Faza mengangguk singkat. Lumayan juga sih, lagipula ia kan juga pengen menyaksikan secara live di mana tubuhnya terbaring lemah tak berdaya. Ngomong-ngomong, kalau ia ada di dalam tubuh Sarah... lalu siapa yang di dalam tubuhnya itu...?
''Farel~ adek mungil lo bangun,'' ucap Faza masa bodoh sambil lepas pelukannya. Ia seka airmata buaya yang tadi sok-sok'an keluar dengan penuh perjuangan luar biasa. ''Thanks ya, Rel. Betewe, kelas gue mana, ya?''
Farel berdiri blingsatan gelisah. Lelaki mana yang bakalan sanggup jalan kalo sedang tegang, oi.
Kebetulan di dekat mereka lewatlah segerombolan anak Fisip, teman fak Sarah.
Farel melambai sambil panggil salah satu dari mereka. "Hanum! Oi, Hanum! Sini!"
Yang dipanggil pun meloncat-loncat kecil bak anak kucing. Genk-nya menyertai pula menghampiri Farel.
"Tolong ajak Sarah ke kelas, gih. Gue... gue mo duduk ngaso. Sekalian mo ngecek matkul gue," bohongnya sembari pelan-pelan beringsut ke bangku semen yang ada di sepanjang lorong depan kelas-kelas.
"Tumben," jawab Hanum seraya liatin aksi slow motion Farel. "Ya udah, yuk Sarah. Bentar lagi mulai, loh," Hanum gandeng tangan Sarah.
Dengan tanpa polos, Faza menggaruk pipinya sambil senyum canggung. Sumpah! Ia memang tak tau harus kemana? Bahkan ini juga baru beberapa kali Faza jejakkan kaki ke Universitasnya Sarah. Dulu pernah, tapi cuma jemput cewek tersebut pas katanya ban motor maticnya bocor.
Ditatapnya ilpil selangkangan Farel yang menonjol. Faza berdecih pelan. Udah playboy, mesum pula! Bathinnya kesal. Namun perlahan, kekesalan berubah jadi sebuah seringaian licik.
Please, Faza benar-benar sialan sekarang. Lagipula, mumpung bisa mengerjai Farel sepuasnya kan.
Farel cuma bisa dadah-dadah aja sambil duduk merana berusaha menurunkan ketegangan. Enaknya mikir apa biar turun, ya? Bibir monyongnya Mpok Lela aja dah! Bayangin aja lah Mpok Lela maksa minta cipok dia. Hiii! Brrr!!
Farel seketika nelangsa.
Faza seketika bahagia. Kenapa? Tentu saja digandeng cewek cantik bro! Ternyata jadi perempuan itu enak juga. Bisa sepuasnya ngobrol dengan mereka. Atau mungkin... mandi bersama?
Ukhukhukhuuu~ ijinkan Faza tertawa nista dalam hatinya.
Seketika, Faza bersyukur soal itu. Otak mesumnya kambuh hanya untuk melirik cewek yang namanya Hanum tadi. Ia teliti tubuh gadis yang tengan menggandengnya ini. Cantik, cek. Mulus, cek. Dada? Menggiurkan. Belum lagi rok yang menampilkan paha putih nan mulus yang pasti enak digrepe-grepe.
'Sialan! Rezeki nomplok!'
Kalau saja, Sarah masih SMA, pasti Faza akan luar biasa makin bahagia. Mengingat kalau saban olahraga kan cewek-cewek pada ganti baju. Faza dulu pernah nekat ngintip bersama teman-temannya, tapi keburu ketahuan, lalu digelandang rame-rame ke ruang BP macam penjahat kelamin saja.
Oke, jangan mengingat momen-momen tragis yang sempat menghancurkan harga diri Faza kala itu. Sungguh tidak elit!
Tiba di kelasnya, Faza disambut oleh teman-teman cewek Sarah. Sebagian lagi para pria yang menggodanya. Maklum, kakaknya memang salah satu idola kampus, bahkan ketika masa sekolah SMA dulu juga.
Tapi, ada beberapa yang syok dengan penampilan tomboy gadis pujaan mereka sekarang. Sarah yang feminim bahkan berbicara layaknya orang bebas.
''Hoi! Kenapa lihat-lihat?'' tanya Faza, naikkan kedua kaki ke atas meja begitu duduk, lalu kibas-kibaskan rambut berkuncir kudanya karena gerah. Semua melotot horor dengan kelakuan sang idola, bahkan ada yang pingsan seketika.
''S-Sar!'' Dia fans yang syok dengan perubahan Sarah.
''My love Saraaaahh~ kamu tambah cantik meski dandanan kayak gitu.'' Ini rupanya fans garis keras.
''Gila!! Dunia pasti mau kiamat!!'' Satu lagi yang syok.
''Sarah plis! Turunkan kaki kamu dari meja!'' Kalo ini dari teman perempuan di sebelahnya.
Kelas yang Faza sambangi heboh seketika. Tentu saja, siapa yang tak heboh melihat seorang seperti Sarah jadi berubah 180 derajat begini, coba?
''Berisik amat nih kelas. Gue mau ke toilet aja.'' Faza menggerutu dan loncat dari meja, melangkah ke luar menuju toilet. Kali aja kan ketemu cewek-cewek lagi nunjukin bra masing-masing di sana.
Wehehehe~ Andai ia punya batang, pasti celananya bakalan sempit seketika.
.
.
.
Farel tiup nafas lega sambil kipas-kipas pake tangan. Akhirnya dia berhasil menjinakkan si dedek dan meninabobokan lagi.
Yah, setelah ia membayangkan Mpok Lela plus Bik Susi meng-gangbang dirinya dan menjilati sekujur tubuh, sukseslah dedek minta break dan bobok manis.
Tapi, iPhone-nya sibuk getar di saku celana. Farel malas-malasan angkat. Apalagi di layar tertulis nama gak penting. Nama cowok, gitu.
"Apa, bro?" tanya Farel malas.
"Lo udah denger, blom? Sarah bertingkah menggila tadi di kelasnya!" lapor Bimo berapi-api. Itu cowok tau banget betapa Farel memuja Sarah.
"Hah?! Maksud lo?!" pekik Farel ala protagonis di sinetron waktu dikasi tau kalo si antagonis ngehasut gitu. Tapi ini nggak maksud kalo Bimo antagonis, loh. Jangan keburu baper!
"Lo cek foto yang gue send barusan, gih!"
Lalu sambungan telpon diputus sepihak oleh Farel demi liat foto yang bikin kepo karena menyangkut Sarah, orang-eh, ralat! Bidadari yang sedang ia incar.
Di beberapa foto yang dikirim Bimo, tampak pose-pose absurd Sarah.
"Haakh!" Farel ampe tersedak liurnya sendiri, terkesiap menatapi layar ponselnya.
Buru-buru ia lari ke gedung Fisip untuk menemui Sarah.
Sesampainya di kelas destinasi, ternyata si terdakwa tak ada di tempat. Ada yang bilang lagi di toilet. Oke, Farel pun otewe toilet anak Fisip. Ia menunggu Sarah keluar.
Nah, itu dia!
GREP!
Lekas saja ia tangkap pergelangan tangan Sarah dan seret ke parkiran.
"Ayok kita jenguk adikmu," tukas Farel tegas, memaksa Sarah patuh dibawa ke parkiran dan didudukkan di boncengan motor Farel.
Usai pasangkan helm, nyomot entah punya siapa, keduanya siap meluncur.
Faza cuma natap datar Farel yang udah boncengkan dia seenaknya jidatnya. Padahal tadi Faza udah bawa motornya, kok! Garis bawahi itu, motornya yang jenis laki itu, lho.
Tiba di Rumah Sakit dimana tubuh Faza terbujur ka—ralat—maksudnya berada, Farel menyeretnya entah dengan motif apa, ke ruangan dimana dirinya dirawat.
''Lo apa'an sih?!'' bentak Faza, melepas tangan Farel yang sejak tadi menariknya terburu-buru.
Sumpah ya! Demi kancut polkadot yang dipakainya sekarang, Faza itu anti diseret-seret kayak gini!
Namun setelah sampai di ruangan dimana ia dirawat, Faza terdiam seketika.
Entah kenapa, Faza baper seketika melihat alat bantu pernafasan dan selang infus yang menopang kehidupannya.
Jadi, beginikah perasaan Mama dan Sarah saat melihat tubuhnya terbujur tak bergerak seincipun begini? Belum lagi suara alat di sampingnya yang terus menunjukkan kinerja jantungnya membuat mata Faza memanas—meski kelihatannya Sarah yang menangis.
'Apa yang di dalam sana ... kak Sarah?'
Benar, kan? Jika ia ada di tubuh Sarah dan di sana kosong, pasti sekarang dirinya sudah berada dalam tanah. Benar begitu, kan?
'Jadi... Kak Sarah...'