Semburat cahaya matahari muncul dari kejauhan, langit perlahan-lahan mulai berubah menjadi cerah menyambut pagi, air yang pasang mulai surut. Bunyi burung-burung bersahut-sahutan memeriahkan suasana pagi.
"Berapa lama kau bisa bertahan dengan wujud aslimu?" Miguel melangkah di atas udara dengan bantuan dinding putih transparan itu, seringai di wajahnya terlihat aneh.
Thomas tidak menyahut, matanya menatap nyalang. Jantungnya berdetak cepat, suhu tubuhnya perlahan-lahan naik, ia merasa panas dan terbakar.
Miguel secepat kilat sudah berada di depan Thomas, ia mengulurkan tangannya hendak menyentuh kepala Thomas, laki-laki itu dengan cepat mengayunkan pedang peraknya, ia melompat sambil membawa Iris ke pelukannya.
Miguel terkekeh, ketika Thomas berkedip, penyihir agung itu menjambak rambutnya, tangannya itu sudah melingkupi dahinya, ia terseret jauh beberapa langkah, tubuh Iris terlepas dari genggamannya.
Pedang perak bergetar, lepas dari tuannya, seolah memiliki kesadaran sendiri, melayang ke arah penyihir putih, namun serangannya itu terpantul oleh dinding tipis yang melindungi sang penyihir agung, pedang perak jatuh ke pasir.
"Walau kau bisa kembali, kutukanku masih ada di tubuhmu."
Miguel memegang dahi Thomas dan merapal mantra, laki-laki itu menjerit keras,rasa sakit yang pernah ia rasakan kembali terulang, dahinya di tekan, terasa sangat panas membara, nyeri hebat menyerang kepala sampai ke punggungnya, tulang-tulangnya serasa ditarik dari tempatnya, kuku-kukunya menggaruk pasir, rasanya sangat sakit seakan-akan jiwanya disedot paksa, seperti akan mati.
Teriakan nyaring Thomas itu tidak hanya membuat pagi yang cerah itu gempar, burung-burung kecil mengepak menjauh pergi, Alita dan Morgan yang sedang mencari keberadaan mereka saling pandang dan langsung berlari.
"Thomas!" Alita berteriak dari kejauhan, bajunya penuh koyakan di sana-sini, ia mengepakkan sayap kelelawarnya mendekat ke arah Thomas dan Miguel, ia menatap laki-laki itu tanpa berkedip, mulutnya menggeram marah.
Morgan muncul setelahnya dengan wujud serigalanya, ia melolong dan menatap penyihir putih sambil memamerkan giginya yang tajam, ada noda darah di bulunya yang berwarna abu-abu.
Alita melesat ke arah Miguel dengan cakar-cakar di tangannya, Miguel terlalu fokus pada Thomas, ia tersentak dan ia melepaskan Thomas, ia mundur beberapa langkah.
"Vampir?" Kening sang penyihir agung itu berkerut, melihat sosok vampir yang berdiri tegak menantangnya, mata itu terlihat tidak gentar sama sekali.
Gadis vampir itu membentangkan sayap hitamnya, ia mengangkat dagunya dengan angkuh.
"Putri sang Ratu? Kau mengkhianati ibu dan kakakmu sendiri?" Miguel berdiri dengan tegap, balas memandang rendah Alita.
Ia sekarang tahu darimana sikap angkuh gadis vampir ini berasal, tidak ada yang bisa lebih angkuh kecuali Ratu Valerie dan keturunannya.
Thomas jatuh terkulai ke pasir tanpa daya, tubuhnya perlahan-lahan mengecil, rambutnya yang hitam kembali putih, tangannya yang kecil itu gemetar menahan amarah.
Alita yang melihat perubahan Thomas, ia mendengus. "Aku lebih memilih berkhianat daripada bersama dengan seseorang yang tidak pernah menganggapku ada."
Penyihir agung itu mengangguk dengan tenang, sudah menjadi rahasia umum jika sang putri tidak pernah terlibat dalam urusan kerajaan, bahkan untuk mendengar namanya disebut oleh sang ratu pun hanya bisa dihitung dengan jari.
Morgan tidak peduli dengan penyihir putih itu, baginya sudah cukup si gadis vampir yang menghadapinya, lagipula ia tidak merasakan hawa mengancam dari Miguel sekarang, ia lebih memilih mendekat ke arah Iris, ia mengendus tubuh sang penyihir itu, menjilat luka-lukanya dengan hati-hati, raut sedih terlihat jelas di wajah serigala itu.
Miguel menatap Thomas dan Alita bergantian, ia memejamkan matanya, dengan kekuatannya ia bisa saja menghabisi mereka berempat dalam sekali serang, namun ia urung. Ada sesuatu yang lebih penting yang harus ia lakukan saat ini sekarang.
"Aku akan memberimu waktu sedikit lagi," ucap Miguel sambil melilit tangannya dengan kain, ia menatap Thomas yang masih terkulai di pasir menahan rasa sakit. "Pastikan kau tetap hidup hingga hari itu tiba."
Dinding putih transparan itu menyelimuti sang penyihir agung, membentuk kabut putih, dan menghilang bersamaan dengan menghilangnya tubuh Miguel yang tertiup angin.
Angin berhembus pelan, sesaat mereka berempat saling diam, sibuk dengan pikiran masing-masing, ombak berdebur menerpa kaki-kaki mereka, Alita menghela napas lega dan jatuh terduduk.
Morgan mengubah tubuhnya kembali menjadi manusia, ia menggendong Iris yang masih kehilangan kesadaran, kakinya menendang kaki Thomas. "Bocah, kau masih hidup?"
Napas Thomas masih memburu, ia dengan susah payah mendudukkan dirinya kembali, wajahnya semakin pucat. "Aku pikir aku masih hidup."
Alita menangkup pipi Thomas dengan sedih, ia menghela napas lega ketika melihat kedua mata Thomas masih tetap biru seperti laut dalam. Thomas masih dapat melihatnya.
Thomas tersenyum dengan bibirnya yang pucat, ia tidak tahu harus bersyukur atau tidak atas keadaannya sekarang, ia masih hidup dan masih bisa melanjutkan mencari batu pematah kutukan itu, ia juga mungkin bisa menyelamatkan kakaknya dari rumah bordil nanti.
Thomas hanya berharap.
"Apa yang terjadi dengan Andreas?" Tanya Thomas sambil mendongak menatap Morgan.
Morgan mendengus kesal, ia dan Alita saling pandang. "Dia dibawa kabur oleh bala bantuannya, para Harpy yang lain."
Morgan masih ingat dengan jelas ketika ia sedikit lagi berhasil mengoyak sayap Kyle, Harpy lain datang dan menyambarnya, mencakarnya dengan kuku-kukunya secara berkelompok, Morgan tidak punya pilihan selain lari ke arah Alita dan menyeret gadis vampir itu pergi.
Alita menghilangkan sayap dari punggungnya, ia mengusap bajunya yang koyak di sana-sini, lalu berdiri dengan pelan.
"Kupikir kita harus mencari tempat beristirahat," usulnya sambil menatap sekeliling, yang ada di dekat mereka ini hanyalah pasir pantai yang putih bersih serta air laut yang biru, pohon kelapa melambai-lambai tertiup angin.
Iris masih kehilangan kesadaran dan berada dalam dekapan Morgan, manusia serigala itu terlihat tidak akan melepasnya.
"Apa Iris baik-baik saja?" Tanya Thomas setelah berhasil berdiri dengan susah payah.
"Dia baik, luka luarnya telah sembuh berkatku," sahut Morgan bangga, ia menaik turunkan alisnya pada Thomas.
Bocah itu mendengus, ia membuang muka, Alita berdecak sebal karena perkataannya tidak ditanggapi dua laki-laki ini, ia mendelik ke arah Morgan.
Morgan mengangguk pelan, ia memicingkan matanya ketika melihat sebuah pohon besar di dekat batu karang dari kejauhan. "Kita kesana."
"Oke." Thomas mengikuti langkah Morgan dengan langkah tertatih, efek kutukan penyihir putih itu masih sangat terasa di seluruh tubuhnya, sakit dan nyeri.
"Apa perlu kubantu?" Alita membungkuk sedikit, ia menatap Thomas dengan khawatir, gadis vampir itu mengulurkan tangannya.
"Pft!" Morgan hampir tertawa, namun segera ia tahan, ia melirik Thomas dengan pandangan mengejek.
Thomas mengerti arti pandangan Morgan, kedua tangannya melengkung, ia mendesis dengan kesal. "Tidak!"
Alita terkekeh pelan, ia mengusap rambut putih Thomas pelan. "Oke, aku tidak memaksa."