Kelelawar yang bergantung terbalik di ranting pohon itu mengepakkan sayapnya menukik ke bawah, bayangan hitam kekuningan muncul dari tubuh kelelawar itu dan membentuk seorang gadis muda yang memakai pakaian laki-laki, Thomas terhenyak dengan kaget.
Dia adalah Alita.
Alita adalah adik tiri dari Pangeran Andreas, ia terlahir dari seorang ayah yang berasal dari ras vampir, sehingga ia mewarisi sebagian besar gen vampir di dalam darahnya, kulitnya putih pucat, rambutnya hitam dan ia potong menyerupai potongan laki-laki, bibirnya dipoles dengan warna merah menyala. Matanya berwarna kuning keemasan, terlihat sayu seperti orang yang kurang tidur.
Alita lebih dekat dengan bibinya yang berasal dari ras vampir dibandingkan dengan ibu dan kakaknya yang berasal dari manusia, hubungan mereka tidak pernah baik.
Vampir selalu dikenal dengan sikap dingin dan acuhnya, begitu pula dengan Alita. Ia tidak suka dengan segala hal yang berbau kerajaan, tidak tahan mengikuti segala macam tingkah bangsawan, ia tidak suka ada banyak pelayan di kamarnya, ia tidak suka dilayani saat ia makan, ia suka ketenangan, kastil dingin dan gelap, berdiam diri dengan tumpukan rak buku ditemani cahaya lilin atau duduk sambil menatap rintik hujan dari balik jendela kacanya.
Satu manusia yang dekat dengannya, hanya Thomas. Laki-laki yang lebih tua darinya dua tahun itu menyelamatkannya dari pesta makan malam yang membosankan antar keluarga kerajaan, sejak itu Alita selalu mencoba mendekati Thomas. Namun, laki-laki itu terlalu bersinar, ia selalu sibuk dari matahari naik dan turun, tidak punya waktu untuk berbicara dengan Alita, gadis itu perlahan-lahan menyerah dan kembali ke kastil dinginnya.
Hingga suatu hari ia mendengar kematian Ratu Dwizella, ia kaget dan bingung harus melakukan apa, ingin datang dan menghibur tetapi ia tidak berani. Hinga berita lainnya muncul, Putri Tiersa dikirim ke rumah bordill pun, Alita tetap diam di kastilnya, menutup mata dan telinga atas apa yang terjadi karena perbuatan ibunya.
Hingga ia melihat dengan mata kepalanya sendiri Thomas dikutuk oleh penyihir putih, jeritan kesakitan itu tidak pernah ia lupakan hingga saat ini, ia melewati malam-malam dengan penuh rasa bersalah dan ketakutan, saat Thomas menghilang ia merasa lega sekaligus khawatir.
Untuk terakhir kalinya dalam hidup laki-laki itu, ia ingin bersamanya. Alita mencarinya ke segala penjuru negeri hingga ia mendatangi satu persatu desa, sampai di tempat ini, hatinya menghangat, ia bertemu Thomas.
"Kau mengingatku!" Alita berseru riang, pipinya yang pucat itu dihiasi semburat merah muda, ia berjongkok dan memeluk Thomas.
Para kurcaci yang berada di sekitar Thomas mendongak dengan pandangan bertanya, Thomas melirik ke langit, Harpy mulai menjauh satu persatu ke arah lain, ia menghela napas lega. Sepertinya Alita tidak masihlah memiliki hubungan yang kurang baik dengan Andreas, ia hampir saja mengira jika Alita datang untuk menangkapnya seperti yang Gail lakukan kemarin, itu benar-benar mengerikan.
"Maaf, aku … aku … terlalu bersemangat," ujar Alita dengan gugup, ia menggaruk rambutnya yang pendek itu, tersipu malu. Thomas terkekeh pelan.
"Kau mencariku?" Thomas bertanya dengan lembut, ia menyentuh telapak tangan Alita yang sedingin es, bocah tersentak pelan, tidak pernah terbiasa dengan dinginnya kulit gadis itu.
"Tentu saja," ucap Alita dengan pipi semerah tomat, ia melirik ke sana kemari dengan kikuk.
kurcaci bertopi biru menggoyang-goyangkan tangan Thomas, matanya yang besar itu berkedip-kedip dengan lucu.
"Nona penyihir …."
"Oh, ada apa dengan Iris?" Tanya Thomas dengan ramah, Alita mengerutkan keningnya, ia tidak suka jika perhatian Thomas teralih darinya.
"Dia mencariku?" Thomas menunjuk dirinya sendiri, kurcaci itu mengangguk-angguk tanpa kata, Thomas mendongak ke arah Alita.
"Ayo," kata Thomas sambil menggamit tangan gadis vampir itu, Alita mengikutinya dengan wajah tidak senang, ia mencebikkan bibirnya dan alisnya saling bertaut.
Mereka sampai di rumah Putri Salju, sang putri entah dimana ia tidak terlihat dimanapun, hanya Iris yang duduk di atas ranjang bersama dengan Morgan, manusia serigala itu tengah memakan apel yang dikupas Putri Salju dengan lahap.
"Tomy!" Iris berseru ketika Thomas melangkah masuk, senyum di wajahnya tiba-tiba luntur ketika melihat sosok dingin dibelakang Thomas.
Gadis berambut pendek yang penampilannya hampir menyerupai laki-laki menatapnya dengan dingin, Iris merasakan suhu ruangan tiba-tiba berubah drastis, ia mengusap lengannya.
"Siapa kau?!" Iris bangkit berdiri dengan mata nyalang, Morgan menjatuhkan piringnya ke lantai, segera ia menoleh ke arah Alita, hawa kebencian langsung menguar dari tubuhnya, matanya memicing.
Thomas merentangkan tangannya melindungi Alita yang tubuhnya lebih besar darinya, ia baru saja sadar jika manusia serigala dan vampir sejak dulu memang tidak pernah akur, mereka tidak bisa hidup berdampingan satu sama lain.
"Tenanglah, dia adikku." Thomas berseru dengan panik, keringat dingin mengalir dipelipisnya, ia tiba-tiba saja merasa dadanya berdegup kencang karena takut kemarahan Iris dan Morgan.
Morgan segera mencibir dengan mata melotot. "Jangan bohong, dari hidungnya saja terlihat kalau dia vampir!"
Alita mengendus, hidungnya bergerak-gerak, ia berkacak pinggang dan menatap Morgan dengn angkuh. Iris buru-buru duduk kembali ke ranjang, ia merasakan tubuhnya masih lemas dan kepalanya masih pusing.
"kau istrahat saja," ucap Morgan sok bijak, ia berbalik menatap Thomas menuntut penjelasan.
"Dia adik sepupu," sahut Thomas dengan ragu, suaranya pelan dan mencicit, seperti bocah yang takut dimarahi ayahnya, lalu ia mendongak menatap Alita yang balas tersipu padanya, lalu mengangguk. "Dia baik kok."
"Sulit dipercaya." Morgan membuang muka dan mengambil piring yang terjatuh di kakinya, ia menghela napas berat, tampaknya kadar otak Thomas sudah semakin berkurang, Morgan khawatir jika gadis vampir ini akan menjadi bumerang bagi mereka, ia tidak bisa percaya begitu saja.
"Aku benar-benar adik sepupu Thomas. Namaku Alita, dari ras vampir." Alita buka suara, ia tidak tahan dengan pelototan mata Morgan yang semakin menjadi-jadi padanya.
Morgan mendengus, jelas ia tidak senang dengan keberadaan Alita, ditambah kedua ras tidak pernah akur, perkenalan itu seolah menjadi penegasan kalau si gadis vampir akan bergabung dengan mereka. Sedangkan Iris hanya tersenyum dengan paksa, ia melambaikan tangannya.
"Aku Iris, dia Morgan."
"Halo … senang bertemu dengan kalian," balas Alita dengan kikuk, ia jarang berkomunikasi dengan orang lain secara langsung, ia bingung harus menjawab apa dan bagaimana, Alita menjadi gugup dan malu.
Iris memperhatikan tingkah malu-malu Alita, matanya menyipit, sama seperti Morgan ia tidak terlalu senang dengan keberadaan Alita, Iris hanya berharap semoga gadis vampir ini tidak membawa masalah untuk mereka, Iris akan mengawasinya sampai ia benar-benar yakin jika Alita adalah orang baik seperti apa yang Thomas katakan.