Chapter 14 - TIDAK TAHU MALU

"Tapi, walaupun begitu kita masih harus memiliki rencana cadangan." Utara melanjutkan saat matanya menjadi lebih dingin ketika menatap sungai yang tersumbat di kejauhan.

"Buat pengaturan disini dan aku akan memeriksa situasi kita. Coba kita lihat apa yang bisa kita lakukan." Dia memberikan pengaturan kepada Kapten Hua sebelum pergi.

*

*

*

Matahari hampir terbenam sepenuhnya. Hampir di setiap sudut dari benteng terdapat obor yang menyala, menyinari setiap tempat- tempat yang gelap.

Senja duduk diam dengan punggungnya yang bersandar ke tiang. Sudah dua jam sejak mereka mengikatnya disini. Luka di lehernya juga terasa menyakitkan.

Beruntungnya, luka itu tidak terlalu dalam atau kalau tidak dia pasti sudah mati sekarang.

Berdasarkan dari apa yang dia dengar dan observasi dari prajurit- prajurit yang berlalu lalang, Senja mempelajari bahwa benteng ini sedang menghadapi situasi yang berbahaya dari ancaman di luar sana.

Mereka sedang diisolasi dan tidak bisa meminta bantuan. Hal yang paling mengkhawatirkan saat ini adalah, sepertinya musuh mereka berhasil memotong persediaan air mereka.

"Anak muda…" Senja bersiul untuk memanggil lelaki muda yang tengah menjaganya. Dia terlihat seperti seorang remaja dengan bahasa tubuh yang aneh.

"Aku bukan anak muda." Dia berkata dengan bangga.

"Kalau begitu siapa namamu?"

"Kamu tidak perlu tahu siapa namaku." Dia berkata dengan wajah sombong yang lucu dan membuat Senja tersenyum kecil.

"Aku tidak butuh namamu juga. Aku butuh air, aku sangat haus." Senja tidak berbohong ketika dia mengatakan ini. Tenggorokkannya benar- benar kering.

Senja dapat merasakan kalau dia ragu untuk memberikannya air, jadi dia membujuknya. "Kamu sudah mengikatku. Aku tidak bisa pergi kemanapun. Aku hanya ingin minum air. Aku benar- benar haus." Dia berkata dengan sedih.

Pada akhirnya anak muda itu mengangguk dan mengambil sebuah botol di dekatnya. Dengan sangat hati- hati dia menuangkan air untuk Senja. Setelah tiga tegukan, Senja akhirnya merasa lebih baik.

"Anak muda, bisakah kamu melakukan satu hal lagi untukku?"

"Aku disini untuk mengawasimu, bukan untuk menolongmu."

Senja tidak mengacuhkan penolakannya.

"Bisakah kamu mengikat rambutku? Ini sangat tidak nyaman."

Anak muda itu membeku ketika dia mendengar permintaan Senja. Tapi, setelah beberapa saat pipinya yang tirus merona kemerahan.

"Kamu tidak tahu malu! Bagaimana mungkin kamu memintaku untuk menyentuh rambutmu dengan sesantai itu?! Jangan pernah berpikir untuk menggodaku! Kamu masih anak- anak tapi juga sangat berani!"

Senja mengerutkan dahinya. Dia tidak mengerti mengapa dia menjadi tidak tahu malu hanya karena meminta anak muda ini untuk mengikat rambutnya. Rambutnya saat ini benar- benar sangat mengganggu dan membuat geli.

Tapi, kemudian dia menyadari sesuatu.

Apakah seketat ini bagi kultur di zaman kuno terhadap sentuhan diantara lelaki dan perempuan? Ini pasti sudah gila!

"Aku bukan anak- anak! Aku lebih tua darimu, oke!"

"Bagaimana mungkin kamu lebih muda dariku? Aku bertaruh kalau kamu baru berusia lima belas atau enam belas tahun!"

Oke! Ini sama sekali tidak masuk akal. Aku akan sangat senang untuk mendengar kata- kata tersebut di lain waktu dan di situasi berbeda, tapi sekarang aku tidak membutuhkan kata- kata pujian. Aku berusia dua puluh dua tahun, tahu!

"Terserah, kalau kamu tidak mau melakukannya, kalau begitu jangan!" Senja merasa kesal untuk masalah kecil ini.

Dia menutup matanya, mempertimbangkan pilihan- pilihan yang dia punya.

Senja bisa saja melepaskan dirinya dari ikatan tidak berguna ini dari tadi, menipu penjaga muda ini dan keluar dari tempat ini. Paling tidak, rencana untuk melarikan diri selalu menjadi keunggulannya.

Namun, ini tidak akan menguntunkan Senja bahkan kalau dia bisa melarikan diri dari tempat ini. Tempat ini telah diisolasi oleh musuh.

Bahkan prajurit yang sudah terlatih sekalipun tidak bisa melarikan diri, bagaimana dengan Senja yang tidak mempunyai kemampuan bertarung?

Jadi, rencana melarikan diri memiliki risiko yang terlalu tinggi.