Wanita berambut ikal itu mengusak rambutnya yang berantakan, ia kemudian berdiri dengan terhuyung-huyung berusaha melihat lebih dekat ke arah Iris.
Alita mengedipkan matanya, ia melirik wanita itu dari atas dan bawah, wanita itu mengenakan pakaian hitam keunguan, rambutnya yang ikal itu berayun tertiup angin, wajahnya terlihat halus dan lembut, jika dilihat sekilas, diperkirakan ia sebaya dengan Iris.
"Kau mengenali Iris?" tanya Alita, sang gadis vampir itu sudah tidak bisa lagi membendung rasa penasarannya.
Wanita berambut ikal itu menoleh ke arahnya, ia mengangguk dengan pelan, tubuhnya terhuyung jatuh ke tanah, Alita segera menyangganya.
"Kekuatan peri bunga sangat hebat, aku sampai tidak sadar masuk dalam perangkapnya."
Alita membantu wanita ikal itu duduk di atas batang bunga matahari yang tadi mengurungnya, ia mengeluarkan sebotol air mineral dari ruang penyimpanannya lalu menyerahkannya.
"Namaku Alita," ucap sang gadis vampir setelah mereka terjebak keheningan beberapa saat, wanita itu mendongak dan tersenyum.
"Aku Sarah."
Setelah berkata itu asap hitam keunguan keluar dari tubuh Sarah, matanya berubah menjadi hitam sepenuhnya diikuti dengan langit yang tiba-tiba menjadi mendung dan bergemuruh, kilat mulai menyambar-nyambar seolah akan ada badai sebentar lagi.
Sarah berdiri, ia meregangkan tubuhnya dan mendengus, seolah ingin membalaskan apa yang telah terjadi pada dirinya beberapa saat yang lalu pada peri bunga.
Alita terperangah, ia langsung memundurkan tubuhnya, wanita ini berada di level yang berbeda dengan dirinya. Gadis vampir itu memilih tidak terlibat, ia kembali mengeluarkan korban-korban lain dari kuncup bunga matahari dan membawa mereka segera ke tempat yang aman.
Langit yang diselimuti awan gelap dan kilat yang menyambar-nyambar tidak luput dari penglihatan Iris, ia berusaha mengabaikan hal tersebut karena di depannya ini terlalu merepotkan.
Kelopak bunga matahari melayang-layang di udara, berputar di sekeliling Iris seolah sedang mempermainkannya, sulur-sulur berduri itu muncul dari permukaan tanah dan mengurung dirinya di dalam sana.
Iris mendecih, kekuatan peri bunga hampir mirip dengan dirinya, tapi gerakannya lebih cepat dan tajam, Iris bahkan belum sempat menghindar ketika sulur berduri itu menjerat lehernya.
"Akh!"
Iris memegangi lehernya yang terjerat kuat, ia hampir tersedak air liurnya sendiri, tubuhnya tanpa bisa ia kendalikan terlempar ke tanah, ia mengerang dan terbatuk-batuk.
"Ursiloxus!" Iris berteriak, Litzy yang sedari tadi berputar-putar di udara dalam sekejap langsung berubah menjadi seekor beruang dan menghadang semua sulur yang ingin menuju Iris.
Rilie tertawa-tawa, ia melambaikan tangannya dengan gerakan yang pelan, sulur lain muncul dari dalam tanah dan dalam sekejap membungkus Litzy, beruang hitam itu berteriak dengan menyedihkan.
"Hehehe ... kalau aku bisa menangkapmu, hadiahku pasti akan lebih besar." Rilie tertawa-tawa di atas kelopak bunga raksasa berwarna putih, ia melompat ke arah Iris dan mengayunkan sulur lain untuk menjerat sang penyihir itu.
Iris mencoba menggerakkan tangannya yang terjerat, sulur itu seolah mengandung sesuatu yang bisa menyerap kekuatannya, ia merasa lemah. Penyihir itu menggemerutukkan giginya.
BLAR!
Belum sempat sulur lain menyentuh Iris, sebuah petir menyambar di depannya, Rilie segera melompat mundur dan tubuhnya segera dilindungi oleh daun raksasa, si peri bunga itu mengerutkan keningnya penuh ketidaksukaan.
Iris tertegun, ia mendongak dan melihat seorang wanita berambut ikal dengan jubah hitam yang berkibar ke samping, wanita itu menoleh dan tersenyum sinis ke arah Iris. "Kau berhutang padaku setelah ini."
Iris tersenyum, sulur-sulur yang menjerat dirinya itu perlahan-lahan mengerut dan hancur karena serangan petir Sarah, ia mengibaskan jubahnya yang kotor dan berdiri.
"Tidak kusangka kita akan bertemu lagi."
"Sialan, aku benci kalian berdua." Sarah mengerut jijik dan melirik Iris dan peri bunga secara bergantian, Iris menepuk bahu musuh bebuyutannya itu dan berdehem.
"Masalah kita bisa diselesaikan nanti, sekarang kita harus mengakhiri festival bunga yang terlalu harum ini."
Sarah menepis tangan Iris, bayangan hitam dan merah perlahan muncul membayangi dua penyihir itu, Sarah bergerak terlebih dahulu, ia melempar jubahnya ke tanah dan hanya memakai atasan dan celana hitamnya, ia mengepalkan kedua tangannya dan bergerak ke arah Rilie.
Iris tidak ketinggalan, ia menarik napas dan tanah-tanah di permukaan bergetar, mayat-mayat hidup dengan berbagai bentuk perlahan-lahan keluar dan menyerang sang peri bunga.
Rilie mendecih ketika merasakan suasana pada dirinya menjadi tidak menguntungkan, dua penyihir agung yang menjadi legenda kini melawan dirinya yang hanya seorang peri bunga, benar-benar merugikannya.
"Kalian curang!"
Rilie berteriak dengan penuh kemarahan, ia menarik napasnya dan berusaha menghindari serangan Iris atau Sarah, bunga-bunga raksasanya yang tadinya berdiri dengan gagah kini harus terbakar hangus terkena serangan petir dari Sarah, atau patah karena mayat-mayat hidup yang mulai menggerogotinya.
BLAR!
Petir kembali menyambar, membuat tanah mejadi sedikit berguncang, Rilie terjatuh dari pijakannya, ia mendongak ketika melihat Iris mendekat ke arahnya dengan tangan yang mengeluarkan asap berwarna merah pekat.
"Kalian benar-benar ingin membunuhku?!" Rilie berteriak penuh ketakutan, ia berguling dan berusaha membuat pelindung dengan sulur-sulurnya, namun Sarah dengan cepat mengayunkan kakinya menghalau semua sulur itu.
Satu penyihir agung saja sudah merepotkan, apalagi harus menghadapi dua sekaligus, Rilie akan menjadi remah-remah kering kalau ini terus terjadi.
Sang peri bunga memasang wajah menyedihkan, air matanya langsung bercucuran dengan deras, ia meraung dengan keras dan segera melompat memeluk Sarah. "Aku menyerah! Aku menyerah!"
Sarah mendengus dengan jijik pada makhluk yang menempel di kakinya, ada tetesan air mata dan ingus yang keluar, ia hampir menarik rambut peri itu kalau Iris tidak segera menghentikannya.
"Huh, lepaskan kakiku!" hardiknya sambil menggerak-gerakkan sebelah kakinya.
Sang peri menyedot ingusnya yang tanpa bisa di komando, ia menatap dua penyihir agung itu dan mengedipkan matanya yang berair itu, terlihat sangat menyedihkan dan menjijikkan bagi Sarah dalam satu waktu.
"Tidak mau! Kalian akan membunuhku kalau seperti itu!" Rilie meraung dan mengaitkan kedua kakinya ke kaki Sarah, sang penyihir hitam memutar bola matanya.
"Kami tidak akan, asalkan kau bertingkah baik." Iris menarik lembut bahu peri bunga, Rilie mundur dengan kening berkerut, ia mencebikkan bibirnya dan menautkan kedua tangannya dengan cemas.
"Aku menyerah, aku menyerah, jangan sakiti aku."
Sarah mengibaskan rambutnya, ia melihat kuncup-kuncup bunga matahari yang tadi berjejer mengurung para mangsa dari peri bunga, ia menghela napas lega ketika melihat Gail duduk bersandar di bawah reruntuhan bunga raksasa itu.
Alita melayang ke arah Iris dengan sayapnya, ia menatap tajam si peri bunga. "Mereka tidak ada di manapun."
Iris mencengkeram bahu si penyihir bunga, ia menggemerutukkan giginya dengan mata yang menatap tajam ke arah Rilie.
"Di mana kamu sembunyikan milikku?"