ada sesuatu yang tidak benar."

Biar bagaimanapun juga, dirinya dan Komandan, yang juga merupakan pangeran kedua, merupakan teman masa kecil dan mereka sangat dekat.

Maka dari itu, Utara menolak untuk mempercayai kalau pangeran kedua tidak menyadari ketidakhadirannya.