Clarissa dan Andrew sedang berjalan, menuju ke arah gedung yang tinggi tak jauh dari tempat dimana mobilnya terparkir. Mereka berdua sedang mendatangi kantor A.H Architect, tempat Andrew bekerja. Daripada di rumah tak melakukan apapun, Clarissa lebih memilih menemani suaminya bekerja. Belum juga sampai di ruangannya, mereka berdua dikejutkan dengan kedatangan seorang wanita yang sangat Andrew kenal.
"Selamat pagi Andrew," sapa Nadine sambil memeluk mantan kekasihnya.
Andrew berjalan mundur dan berusaha melepaskan pelukannya. "Lepaskan aku dari pelukanmu," ucapnya dingin.
Sontak saja Nadine merasa telah dipermalukan dengan penolakan Andrew. Nadine seperti telah kehilangan akal sehatnya, mendekati Andrew lalu mencium bibirnya di hadapan Clarissa. "Apakah sekarang kamu mengingat rasanya ciuman dari bibirku?" tanyanya tanpa dosa.
Merasa sudah dilecehkan oleh seseorang dari masa lalunya, Andrew mendorong wanita itu hingga tersungkur di lantai lobby depan perusahaan. Amarahnya mulai tak terkendali dan menakutkan. "Jangan pernah mencoba menyentuhku lagi," ucapnya sangat dingin.
Clarissa hanya melihat perdebatan Andrew dengan seorang wanita yang menggodanya. Mata Clarissa memandang Nadine dengan tatapan penuh tanya. Dia merasa pernah bertemu dengan wanita yang tersungkur dihadapannya. Rasa penasaran telah menguasai pikirannya.
Andrew yang melihat istrinya sedikit melamun, langsung merangkul pundaknya.
"Ayo kita masuk ke ruanganku," katanya pada Clarissa.
Kepergian Andrew bersama wanita cantik di sampingnya, membuat Nadine geram. Kemarahannya sangat besar, dia tak rela Andrew bahagia dengan orang lain. Nadine mengeluarkan beberapa umpatan kotor dari mulutnya. "Lihat saja, aku akan merebut Andrew kembali dalam pelukanku," ucapnya sambil tersenyum menyeringai.
Di dalam kantor Andrew, Clarissa masih penasaran dengan wanita yang dilihatnya tadi. Pikirannya berputar-putar dalam kenangan yang tersimpan di kepalanya. "Mas, mengapa aku merasa pernah melihat wanita yang tadi?" tanyanya dalam kebingungan.
Andrew menghampiri istrinya dan mengecup keningnya. "Mana mungkin kamu mengenalnya, Nadine baru saja kembali dari luar negeri," jawabnya.
"Jadi wanita tadi adalah mantan kekasihmu yang kemarin kamu ceritakan," tutur Clarissa.
Andrew tersenyum menatap wajah Clarissa yang selalu cantik. "Apakah kamu tidak cemburu?" tanyanya.
Clarissa memeluk suaminya dengan sangat erat. "Kecemburuanku tidaklah penting. Yang jelas aku sangat percaya padamu suamiku. Karena aku sangat mencintaimu," jawabnya lirih.
Di sebuah restoran hotel yang mahal, Nadine terlihat duduk menunggu kedatangan seseorang. Dengan gelisah berulangkali dia melihat jam yang melingkar di pergelangan tangannya. Setelah beberapa lama, datanglah seorang pria yang duduk di hadapannya.
"Bagaimana mana rencana kita Nadine?" tanya pria itu.
"Sepertinya akan sangat sulit untuk menaklukkan Andrew. Bahkan sekarang, dia sama sekali tak tergoda dengan tubuhku," jawab Nadine kesal.
"Mungkin kamu kurang agresif menggodanya." Pria itu mencoba meragukan kemampuan Nadine.
Nadine terlihat kesal mendengar kata-kata pria dihadapannya. "Asal Om tahu, aku sudah melakukan hal gila. Bahkan aku sudah memberikan tubuh telanjangku di hadapannya. Andrew masih saja menolak tubuhku yang sangat sexy ini. Om Ferdinand harus mengubah rencana ini," jelas Nadine.
Ternyata Ferdinand sengaja mendatangkan Nadine, mantan kekasih Andrew yang dulu meninggalkannya dengan lelaki lain. Bahkan saat ditinggalkan oleh Nadine, Andrew mengalami depresi yang cukup berat. Dia harus menjalani perawatan di psikiater selama beberapa bulan.
Ferdinand berdiri lalu duduk di samping Nadine. "Sepertinya aku harus mengajarimu cara menaklukkan Andrew dengan tubuhmu itu," bisiknya di telinga Nadine.
Tangan Ferdinand secara lembut masuk ke dalam rok mini milik Nadine. Wanita itu sempat terkejut, dengan perlakuan pria yang menjadi ayah dari mantan kekasihnya itu. Namun beberapa saat kemudian, Nadine mulai menikmati setiap sentuhan lembut dari jari-jari Ferdinand.
"Ahhh .... Om.... " Sekuat tenaga Nadine menahan erangannya.
Nadine meremas pinggiran taplak meja di depannya. Pria disampingnya terus saja memainkan jarinya hingga masuk dalam underwear yang dipakainya. Ferdinand dengan sangat lembut memasukkan jarinya, di lubang antara kedua paha wanita yang sudah bergairah dengan sentuhannya. Di puncak gairah Nadine, pria itu menghentikan sentuhan jarinya. Nadine terlihat frustasi dengan kelakuan Ferdinand, wajahnya sudah merah padam. Pria itu berdiri, seolah akan meninggalkannya.
Nadine menarik tangan Ferdinand dengan tatapan yang menuntut. "Om... jangan tinggalkan aku seperti ini," ucapnya memelas.
Ferdinand tersenyum kemenangan, lalu mendekatkan mulutnya di telinga Nadine.
"Aku tunggu di kamar 301," ucapnya lirih.
Ferdinand berjalan meninggalkan Nadine, yang terlihat frustasi karena hasratnya yang tak terpuaskan. Tanpa pikir panjang Nadine langsung saja menyusul Ferdinand yang lebih dulu meninggalkannya. Sampai di depan kamar 301, tanpa ragu Nadine memasuki kamar itu. Matanya membulat sempurna, melihat Ferdinand yang sudah telanjang tanpa sehelai benangpun yang menutupi tubuh kekarnya. Nadine masih mematung, kemudian berusaha keras untuk menelan ludahnya sendiri.
Ferdinand mengulas senyuman yang sangat menggoda. "Kemarilah, aku akan mengajarimu cara menaklukkan Andrew," ucap Ferdinand sambil menepuk ranjang.
Nadine merasakan kebingungan dalam hatinya. Dia sedikit ragu dengan apa yang akan dilakukannya, bersama pria yang lebih pantas menjadi ayahnya itu. "Tapi Om ... " jawabnya gelisah.
Tak sabar untuk menunggu, Ferdinand justru langsung menghampirinya. Lalu mendorongnya hingga terbaring di atas ranjang berukuran king size itu. Pria itu mulai menciumi Nadine dengan sangat lembut, membuatnya terus melayang. Hingga Nadine tak sadar kalau kemejanya sudah tergeletak di lantai. Ferdinand mulai memainkan bulatan padat di dada Nadine, mengecup, menciuminya dan juga meremas lembut. Membuat Nadine mendesah hingga matanya terpejam. Tak cukup mempermainkan payudaranya, Ferdinand mulai memainkan lidahnya menyusuri seluruh tubuh Nadine. Wanita itu terlalu menikmati setiap sentuhan yang Ferdinand berikan. Sampai tanpa disadarinya, Nadine sudah membuka kedua pahanya. Seolah mempersilahkan Ferdinand untuk memasukinya. Dengan pelan Ferdinand sengaja mempermainkan daerah sensitif itu dengan lidahnya. Nadine mengerang dan mengeluarkan desahan yang sangat menggairahkan. "Cepat masuk, Om Nadine sudah tak tahan lagi," desahnya memohon.
Ferdinand tersenyum senang, mendengar wanita yang sudah tak berdaya memohon untuk dipuaskan. Tanpa memakai pengaman, Ferdinand melesatkan senjatanya ke dalam lubang kenikmatan Nadine. Dengan sangat kasar Ferdinand menghujam kewanitaan Nadine. Wanita itu menjerit kesakitan sekaligus kenikmatan di waktu yang bersamaan. Hingga kedua tubuh bergetar hebat dalam penyatuan mereka.
Ferdinand tak puas hanya melakukan 1 ronde. Dengan sedikit paksaan, Ferdinand memaksa Nadine melayaninya sampai hari sudah pagi. Entah sudah berapa kali Ferdinand menumpahkan cairan kenikmatannya di rahim Nadine. Tak mampu menolak, Nadine menuruti kemauan pria yang seumuran dengan papanya itu. Walaupun Ferdinand sangat kasar, justru Nadine tambah bergairah. Justru Nadine merasa terpuaskan dengan permainan Ferdinand, daripada tunangannya yang masih di luar negeri.
Ferdinand sedikit merasa puas dengan percintaannya bersama Nadine. Walaupun hanya Clarissa yang benar-benar mampu memuaskan semua hasratnya. Jepitan liang kenikmatan Clarissa terlalu luar biasa, hingga Ferdinand tak mampu melupakannya.
Happy Reading