Ferdinand masih memainkan lidahnya di kemaluan Clarissa. Permainannya semakin melemahkan pertahanan wanita yang memejamkan matanya, karena kenikmatan yang Ferdinand berikan. Clarissa meremas rambut lelaki yang berada di antara pahanya itu.
"Sayang, seperti kamu sudah tidak bisa menahannya lagi," desah Ferdinand dibawah Clarissa.
Dengan lembut Ferdinand justru memasukkan satu jarinya ke dalam lubang kenikmatan wanita itu. Clarissa sudah tak mampu menahan erangannya lagi. Dia mulai mendesah saat jari itu berputar di dalam lubang intimnya. "Kumohon hentikan Om," desah Clarissa.
Ferdinand tersenyum senang, melihat ekspresi Clarissa yang berada di puncak gairahnya. Pria tua itu meremas bulatan padat di dada Clarissa, lalu menghisapnya kuat. Kemudian dijilat-jilat dengan gerakan yang sangat sensual. Clarissa memejamkan matanya, tak sanggup melihat betapa sexynya Ferdinand memperlakukannya. Merasa kasihan pada wanita yang berada di hadapannya, Ferdinand langsung mengarah senjatanya ke lubang kenikmatan Clarissa. "Aahhhh .... Om .... " Clarissa terus mendesah tanpa henti.
Ferdinand semakin mempercepat gerakannya sambil terus meremas bulatan padat milik Clarissa. Tak berapa lama tubuh Ferdinand bergetar hebat, dalam keadaan senjatanya masih menancap di dalam area intim Clarissa. Kenikmatan yang Clarissa berikan membuat Ferdinand mendesah sangat keras.
Ferdinand merasakan kepuasan yang selama ini selalu dirindukannya.
Selesai dengan pergulatan panas mereka, Clarissa langsung memunguti pakaiannya. Dia kemudian menutup tubuhnya dengan baju yang tadi dipakainya. Ketika akan keluar dari kamar mandi, Ferdinand menarik tubuhnya lalu berbisik di telinganya.
"Harga yang harus dibayar untuk menemui suamimu adalah memuaskan nafsuku dengan tubuhmu" bisik Ferdinand.
Dunia benar- benar sudah hancur bagi Clarissa. Bagaimana mungkin dia harus menyerahkan tubuhnya setiap kali ingin menemui suaminya. Rasanya Clarissa sudah tak sanggup lagi bertahan. Dia memaksa keluar, lalu mendekati Andrew dan mencium bibirnya.
"Maafkan aku Mas," ucapnya lirih.
Ferdinand terbakar api cemburu, melihat Clarissa mencium suaminya. Dia tak rela Clarissa tersentuh lelaki lain. Memang kedengarannya sangat gila, tapi Ferdinand benar-benar tergila-gila pada menantunya itu.
"Pergilah, atau kamu ingin aku memuaskanmu di hadapan Andrew," ancam Ferdinand.
Clarissa langsung berdiri ketakutan, hingga tubuhnya gemetar. Ferdinand kembali mendekatinya. "Jangan lupa Sayang, besok siapkan dirimu sebelum menemui Andrew," goda Ferdinand sambil tersenyum menyeringai.
Clarissa langsung meninggalkan RS, hatinya hancur berantakan. Harga dirinya sudah tak ada lagi. Clarissa tak bisa membayangkan hari esok. Bagaimana jadinya jika dia harus menyerahkan tubuhnya, setiap kali menjenguk suaminya. Wanita itu benar-benar frustasi dan menyerah akan hidupnya. Dia menaiki taksi untuk pulang ke apartemennya. Sampai di lobby, Clarissa berjalan dengan cepat menuju lift. Joe yang baru saja melihat Clarissa berusaha mengejarnya. Sayangnya pintu lift sudah menutup. Joe harus menunggu lift berikutnya.
Didalam kamarnya, Clarissa memasuki kamar mandi. Mengguyur dan menggosok tubuhnya dengan kasar. Clarissa sangat jijik mengingat sentuhan Ferdinand. Berkali-kali dia menggosok tubuhnya sampai lecet. Dengan derai air mata yang mengalir, Clarissa menenggelamkan tubuhnya di bathtub yang terisi air. Bayangan Ferdinand terus menghantuinya, dia merasa Ferdinand sedang menyentuhnya. Clarissa semakin frustasi, dan terperosok dalam keterpurukannya. Dengan tenang diambilnya pisau dapur, dia menggoreskan pisau di pergelangan tangannya. Rasa sakit di tangannya tak ada apa-apanya, dari pada luka dihatinya karena pelecehan yang dilakukan oleh mertuanya. Dengan darah yang mengalir dari tangannya, Clarissa kembali ke buthtub. Ada rasa kelegaan ketika dia berada di ambang kematian.
"Maafkan aku Mas .... " Itulah kata terakhir yang diucapkannya, sebelum tak sadarkan diri.
Joe mengetuk pintu Clarissa berkali-kali, namun tak segera dibuka. Dia mencoba menarik handle pintu, ternyata tidak dikunci. Joe masuk ke dalam apartemen Clarissa, dan memanggil namanya berulang kali. Tetap saja tak ada jawaban. Dia pun semakin mengkhawatirkan wanita itu. Joe mulai memberanikan diri memasuki kamarnya. Tak ada siapapun disana, lalu pandangan Joe mengarah ke kamar mandi. Dan apa yang terjadi tak dapat Joe percaya. Clarissa mencoba mengakhiri hidupnya. Tak cukup dengan menggoreskan pisau pada tangannya, dia membuat dirinya tenggelam dalam buthtub.
"Bangunlah Kak, kasihan janin mu," teriak Joe sambil berlari membawa Clarissa ke RS.
Joe sangat panik melihat keadaan Clarissa. Dia sangat ketakutan, wajah wanita itu sudah sangat pucat. Joe melaju dengan kencang menuju RS terdekat. Untung saja jalanan tak terlalu ramai. Clarissa dapat tertolong walaupun kondisinya sangat lemah. Joe terus menatap wanita yang sudah membuatnya jatuh hati itu. Dia genggam tangan dinginnya yang halus dan lembut.
Ingin rasanya Joe menangisi Clarissa. Melihat keadaannya, Joe sangat terluka. Dia tak rela Clarissa harus pergi darinya. Dengan berurai air mata, Joe menciumi tangan Clarissa. "Cepat bangunlah, aku tak bisa melihatmu seperti ini," ucapnya lirih.
Joe memang telah menyelamatkan Clarissa dan bayinya, namun mungkinkah dia mampu menyelamatkan dirinya. Setiap detik perasaan cintanya terhadap wanita itu semakin besar. Joe semakin terjebak dalam cinta yang rumit. Berulang kali dia coba untuk membunuh perasaannya, namun selalu gagal. Rasa cinta itu telah mengalir di dalam darahnya, sepertinya Joe akan sulit menyelamatkan dirinya sendiri.
Setelah 2 hari dirawat, Clarissa mulai sadar. Dia menatap Joe yang tertidur sambil memeluk tangannya. Clarissa mencoba membangunkan lelaki muda di sampingnya itu.
"Joe... Bangunlah, apa kamu tak lelah tidur seperti itu?" ujar Clarissa sambil menggoyang pundaknya.
Joe yang merasakan ada yang membangunkannya, mulai membuka matanya. Hal pertama yang dilihatnya adalah senyuman indah Clarissa.
"Kakak sudah bangun, syukurlah. Joe sangat mengkhawatirkanmu Kak, kumohon jangan lakukan hal itu lagi. Joe sangat takut kehilangan Kak Clarissa," ucap Joe sambil memeluknya.
Clarissa merasakan sedikit keanehan dengan sikap Joe. "Bukankah ini sikap yang berlebihan, untuk sekedar seorang teman dekat?" tanyanya dalam hati.
"Apa yang membuat Kakak memutuskan mengakhiri hidup?" tanyanya penasaran.
"Jangan terlalu memikirkan aku, maaf sudah merepotkanmu. Harusnya kamu membiarkan aku pergi dari dunia ini," jawab Clarissa dengan wajah yang sangat menyedihkan.
"Aku akan menjagamu apapun yang terjadi. Cepatlah sembuh, setelah itu aku akan mengantarmu menemui suamimu," kata Joe.
Mendengar Joe akan mengantarkan menemui suaminya, Clarissa tak tahu lagi harus melakukan apa. Dia tak mau Ferdinand menginjak harga dirinya. Mungkin sekarang dia harus menyerah untuk menemui suaminya. Daripada Clarissa harus melayani pria bejat yang menjadi mertuanya itu.
"Aku sudah tak sanggup datang menemui suamiku, lebih baik aku mati daripada menyerahkan tubuhku pada pria bejat itu," jawabnya dengan pilu.
"Apa maksud ucapanmu?" Joe semakin tak mengerti mendengar perkataannya.
Clarissa tersenyum miris dengan air mata yang menetes. Walaupun tak ada suara tangisan, Joe yakin wanita itu menangis di dalam hatinya.
"Pria brengsek itu memaksaku untuk melayaninya, setiap kali aku ingin menemui suamiku. Aku lebih memilih mati daripada melayaninya lagi," jawab Clarissa dengan sangat emosi.
Joe terperanjat kaget mendengar jawaban Clarissa. Seorang mertua menginginkan tubuh menantunya, bahkan disaat anaknya yang koma. Benar-benar pria bejat. Pantas saja Clarissa ingin mengakhiri hidupnya. Joe sudah membulatkan tekadnya untuk membantu menyelamatkan Clarissa dan bayinya. Dia akan melakukan apapun agar ibu dan anak itu selamat.
Happy Reading