"Mama, aku benci Sasuke Uchiha dia bukan ayahku." Sakura membulatkan mata terkejut.
Sakura menatap sendu kearah Sarada. Sarada hanya diam menatap tegas penuh benci, ke arah layar televisi.
.
.
Chapter 22
.
(Papa)
.
Sakura melihat kearah luar mini market ditempat dia bekerja. Terlihat jelas dari balik kaca jendela mini market, salju mulai turun dimalam hari dan menandakan musim dingin telah tiba menunjukkan kehadirannya.
"Cepat sekali waktu berlalu.."
Sakura masih memikirkan yang dikatakan oleh Sarada, putri kesayangannya yang selalu menjadi salah satu semangat hidupnya saat dia mulai terpuruk dalam kegelapan masa lalu.
'Semoga putriku mau menerima Sasuke,' kata batin Sakura. Dia melanjutkan pekerjaan di mini market.
Salju turun dari satu menjadi puluhan dan ribuan bahkan tak terhitung jumblahnya, butiran salju yang turun ke bumi mendarat ke tanah kota Konoha.
Semua penduduk kota itu menyambut penuh bahagia dan suka, namun tidak untuk gadis yang mendekati remaja yang kini sedang melihat salju yang turun dari balik kaca jendela rumahnya.
'Kenapa Mama tidak libur. Mengesalkan sekali.' Sarada membatin kesal.
"Sara, apa kau tidak ingin jalan-jalan? Paman akan mengajakmu ketempat yang bagus kalau kau mau?"
Sai yang berdiri disebelah Sarada, terus memperhatikan Sarada yang sejak tadi hanya melamun.
"Tempat seperti apa?"
Sarada menoleh kearah Sai, yang kini sedang menunjukkan senyum ramah tamahnya.
"Tempat spesial," jawab Sai.
Sarada hanya menatap Sai penuh tanda tanya dan penasaran saat Sai mengucapkan kata,'Spesial?'
"Aku malas paman," jawab Sarada.
"Malas?" Sai bertanya.
"Sara, apa kau masih membenci ayahmu? Yang paman hormati?" tanya Sai dengan nada suara yang terdengar ramah.
Sarada langsung menatap tegas kearah Sai.
"Iya! Aku membenci orang itu! Dia sangat jahat pada Mama dan aku, sangat-sangat membencinya!!"
"Sara, sejahat-jahatnya seseorang pasti akan berubah jika mereka memilih untuk berubah. Menurut Sara, apa paman ini orang yang baik?"
Sai menunjuk kearah wajahnya sendiri sambil menunjukkan senyum khasnya.
"Paman orang baik berbeda dengan dia!"
"Mm.. Jadi Sara, menilai paman sebagai orang yang baik?"
"Iya menurutku begitu," jawab Sarada.
Sai melihat kearah jendela.
"Paman bukanlah orang yang baik sampai kapanpun mungkin dinilai baik itu terlalu berlebihan."
Sarada memperhatikan ekspresi sendu Sai.
"Maksud paman apa?"
"Paman ini lebih jahat dari tuanku.
Bahkan iblis sekalipun," ucap Sai.
"Itukan hanya masalalu paman. Aku melihat seseorang yang sekarang bukan yang dul-."
"Apa itu berlaku juga untuk tuanku?"
Sarada langsung terdiam saat Sai menyahut kata-kata Sarada.
Sai mulai melangkah kearah sofa.
"Sara, bagaimanapun juga tuanku adalah ayahmu.
Papa harus ada Mama begitu juga sebaliknyakan?"
Sarada hanya melamun sambil menyetuh kaca jendela dengan jari telunjuk tangan kanannya.
"Mm.. Papa.."
Sai hanya tersenyum mulai menyamankan duduknya di sofa.
'Sebenarnya dia merindukan sosok ayah,' kata batin Sai.
"Dia tidak pantas menjadi Papa.."
Sai hanya menopang dagu dengan telapak tangan kanannya diiringi senyuman.
"Sara, kemarilah paman ingin bertanya padamu."
Sarada menoleh kearah Sai.
Sai memperhati ekspresi sedih yang coba Sarada sembunyikan. Sarada mulai melangkahkan kaki untuk mendekat ke arah Sai.
Sarada ikut duduk dan bersandar di sofa sesekali dia menghela nafas yang terdengar seakan dipaksa.
"Apa Sara, tidak ingin seperti yanglain? Memiliki keluarga yang utuh, maksud paman adanya Papa dan Mama seperti yanglain?"
"Mama sudah cukup," jawab Sarada.
"Paman sudah bertanya pertanyaan yang sama. Percuma paman mengulang aku tetap memilih yang sama."
"Paman kira kau lupa.. Saat di taman bermain waktu itu, paman ingat Sara terus memperhatikan kedua orangtua yang bersamaan anaknya."
"Yang jadi objekan hanya it-."
"Benarkah?" Sai menyahut.
Sai dan Sarada terus berbicara banyak hal dan tidak membahas tentang Sasuke lagi hingga larut malam. Sai memutuskan untuk menjemput Sakura, karena mendekati waktu untuk menutup mini market.
Saat Sai sampai ditempat kerja Sakura. Sai memperhatikan mobil yang tidak asing baginya, Sai menghentikan mobil di tepi jalan lalu dia turun dari mobil lantas menghampiri seseorang yang berdiri didekat mobil itu.
"Tuan.."
Sosok Sasuke Uchiha yang sering dipanggil tuan oleh Sai, hanya menunjukkan senyumnya.
"Bagaimana kabarmu hari ini Sai? Apa Sara, sudah tidur?"
"Iya sudah, tuan."
Sasuke meminta supir pribadinya untuk kembali kekediamannya.
"Tuan, ingin menginap?"
"Begitulah apa kira-kira putriku akan marah?"
"Mungkin nona muda akan marah," jawab Sai.
"Hnn.."
"Terkadang aku berpikir kalau dia terlalu baik untukku."
Sai mengikuti arah pandangan Sasuke yang tertuju ke kaca jendela mini market.
"Menurut saya tuan, pantas mendapatkan yang terbaik. Seseorang yang baik akan mendapatkan yang lebih baik itulah sebuah takdir dunia dan imbalan dari Kami-sama, sang penulis takdir."
Sasuke hanya tersenyum dalam diamnya. Sakura menutup mini marketnya diringi senyum bahagia yang terlukis dari paras cantiknya.
Dia terlihat senang karena melihat siapa yang menunggunya malam ini. Langkah yang terburu terlihat tidak bisa disembunyikan rasa bahagiapun mengikuti disetiap langkahnya.
"Apa hari ini melelahkan?"
Sakura menunjukkan senyumnya.
"Sedikit," jawab Sakura saat Sasuke bertanya.
Sai hanya menunjukkan senyum sambil memperhatikan sepasang kekasih yang dia hormati.
"Malam ini saya, beruntung sekali bisa mengantar tuan dan nyonya," ucapan Sai membuat Sakura menahan tawanya.
"Dasar kau kenapa bicara sekaku itu, Sai?"
"Malam ini aku akan menginap," ucap Sasuke tiba-tiba.
"Me, menginap?" tanya Sakura.
Sai membuka pintu mobil.
"Tuan dan nyonya besar Uchiha. Saya akan mengantar anda sampai tuj-."
"Sai! Bersikaplah yang biasa saja kau membuatku malu," ucap Sakura memprotes.
Mereka bertiga memutuskan kembali kekediaman Sakura. Sakura sempat ragu untuk mengiyakan permintaan Sasuke tapi, Sai menyakinkan Sakura bahwa semua akan baik-baik saja.
Salju yang turun membuat suasa canggung didalam mobil sangatlah terasa. Sai tetap fokus menyetir kemudinya.
Sasuke tiba-tiba membimbing agar Sakura mendekat dan memeluknya.
"Sa, Sasuke, aa, ada Sai," ucap Sakura terdengar pelan dan gugup.
"Anggap saja saya ini tidak."
"Hah?! Kau bicara apa?"
"Hnn.. Kau mendengar ucapan Sai? Anggap dia tidak ada."
"Ta, tapi itu tidak mungkin.. Mmphh.."
Sai tetap menyetir kemudinya dan pura-pura tidak melihat kedua majikanya sedang berciuman malah dia, bersiul pelan dan menikmati indahnya salju yang turun dimalam itu dari balik kaca mobil.
.
.
Note : eak kissu, hahahaha....
NEXT
Chapter 23
(Pagi yang berbeda dan awal yang baru)