Mereka akhirnya berhenti di sebuah gua di balik air terjun, Morgan memilih tempat itu untuk bersembunyi dan menghindari kawanan serigala yang mencium aroma tubuh mereka.
"Kau baik-baik saja?" Morgan bertanya pada Iris yang masih gemetar, entah karena takut atau kedinginan.
"Aku baik," sahut Iris, ia hampir tidak punya tenaga lagi menggerakkan tubuhnya.
Morgan bangkit berdiri, mengumpulkan kayu-kayu kering dan membuat api, membuat suasana gua menjadi sedikit lebih hangat.
Litzy seperti biasa, meringkuk di samping Thomas, Iris sempat khawatir tapi kemudian ia menghela napas lega, saat mengetahui luka Thomas tidak terlalu parah, ia hanya kehilangan banyak darah.
Morgan bersandar di batu besar gua, ia memperhatikan Iris yang mulai sibuk membalut luka Thomas untuk menghentikan pendarahannya.
"Mengapa kau peduli padanya?" Morgan bertanya dengan penasaran, Iris menghela napas panjang dan duduk di dekat Morgan, ia menyamankan dirinya.
"Dia penyelamatku," sahut Iris singkat, menyandarkan kepalanya di lengan Morgan yang berotot, menggigit bibirnya ketika tangannya terasa sangat gatal ingin menyentuh.
"Penyelamat?"
"Kau tahu ... sebelum ada dia, aku tinggal seorang diri dan kesepian," sahut Iris lagi, mengingat tempat persembunyian yang membuatnya terpenjara selama ratusan tahun.
"Aku tidak bisa keluar dari sana tanpa dia." Iris tersenyum teringat pertama kali ia bertemu dengan Thomas, sangat lucu.
"Tapi kau memilikiku sekarang," ucap Morgan tiba-tiba, ia menduga perasaan Iris hanyalah sebatas rasa balas budi.
Mereka saling bertatapan, karena jarak mereka yang begitu dekat Morgan bisa merasakan napas Iris yang hangat menerpa wajahnya.
"Kau ingat permintaanku?" Morgan menggeser tubuhnya menjadi berhadapan dengan Iris, penyihir itu mendesah, merasa tidak rela kehilangan sandaran yang begitu kokoh.
"Oke, serigala idiot apa yang kau inginkan? Cepat katakan."
Iris ingat permintaan Morgan, ia menjadi kesal karena Morgan membuatnya terlibat dalam pertengkaran konyol.
"Jadilah Lunaku," sahut Morgan dengan tenang tangannya meraih rambut panjang Iris, membawanya ke hidungnya, aroma mawar tercium dari sana.
"Apa kau gila? Aku menjadi Lunamu?" Iris hampir tertawa, apa serigala ini bercanda? Manusia serigala harus berpasangan dengan manusia serigala, bukan dengan penyihir.
"Sejak pertama kali aku melihatmu di tebing, aku tidak suka aroma ini, sangat menyengat." Morgan mengabaikan perkataan Iris, ia mencondongkan tubuhnya ke arah Iris, membuat penyihir itu hampir setengah berbaring di tanah.
"Tapi aku selalu terbayang dengan aroma ini, di kepalaku, membuatku mabuk, tanpa sadar aku merindukanmu lebih dari yang aku duga." Morgan membelai wajah jelita Iris, matanya menjadi sayu.
"Ketika kau datang padaku, aku tahu kau adalah orangnya, yang membuatku merasakan gairah hidup," lanjut Morgan, ia tersenyum menyeringai, matanya menyala akan gairah.
"Jangan bercanda! Pasangan manusia serigala itu ditentukan dewi bulan!" Iris mencoba menyangkal perkataan Morgan, wajahnya telah merah padam sampai ke telinga.
"Ya, dan aku yakin dewi bulan memilihmu untukku, Iris kau adalah Lunaku." Morgan tetap pada pendiriannya, Iris mencoba meronta keluar dari kukungan Morgan, namun Morgan memegang dua tangan Iris dan meletakkannya ke atas kepala wanita itu.
"Aku penyihir." Iris memejamkan matanya, mencoba menenangkan dirinya yang hampir berteriak kegirangan karena pernyataan Morgan, jantungnya berdebar tak terkendali.
"Well, ada banyak serigala yang berpasangan dengan ras lain, kakakku berpasangan dengan vampir."
"Tapi aku ... aku sudah berpasangan dengan hmp..." Mulut Iris dibekap Morgan, laki-laki itu menatap Iris tidak suka.
Morgan tidak pernah menyukai Thomas sejak pertama kali ia melihat, Ia tidak tahu mengapa, setiap kali menatap manusia sekarat itu, Morgan merasa dirinya terancam.
"Jangan berani menyebutkan hal itu di depanku, aku benci mendengarnya, kau milikku, Lunaku." Iris menatap mata coklat Morgan, mata itu tidak menampakkan keraguan sama sekali.
Morgan menyatukan kening mereka, deru napas mereka berdua menjadi satu di gua itu.
"Iris kau adalah milikku."
Iris diam, ia tidak menolak pernyataan Morgan, ia bingung, sebagian hatinya menjerit kesenangan mendengarnya, sebagian hatinya bergetar sedih karena mengingat Thomas.
Iris bimbang.
"Kau tidak harus menerimanya sekarang," kata Morgan saat melihat keraguan di mata Iris, ia merengkuhnya, menenggelamkan kepalanya di leher Iris, menyesap dalam-dalam aroma tubuh wanita itu.
"Aku akan menunggu, sampai saat itu tiba," bisiknya pelan, Iris merasakan tubuhnya meremang, seperti terhipnotis, Iris tanpa berkata-kata, menggerakkan tangannya balas memeluk Morgan, membuat mereka berdua larut dalam keheningan.
***
Wajah Andreas tidak bisa dikatakan baik, Susana hatinya sangat buruk, ia tiba di pack Red Moon saat terbit fajar dan melihat kekacauan di mana-mana, ia juga melihat Alpha yang terduduk tidak berdaya di tanah.
Tanpa bertanya Andreas sudah tahu, buruannya telah lepas. Mereka benar-benar tidak bisa diandalkan.
Apakah ia marah? Tidak. Ia sangat bersemangat, Andreas menjilat bibirnya, tangannya menyentuh darah yang tertinggal di atas tanah.
"Saudaraku, sebentar lagi kita bertemu." Andreas terkekeh sambil melirik ke belakang, ia datang bersama rombongan pengawalnya, sekelompok Orc dan Harpy.
"Kyle!" Andreas berseru, Kyle yang berada di langit langsung mendarat tepat di hadapan Andreas dan membungkuk sebentar.
"Cari jejaknya dua kilometer dari tempat ini, dia tidak akan pergi jauh, darahnya cukup banyak." Andreas menjilati tangannya yang penuh darah, matanya berkilat penuh obsesi.
"Pastikan kau tidak melewatkan satu tetes darah pun yang ada di tanah," lanjutnya lagi, Harpy memiliki penglihatan yang lebih tajam jika dibandingkan dengan manusia serigala. Andreas berdecak dan melirik ke arah Alpha yang sedang di obati oleh Alena.
"Saat ini dia bersama penyihir dan manusia serigala, kalian tidak lagi berguna."
Andreas tidak menyangka Thomas bersama penyihir, itu sangat merepotkan. Udara di sekitar sini penuh aroma mawar yang membuat kepalanya pusing, ia yakin ini adalah salah satu upaya mereka mengaburkan jejak untuk para manusia serigala.
"Ya. Yang mulia." Kyle langsung melesat terbang dan memerintah Harpy lain untuk berpencar.
Alena mendengar perkataan Andreas menggeram tidak terima.
"Apa yang kau maksud tidak berguna? Kami sudah melakukan segalanya! Di mana rasa terima kasihmu?!" Alena berteriak marah, merasa semua yang mereka lalukan tidak dihargai.
"Siapa kau berani berteriak padaku!" Bentak Andreas, seketika tubuh Alena menjadi lemah dan jatuh terduduk di tanah, Alena menatap Andreas dengan gemetar, kekuatan macam apa ini? Seluruh tubuhnya gemetar hebat dalam sekejap.
"Kau hanya seorang Luna."
Andreas melihat Alpha yang terbaring lemah dan penuh luka, ia di kelilingi oleh serigala lainnya.
"Lebih baik kau urus Alphamu yang sekarat itu."
Andreas berbalik menjauh, Alena mengedipkan matanya, merasa dipermalukan, wajahnya merah menahan marah, bibirnya bergerak tanpa bisa ia kendalikan.
"Ya. Yang mulia." Alena tanpa sadar mengencangkan kukunya di pahanya, meninggalkan bekas luka dan darah. Alena benar-benar tidak berdaya.