TRAK!
Bunyi keras terdengar dari dalam ruangan, cahaya lilin yang tadi bersinar di dalam bangunan putih mendadak padam secara serentak, api unggun yang menyala membakar pun ikut padam seakan-akan ada air yang menimpanya.
Semua orang yang berada di sekitar kereta itu langsung menoleh, Elf berambut panjang tadi langsung melompat dan melirik jendela untuk memeriksa Thomas.
Ia memicingkan matanya, orang yang tadi meringkuk dengan menyedihkan itu kini telah lenyap, hanya menyisakan sisa-sisa rantai yang bergelimpangan di lantai.
"Dia menghilang!" Elf itu berseru, semua orang langsung memasang posisi waspada.
"Tidak mungkin," kata Eros tidak percaya, ia membuka pintu dan masuk ke dalam rumah bersama beberapa prajurit lainnya, memang benar mereka tidak menemukan seorang pun disana. "Aku yakin aku telah mengikatnya dengan erat."
Suasana seketika menjadi hening, meski yang mereka ikat dan kurung ini berwujud anak-anak, tapi tetap saja orang itu adalah orang dewasa dan ia adalah seorang pangeran yang pernah memimpin pasukan, bukan tidak mungkin ia sengaja terlihat lemah dan menipu mereka semua.
"Sial, kita seharusnya tidak menganggap remeh!"
"Semuanya, harap waspada!"
Para prajurit perbatasan langsung menatap awas pada sekitar dan memegang erat senjata mereka masing-masing.
"Tiba-tiba terasa sangat dingin," keluh seorang prajurit yang berdiri di dekat pintu, ia mengusap lengannya dan melirik jendela, berpikir mungkin hujan akan segera turun.
Suara kayu berderak, angin berhembus dengan pelan menimbulkan sensasi dingin yang menembus tulang, seakan-akan ada butiran es yang berhembus ke arah mereka.
"Mencariku?" tanya seseorang tiba-tiba.
Orang itu berdiri di ambang pintu, wajahnya tidak terlihat dengan jelas, karena tidak ada satu pun lilin yang menyala, mereka hanya bisa melihat siluet laki-laki berdiri dengan tegap di sana.
Mereka tidak melihat dengan jelas dan menduga-duga, apakah orang yang berdiri di ambang pintu itu benar Thomas atau tidak, siluet hitam yang semakin lama semakin membesar terlihat dan sepasang mata berwarna merah yang berkilat-kilat.
"Ba … bagaimana mungkin?!" Orc yang tadi berbicara dengan Eros mengarahkan tombaknya dengan waspada. "Siapa kau?!"
"Pengkhianat." Orang itu berkata lagi dengan nada suara yang dingin. Ada bunyi retakan kayu, sepertinya pintu itu telah diremas dengan tangannya hingga kayunya berjatuhan ke atas lantai.
Belum sempat mereka berbuat banyak, orang itu melesat dan membuat Eros terpental ke luar pintu, ia jatuh ke tanah dalam sekejap.
Sontak, semua prajurit perbatasan yang jumlahnya belasan orang itu langsung waspada dan mengarahkan senjatanya masing-masing pada orang itu.
Orang itu melompat ke halaman dengan gerakan ringan, ia menghindari panah dari Elf berambut panjang itu ke arahnya, dalam hitungan detik kemudian ia melesat dan membanting Elf itu ke tanah dengan tangan kanannya dan menusuk panah itu tepat ke jantungnya.
"Argh!" Elf itu mengejang, darah langsung keluar dari mulutnya, matanya kemudian menjadi kosong dan tubuhnya tidak lagi bergerak.
"Sial! Dia mati?!"
Para prajurit perbatasan mematung, rekan mereka terbunuh dalam hitungan detik sebelum mereka sempat berbuat apa-apa.
"Sialan! Siapa pun dia, bunuh segera!" Orc itu berteriak, semua prajurit perbatasan langsung bersiaga dan mulai menyerang orang itu, belasan tombak yang dilempar para Orc berhasil dihindarinya dan ia balas melemparkannya balik kembali ke empunya dengan akurat.
KRAK!
Orang itu bergerak dengan lincah, ia menghindari ayunan tombak para Orc dan menghindari anak panah yang melesat ke arahnya dan tanpa ragu menyerangnya balik, suasana terjadi begitu cepat dan bayangan hitam itu semakin lama semakin membesar melingkupi pos perbatasan, satu persatu suara jeritan terdengar mewarnai pekatnya malam.
Eros merasakan kepalanya berdenyut, ia bangkit dan mencium aroma darah dimana-mana, matanya membulat ketika melihat orang-orang yang tadi masih berbicara dengannya kini sudah terbaring di tanah dengan senjata masing-masing yang tertancap di dadanya.
Sosok yang berdiri dalam kegelapan itu masih berdiri, tangannya mematahkan anak panah yang menancap di bahunya dan melemparnya pada Elf di dekat kakinya.
"A … Aa …." Eros gemetar, ia hendak bangkit melarikan diri tapi kakinya terlalu lemah, ia jatuh lagi terduduk di tanah. "Siapa kau?!"
Sosok itu menoleh, ia mengibaskan tangannya dan mendekati Eros, mata merahnya yang bersinar dalam gelap itu berkedip.
Eros tidak pernah setakut ini dalam seumur hidupnya, ia hanya pingsan tidak lebih dari lima menit dan pos perbatasan sudah menjadi tempat eksekusi mati, ia tidak tahu siapa orang yang ada di depannya ini tapi yang jelas ia tidak bisa menyinggungnya.
Sosok itu berjongkok dan tiba-tiba saja mencekik Eros, menekannya ke tanah. Eros meronta-ronta, ia berusaha meraih tangan yang mencekiknya, matanya melotot.
Di bawah cahaya bulan sabit, samar-samar Eros melihat wajah orang yang ada di atasnya ini, wajah ini adalah wajah orang yang ia siksa beberapa jam yang lalu, ia cambuk dan ia seret sampai ke perbatasan.
Orang yang mencekiknya ini adalah Thomas!
"Bagai … akh …." Eros hampir kehabisan napas, rontaannya melemah dan matanya mulai berkabut karena air mata.
Bagaimana mungkin ia bisa kembali ke wujud aslinya dan memiliki kekuatan yang mengerikan seperti ini? Bukankah dia masih terkena kutukan penyihir putih?
"Hehehe …." Tawa Thomas dengan matanya yang merah berkilat-kilat mengerikan, ia mengencangkan cekikannya.
Eros hanya bisa pasrah, bagaimana bisa seorang Thomas menjadi semengerikan ini? Ia benar-benar akan dibunuh sekarang.
"Akh … huk!"
Tiba-tiba cekikan itu terlepas, Eros langsung terbatuk-batuk, ia merasakan rambutnya ditarik dan ia diseret beberapa langkah, persis seperti apa yang pernah ia lakukan pada Thomas tadi, ia juga merasakan tubuhnya dililit oleh rantai yang entah di dapat dari mana.
Eros sadar, ini adalah pembalasan dendam!
Para prajurit perbatasan yang mati tadi juga adalah bentuk balas dendam, Thomas hanya mengembalikan serangan dan senjata mereka. Sesaat ia merasakan tubuhnya menggigil karena ketakutan, dirinya lah yang melakukan banyak penyiksaan pada Thomas.
Ia melihat tangan Thomas menarik sebuah cambuk dari pinggang seorang Elf yang dadanya dipenuhi anak panah, mau tak mau Eros menelan ludah.
"Hentikan, ampuni aku! Aku mohon ampuni aku!" Eros memegangi kaki orang itu dan merengek, jika ia tahu akan semengerikan ini menjual seorang pangeran, ia akan menyerah.
Thomas terdiam dan menunduk menatap Eros, tidak ada raut kasihan sama sekali di wajahnya, ia terkekeh pelan kemudian tertawa.
"Kau sudah menculikku, menyiksaku dan menyeretku ke tempat ini. Bagaimana mungkin aku bisa mengampunimu begitu saja?"
Eros diam, ia melihat Thomas duduk di atas salah satu mayat Orc dan terus tertawa, seakan orang yang di depannya ini adalah orang yang memiliki gangguan mental, jelas orang di depannya ini adalah Thomas, seorang pangeran yang terkenal berwibawa dan juga baik hati. Tapi mengapa sikapnya begitu berbeda? Seakan ada sesuatu yang lain merasuki tubuhya, ataukah dia memiliki kepribadian ganda?
"Kau bukan Thomas!"
Thomas bermata merah itu tersenyum, ia bertopang dagu dan melirik pada Eros. Matanya menatap penuh intimidasi.
Eros menelan ludah, persetan jika orang yang di depannya ini bukan Thomas, ia harus menyelamatkan nyawanya terlebih dahulu.
"Kau ... apa ... apa yang kau inginkan?"
Thomas tersenyum lagi, matanya yang merah itu memicing dan bayangan hitam yang berada di belakangnya itu membentuk dua buah tanduk di atas kepalanya, ia memiringkan kepalanya dan terkekeh pelan.
"Cukup tutup mulutmu rapat-rapat, mudah bukan?"