"Pegang tanganku!"
Seseorang berteriak, suaranya halus dan jernih, rambutnya yang panjang itu berkibar tertiup angin. Wanita itu tidak menunggu persetujuan Morgan, ia melompat ke arahnya dan langsung menggapai tangannya.
Morgan tersentak, ia menatap wanita itu dan tangannya secara bergantian, akar pohon melilit di pinggangnya yang entah muncul darimana, hendak membawa mereka keluar dari sana tapi tidak kuat hingga bunyi patahan akar itu terdengar.
KREK … KRAK!
Morgan merasakan tubuhnya dan orang yang menggapai tangannya itu melayang jatuh ke dasar jurang. Ia memang berniat untuk menyusul Giselle ke alam baka, tapi ia tidak ingin membawa seseorang bersamanya.
Morgan memeluk wanita itu, ia melindungi wanita itu jatuh ke jurang yang gelap dan mereka langsung menghantam air hingga suara debuman yang keras terdengar memecahkan keheningan malam itu. Ia melihat wanita yang ada di pelukannya ini tergagap, sudah jelas wanita ini sama sekali tidak bisa berenang.
Morgan mengerutkan keningnya, merasa jengkel terhadap wanita yang entah darimana ini mengacaukan niatnya, ia menariknya ke tepian.
Wanita itu terbatuk, pakaiannya basah kuyup. Morgan menekan dagunya ke dinding dan menatapnya dengan penuh selidik.
"Siapa kau?" tanya Morgan tanpa basa-basi.
"Iris, Amara Iris." Wanita itu menyahut dengan gugup, tetesan air jatuh ke pipinya, saat Morgan berpikir jika wanita ini sebenarnya adalah orang yang pemalu, ia salah.
"Apa yang kau pikirkan? Mengapa kau ingin bunuh diri?"
Wanita itu mulai mengoceh, tangannya bahkan tanpa permisi milai meraba-raba wajahnya.
"Bukan urusanmu."
Morgan mundur beberapa langkah, Iris menjentikkan jarinya dan pakaiannya menjadi kering dalam sekejap.
"Kau … penyihir." Morgan berucap tanpa sadar dengan mata yang terbelalak.
"Ya. Itu aku." Wanita itu memutar tubuhnya, rambutnya yang panjang itu mengikuti gerakan tubuhnya, ia tersenyum lebar dan matanya mengerling ke arah Morgan.
"Kenapa kau lakukan di sini?"
"Aku hanya kebetulan lewat," sahut Iris dengan santai, ia mendekat ke arah Morgan. "Siapa namamu?"
Aroma mawar pekat ini menguar di udara, Morgan merasakan dadanya terasa sesak dan ia merasa aroma itu terasa sangat menusuknya, seakan memaksanya untuk menghirupnya, ia hampir tidak bisa menopang tubuhnya dan menatap balik Iris.
Wanita itu memiliki rambut lurus yang panjang, menjuntai hampir ke pinggangnya, ia memiliki iris mata hitam kemerahan yang samar di dalamnya, tubuhnya tinggi semapai dan wajahnya memiliki kecantikan yang tidak biasa.
Wanita di depannya ini jelas adalah seorang penyihir, tapi Morgan tidak melihat sedikitpun tiga benda pusaka yang biasanya dimiliki oleh penyihir, ia sedikit heran.
Penyihir yang ada di depannya ini bukan penyihir biasa.
Jarak mereka yang begitu dekat dan Iris terus mengoceh tentang beberapa hal, tangan penyihir itu permisi menyentuh dadanya, lalu tanpa ragu meluncur menuju perutnya, Morgan bahkan dapat mendengar suara decakan dari mulutnya.
Apa? Bukankah dia sedikit tidak tahu malu?
"Cukup, aku akan membawamu naik kembali." Morgan berkata dengan cepat, ia meraih tangan wanita yang ada di sisi tubuhnya ini, semakin tangan itu bermain-main di tubuhnya, semakin tubuhnya terasa panas.
Morgan tidak mengerti apa yang terjadi pada dirinya.
"Kita sangat jauh dari atas, apa yang bisa kita lakukan agar naik? Aku meninggalkan seseorang di atas sana." Iris menunjuk ke atas, cahaya bulan bersinar dan menimpa wajahnya, Morgan sesaat terpana.
'Ada apa ini? Mengapa aku tidak bisa mengalihkan pandanganku darinya?'
Jantung Morgan tiba-tiba berdebar, ia menarik napas dan mencoba mengabaikan semua keanehan yang ada dalam dirinya.
"Kalau begitu naiklah ke punggungku." Morgan tidak yakin seberapa lama ia bisa menahan rasa aneh yang tiba-tiba muncul di tubuhnya, ia sebaiknya tidak perlu terlalu lama berurusan dengan penyihir ini.
Morgan berubah menjadi serigala dengan ukuran normal, sedikit terkejut karena biasanya ia selalu berubah menjadi serigala raksasa dan kesulitan mendapatkan wujud ini tanpa ada Tetua Zack di sampingnya.
Ia menatap Iris yang mengaggumi betapa halusnya bulu-bulunya, ia bahkan menyentuh dan menariknya seakan bulu serigala Morgan itu sama sekali bukan bulu dari binatang buas, setelah puas barulah penyihir itu kemudian naik ke punggungnya.
Morgan melompat, naik ke atas jurang, seumur hidupnya ia tidak pernah mengizinkan siapa pun naik ke punggungnya, bahkan Giselle pun tidak memiliki kesempatan itu, tapi mengapa wanita ini bisa naik begitu saja tanpa ia cegah?
Apa dia bisa melakukan sesuatu agar Morgan tunduk?
Mereka sampai ke atas dan Morgan masih memiliki pro kontra di dalam kepalanya sendiri, ia linglung sejenak. Iris masih mengucapkan beberapa kata yang sama sekali tidak bisa masuk ke dalam kepalanya.
Iris mengocehkan beberapa kata lagi, Morgan kembali merubah tubuhnya menjadi manusia dan ia melihat binar mata wanita itu semakin cerah, seakan melihat sesuatu yang langka pada dirinya.
"Ini adalah lompat terbaik dalam hidupku!"
Morgan tidak mengerti apa yang ia bicarakan, ia menahan tangan Iris yang ingin menyentuhnya lagi, ia tidak risih karena tangan itu tapi ia merasa panas dan kepalanya dipenuhi dengan banyak pertanyaan.
Tangan Iris sangat halus, Morgan seperti memegang tangan yabg terbuat dari giok putih yang pernah ia curi dari Tetua Zack beberapa waktu yang lalu, ia menatap Iris dan menemukan penyihir itu tersenyum ke arahya.
Morgan melepas tangannya, ia sepertinya harus menenangkan dirinya dulu.
Manusia serigala itu ingin melangkah pergi, ia berhenti ketika mendengar Iris bergumam dengan samar di belakangnya.
"Sampai berjumpat lagi, Morgan."
Entah kenapa saat mendengar kata-kata itu, jantungnya berdegup lagi dengan kencang seakan ia mendapat sebuah harapan dan sebuah keinginan melonjak dari dalam tubuhnya.
Morgan ingin melihat wanita ini lagi, ia ingin berjumpa lagi dengannya, meski sangat mengganggu tapi ia masih ingin mendengarnya menyebut namanya dari bibirnya yang merah itu.
"Morgan …."
"Morgan …."
"Morgan!"
Morgan tersentak, ia membuka matanya dan menatap ada cairan merah melayang di depannya, ia mendongak dan melihat Iris memegangi bahunya yang berdarah, penyihir itu terlempar ke atas.
"Iris!"
Itu bukan dirinya yang berteriak, tapi Alita yang kondisinya tidak jauh berbeda dengan Iris, Morgan menatap pantulan dirinya melalui genangan air yang ada di bawah kaki serigalanya, ia membulatkan matanya.
Apa yang terjadi? Mengapa dia menjadi serigala besar ini lagi dan mengapa ia menyerang Iris?
Ini tidak mungkin terjadi kan? Apa Morgan sedang bermimpi?
Tubuh Iris melayang jatuh ke tanah dengan keras, Morgan tidak tahu apakah itu hasil dari perbuatannya atau tidak tapi ia tidak bisa membiarkan Iris jatuh ke tanah. Ia melesat kencang ke arahnya, Alita menjerit lagi karena mengira ia akan menyerang penyihir itu.
BRUKH!
"Dasar anjing! Sekali anjing tetap anjing!" Alita mengumpat sebelum ia kembali terguling karena ditendang oleh Michelle, ia terbatuk-batuk dengan wajah penuh tanah.
Morgan menangkap tubuh Iris, ia membawa wanita itu ke dalam pelukannya dan menggulung ekornya melindungi penyihir itu, ia mengeluarkan erangan rendah seperti anak anjing dan menjulurkan lidahnya untuk menyentuh luka Iris.
Iris terbatuk, setetes darah keluar dari mulutnya dan ia membuka matanya. "Sebut namaku, dasar serigala nakal."
Morgan mengedipkan matanya, ia melihat Iris tersenyum lebar ke arahnya dan ia dengan cepat merubah tubuhnya kembali menjadi manusia.
"Iris. Namamu Amara Iris."