Aku berjalan melewati lorong-lorong yang tidak aku tahu berada di mana ---hampir mirip seperti lorong di rumah sakit. Tiba-tiba aku mendengar suara jeritan minta tolong dari balik tembok. Aku pun berlari mencari pintu atau lorong lain yang bisa masuk ke sebelah. Semakin jauh aku berlari suara itu semakin nyaring, hingga akhirnya aku menemukan persimpangan di ujung lorong. Aku memilih berbelok ke kanan.
Astaga!
...
Aku terbangun dari mimpi anehku. Aku teringat dengan mimpiku tadi yang memperlihatkan sesuatu yang agak samar-samar.
"Hayoo... mikirin apaan kamu? Mandi sana!" Cewek itu tiba-tiba berada di samping ranjangku. Kali ini ini dia sudah bisa bicara dengan santai. Aku juga tidak kaget lagi jika dia muncul secara tiba-tiba. Aku sudah membiasakan diri untuk tidak kaget lagi kalau ia muncul tiba-tiba. Aku memperhatikannya dari atas sampai bawah yang mengenakan pakaian seragam sekolah yang itu-itu saja.
"Ngapain lihat-lihat? Ayo, mandi sana!" Aku hanya meliriknya lagi sekilas sebelum masuk ke dalam kamar mandi.
_______________
"Zarrel!" teriak Azzar menyapaku sambil sedikit berlari disusul oleh Terrena.
Aku hanya bergumam merespon mereka.
"Yuk, ke kelas bareng." Ajak mereka dengan wajah ceria.
Aku mengangguk lalu mengikuti mereka dari bel--
"Sampingan dong, Rel! Masa kamu mau di belakang kita udah kayak bodyguard aja, haha," ucap Terrena sambil menarik tangan dan menyuruhku untuk melangkah bersamaan dengan mereka.
Sesampainya di kelas aku langsung mengambil headphone dan ipod-ku lalu menyalakan lagu kesukaanku Maluma - Fellices los 4.
Baru beberapa detik aku mendengarnya, Azzar sudah melepaskan headphone-ku saja. Kenapa dia?
"Ngobrol sama kita aja kali dulu, Rel. Kita penasaran, nih, sama tentang lo," ucap Azzar disertai anggukan menyetujui dari Terrena.
Sumpah, deh, ya, aku tuh paling malas kalau diajak ngerumpi, apalagi ngeladenin orang kepo.
"Maaf, tapi aku lagi sariawan," ucapku sambil desas-desis sedikit.
Mereka akhirnya memaklumiku dengan mudahnya, lalu kembali hadap depan mutar kursi mereka. Sejak kapan kursi mereka diputar ke belakang, ya?
Aku jadi kembali melanjutkan lagu favoritku yang sempat tertunda tadi.
_____________
Istirahat tiba dan katanya setelah istirahat akan ada jam kosong. Bukannya aku menyia-nyiakan kesempatan untuk memiliki teman, tapi sungguh sekarang aku lagi tengah ingin sendirian saja, moodku sedang tidak ingin kumpul bareng sama mereka.
Aku sengaja menghindari mereka lalu pergi ke belakang sekolah. Bukan ke tempat yang mereka ajak aku kemaren, tapi tempat favoritku di bawah pohon rindang yang tidak aku tahu namanya. Aku lalu memasang heaphone dan berbaring dengan tangan sebagai tumpuannya.
"Terima kasih telah mengikuti ucapanku," ucap cewek misterius yang tiba-tiba sudah ikut berbaring di sampingku.
"Aku tidak mengikuti ucapanmu. Jadi, nggak usah Ge-er, aku cuma lagi malas ngumpul sama mereka," sahutku sembari memejamkan mata, "Sebenarnya kamu itu siapa, sih? Sejak pertama ketemu kamu itu misterius banget. Kamu masih manusia bukan, sih? Atau sudah jadi arwah?" tanyaku penasaran. Namun, tak ada suara apapun dari sampingku. Perlahan kubuka mata dan menoleh ke samping, seperti biasa ia menghilang.
_________
"Kak Za!" seru Riyal menyapaku.
"Kak Za, sendirian aja?" tanyanya yang kusahut dengan dua kali anggukan.
"Sendiri mulu, Kak. Jomblo, ya?" tanyanya polos minta dijitak.
"Riyal, nggak bawa bola lagi?" tanyaku mengalihkan topik.
"Bolanya nyangkut diatas pohon bambu, Kak. Kakak, mau ambilkan?" ucap dan pintanya.
Aku melihat ke arah pohon bambu yang sangat tinggi di pinggir taman. Ada bola terselip dantarai ranting bilah bambu itu. Aku melihat ada galah yang tersampir di pohon itu juga, sekilas seperti bagian dari pohon bambu tersebut.
Aku pun menggalah bola yang tersangkut dan kemudian berhasil membuatnya turun dari ketinggian.
"Terima kasih, Kak Za!" ucap Riyal sambil memeluk pinggangku, tingginya hanya sebatas pinggangku ternyata.
"Kak Za, naik apa ke sini?" tanyanya kemudian.
"Itu," ucapku sambil menunjuk becky yang terparkir cantik di bawah pohon.
"Ooh... ya sudah, Kak, Riyal pamit pulang dulu, ya." Dia selalu saja begitu. Tanya-tanya ujungnya bilang pamit.
"Tunggu! Rumah kamu di mana? Biar kakak yang antarkan."
"Di sana, Kak," ucapnya sambil menunjuk bangunan rumah sakit yang tidak jauh dari sini.
"Kamu pulang ke rumah sakit?" tanyaku heran, "kamu sakit?" lanjutku.
"Enggak, Kak. Bukan aku yang sakit. Tapi, kakak aku. Kan waktu itu kita pernah ketemu diasana. Kakak nggak usah antar aku. Itu dekat, kok. Dah, Kak Za! " Riyal berjalan santai menuju gedung rumah sakit tempat di mana mama juga bekerja di sana. Anak itu cerdas sekali.
"Sendiri mulu, dasar jomblo!"
"Ngagetin mulu, dasar senes!"
"Senes? Apaan, tuh?"
"Setan ngenes!"
"Kampret! Aku bukan setan apalagi ngenes."
"Kalau bukan setan terus kamu apa? Datang nggak dicari, ngilang nggak bilang-bilang," ucapku kesal.
"Hahahaha!" Dia ketawa?
"Kamu masih penasaran sama aku?" tanyanya setelah tawanya reda.
"Yaiyalah!"
"Aku it--"
"KEBAKARAN! KEBAKARAN!" Tiba-tiba seorang ibu-ibu yang jualan gorengan keluar dari tendanya dengan teriak-teriak, disusul dengan suara ledakan yang sepertinya dari gas elpiji, api pun berkobar dengan ngerinya.
Aku segera memilih pergi dari tempat ini sebelum ramai oleh mobil-mobil pemadam yang bakal menutupi akses jalan.
___________
Aku sekarang berada di atap rumah. Setelah kejadian tadi siang aku nggak melihat si cewek misterius berwajah pucat itu lagi. Padahal sedikit lagi aku bisa tahu siapa dia. Angin yang bertiup pada malam hari ini begitu membuai, nggak dingin, tapi menghanyutkan.
"Tolong-tolong! Tolong aku!"
"Diam lo jalang! Pukul kepalanya!"
"Jang-- aah! Sakit!"
"Lo harus mati! Lo harus mati!"
"Jangan bunuh aku! Tolong!"
Aku melihat seseorang dengan wajah bersimbah darah, tapi, masih bisa sadarkan diri. Dengan tiga orang yang memakai topeng tengah menganiayanya. Tiba-tiba salah satu dari mereka mengayunkan linggis ke kepala si cewek yang berdarah tadi, dan...
"JANGAAAAANNNN!"
"Kamu ngapain teriak malam-malam?"
...