Clarissa termenung sendirian di dalam rumah yang dulu dikontraknya. Sudah berjam-jam dia menangis tanpa suara. Derai air mata seolah tak berhenti mengalir. Rasanya terluka, kecewa dan menyedihkan. Pikirannya melayang entah terbang kemana. Ingin rasanya Clarissa menjerit sekeras-kerasnya melepaskan kekesalan di dalam hatinya. Sebuah bayangan muncul di pelupuk matanya. Bayangan tentang seorang wanita yang duduk di pangkuan Suaminya. Clarissa menjerit di dalam hatinya. Rasa cintanya yang terlalu dalam, justru membuatnya semakin terjebak dalam luka hati yang terdalam.
Lelah menangis dalam kesendiriannya, Clarissa merasakan cacing di perutnya mulai memberontak. Dia berjalan menyusuri jalanan di sekitar rumahnya. Clarissa berhenti di minimarket, membeli semangkuk mie instan dan menyeduhnya seketika itu juga. Clarissa duduk di bangku depan minimarket. Setelah beberapa lama, dia mulai memakan mie yang tadi sudah dibelinya. Entah kenapa tak ada angin tak ada hujan, tiba-tiba saja Clarissa tersedak makanannya sendiri. Seseorang datang dari arah belakang tempatnya duduk.
"Minumlah ini." Suara seorang lelaki memberikan air minum botol di mejanya.
Tanpa melihat siapa yang dibelakangnya, Clarissa langsung saja meminum minuman itu. Kemudian saat menoleh ke belakang, Clarissa sangat terkejut dan wajahnya mendadak memucat.
"Om Ferdinand," ucapnya dengan gemetar.
"Kalau anak kurang ajar itu tidak bisa memberikan hidup yang layak kepadamu, lebih baik kembalilah padaku." Ferdinand mengatakannya tanpa rasa bersalah apapun.
"Aku baik-baik saja," jawab Clarissa tegas.
"Lihatlah dirimu sekarang. Penampilanmu berantakan, wajahmu terlihat menyedihkan," kata Ferdinand dengan tatapan yang dingin.
Clarissa semakin ketakutan mendengarkan Ferdinand yang memprovokasi dirinya. Dia pun langsung beranjak keluar, dan berjalan secepat yang dia bisa. Clarissa melewati jalanan depan ruko yang sangat sepi. Dia setengah berlari semakin cepat, hingga tanpa disadarinya Ferdinand sudah menyusulnya dan menarik tangannya.
"Lepaskan aku Om." Teriak Clarissa dengan ketakutan.
"Apa kamu tak merindukanku?" tanya Ferdinand dengan tatapan yang mengerikan.
"Tidak akan," sahut Clarissa tanpa keraguan sedikit pun.
Mendengar jawaban Clarissa, Ferdinand menjadi kesal lalu menciumnya dengan paksa. Clarissa berteriak meminta tolong, namun tak seorang pun yang melewati depan ruko malam itu. Clarissa menangis dan menjerit berusaha melepaskan diri dari Ferdinand. Ferdinand semakin menciumnya dengan kasarnya. Hingga sebuah mobil sport mewah yang cukup mahal berhenti tidak jauh dari sana. Seorang pemuda yang tampan keluar dari mobilnya.
"Lepaskan wanita itu," teriak pemuda yang baru datang.
"Jangan mencampuri urusanku," ucap Ferdinand geram.
" Kalau anda tak melepaskannya, aku akan memanggil polisi." Pemuda itu terlihat mengeluarkan ponselnya.
Ferdinand dengan terpaksa melepaskan Clarissa, wanita itu pun langsung berlari menjauhi Ferdinand.
"Apa Kakak baik-baik saja?" tanya pemuda itu pada Clarissa.
Clarissa tak menjawab, hanya menganggukkan kepalanya. Melihat pemandangan itu Ferdinand semakin mengamuk, berusaha menarik Clarissa dari belakang pemuda itu.
"Jangan menyentuhnya, atau anda benar-benar ingin aku memanggil polisi?" Pemuda itu sedikit emosi menatap Ferdinand.
Pemuda itu membawa Clarissa memasuki mobil, dan melajukannya meninggalkan Ferdinand yang masih terpaku menatap kepergian Clarissa. Setelah 20 menit perjalanan, mobil itu berhenti di sebuah villa di pinggiran kota Jogja.
"Turunlah Kak, ini adalah Villa keluargaku. Oh ya ... Namaku Jonathan, kakak bisa memanggilku Joe." Ucapannya terdengar ramah dan sangat lembut.
"Aku Clarissa," jawabnya lirih.
"Malam ini, Kak Clarissa bisa tinggal disini dulu. Besok aku akan mengantarkan Kakak pulang." Joe tersenyum menatap wanita cantik yang terlihat sedikit kacau itu.
"Terimakasih Joe atas semua bantuanmu." Clarissa mencoba mengulas sebuah senyuman yang tulus.
Malam itu pun Clarissa menginap di villa itu. Suasana villa sangat sepi, dan juga tenang. Saat Clarissa sedang tiduran di ranjang salah satu kamar, terdengar suara mobil Joe meninggalkan villa. Tak ingin memikirkannya, Clarissa memejamkan matanya, hingga benar-benar tertidur.
Pagi hari ketika terbangun, Clarissa mendengar suara berisik dari luar kamarnya. Clarissa menuruni tangga villa itu, terlihat di dapur Joe sedang sibuk dengan masakannya.
"Apa aku bisa membantumu?" tanya Clarissa.
"Ini sudah selesai Kak," jawabnya dengan senyuman yang menghiasi bibirnya.
Joe menyiapkan 2 piring nasi goreng lengkap dengan telur ceplok di atasnya.
"Selamat menikmati." Sebuah senyuman kembali merekah di wajah tampannya.
"Terimakasih Joe. Aku tak tahu bagaimana aku membalas kebaikanmu." Clarissa sedikit sungkan dengan semua kebaikan yang diterimanya.
"Cukuplah jadi Kakak Perempuanku. Sebenarnya aku sangat merindukan kakak perempuanku satu-satunya. Tapi sayangnya, dia tak pernah peduli denganku, bahkan sangat membenciku. Tak sekalipun dia mengunjungi aku dan keluargaku." Ekspresi Joe berubah sedih, entah dia sadar atau tidak air matanya menetes di pipinya.
Clarissa mendekatinya dan memeluknya.
"Aku akan menjadi Kakakmu, jadi jangan bersedih lagi," ucapnya sambil mengelus kepala Joe.
"Terimakasih Kak. Andai Kak Clarissa benar-benar kakak kandungku, aku pasti sangat bahagia. Pakailah baju gantimu Kak, ini masih baru kok. Dulu aku sengaja ingin memberikan pada kakakku, namun dia sudah menolak sebelum melihatnya." Joe memberikan sebuah paper bag berisi baju pada Clarissa.
Setelah sarapan Joe masuk ke kamarnya, kemudian dia keluar lagi dengan seragam SMA yang melekat di tubuhnya. Clarissa tersenyum menatap Joe yang terlihat tampan dengan seragamnya.
"Joe ... Kamu terlihat lebih tampan dengan seragam itu." Clarissa tersenyum memandangi lelaki yang semalam sudah menolongnya.
"Kak, aku berangkat dulu. Nanti sepulang sekolah aku langsung mengantarmu." Joe pun keluar dan suara mobil terdengar meninggalkan villa.
Clarissa kembali memasuki kamar yang tadi. Dia membersihkan dirinya, dan memakai pakaian yang dibawakan oleh Joe.
"Selera Joe lumayan juga," gumamnya sambil tersenyum berdiri memutar di depan kaca.
Clarissa berjalan mengelilingi taman di luar villa. Pemandangan yang indah, udara yang bersih dan langit yang sangat cerah menyambut pagi ini. Terlihat berbagai bunga bermekaran berwarna-warni.
"Sungguh sangat indah," ucapnya dalam hati.
Tak jauh dari tempatnya berdiri, terlihat seorang ibu-ibu sedang membersihkan taman bunga.
"Selamat pagi, Bu. Apa ada yang bisa saya bantu?" tanya Clarissa pada ibu itu.
"Non Clarissa sangat cantik ya ... Pantas Tuan Muda Joe begitu baik pada Nona." Ibu itu tersenyum kagum dengan kecantikan Clarissa.
"Ibu bisa saja. Memangnya Joe itu seperti apa, Bu?" tanya Clarissa penasaran.
"Tuan Muda Joe itu tidak terlalu dekat dengan siapapun. Nona adalah wanita pertama yang di ajaknya ke villa ini. Biasanya Tuan Muda Joe tidak pernah membiarkan orang asing masuk ke villa pribadinya tanpa seijinnya. Tadi pagi Ibu juga terkejut, saat Tuan Muda bilang Non Clarissa menginap disini. Dulunya Tuan Muda anak yang hangat dan perhatian, tapi Nona Muda sering bersikap kasar terhadapnya. Sekarang dia menjadi lelaki dingin dan pendiam." jelasnya panjang lebar tentang Jonathan.
Mendengar semua cerita itu Clarissa jadi merasa kasihan terhadap Joe. Dia tak menyangka lelaki yang sudah menolongnya, memiliki kenangan buruk tentang saudara yang sangat disayanginya. Tapi mengapa Joe bahkan rela menolongnya dan membiarkan Clarissa tinggal di villa pribadinya.
Happy Reading