Jepang, Tokyo, Shinjuku - 2020
DHUAKK!
PLAKK!!
Suara riuh tadi berasal dari sebuah gang sempit di dekat Ni-chome (distrik 2). Kenkichi baru saja menghajar homo mesum yang berani menawar dirinya untuk pergi ke love hotel.
"Bangsat! Kau kira aku murahan, heh?! Mati saja kau di situ!" teriak Ken kesal.
DHUAKK!
Sekali lagi ia menjejak selangkangan pria yang sudah terkapar itu dengan sepatu boot yang ia kenakan. Pria malang yang sedang apes tersebut hanya bisa mengerang setengah sadar.
"Cuih!" Ken meludahi tubuh tak berdaya tadi dan melangkah meninggalkan korban amukannya.
Fujisaki Kenkichi, atau biasa dipanggil Ken masih tingkat 2 di gakuen (SMA). Namun bodinya sudah mirip lelaki dewasa. Mungkin karena dia senang main ke club binaraga dekat rumahnya, dan kerap berlatih gratis di sana karena dekat dengan ketua club.
Ken sosok pria keras, seenaknya dan—anggaplah badass. Seluruh sekolahnya paham siapa dia dan tak ada yang mau cari gara-gara. Terlebih lagi karena dia seorang putra mahkota tunggal keluarga bilioner di Jepang.
Saat kakinya melangkah menuju ke rumah, ia malah menyaksikan pemandangan menarik.
Di depan sana ada seorang gadis sedang asik menghajar lelaki.
Ken langsung menaruh minat dan segera mendekat ingin tau. Ia menikmati tontonan aksi di depan matanya ketika gadis itu memberikan pukulan dan tendangan pada lelaki yang kini tersungkur tak berdaya.
"Wuhuuu... hebat juga jurus-jurusmu..." puji Ken. Ia melirik jam tangan di pergelangan kiri. Sudah jam 11 lewat malam. Pantas saja mulai sepi dan preman berkeliaran.
Jangan-jangan perempuan di depannya ini perempuan pang—ahh sepertinya tidak mungkin kalau memang dia panggilan om-om, kenapa harus membuat bonyok lelaki itu? Atau karena si lelaki bayarnya kurang? Fufufuu... ini menarik.
Rika lekas mencari sumber suara yang tadi baru saja memujinya—kalau tak salah dengar—, kemudian menemukan asal suara tadi. Seorang... pria tinggi dan t-ta-tam... sudahlah. Pokoknya, dia seorang lelaki.
''Siapa kau?'' Bukannya mengucap terimakasih, Rika malah bertanya dengan nada judes. Ia berbalik menghadap lelaki tam--misterius tadi, mengabaikan makhluk yang tengah meringis kesakitan akibat ulahnya.
"Namaku? Panggil saja Ken. Atau kalau kau bersedia juga boleh panggil sayank supaya lebih akrab." Ken bisa-bisanya melontarkan candaan pada nona manis di depan.
Seorang perempuan ada di jam segini? Menurut orang yang melihat pasti bakal dikira wanita panggilan. Benar, bukan?
Sebenarnya, Rika baru pulang dari acara ulang tahun mantan teman kampusnya. Adalah hal luar biasa seorang gadis macam Rika berani jalan sendirian di jam hampir tengah malam, dengan ancaman pelecehan seksual oleh preman-preman sekitar.
Ibunya bahkan sering melarang Rika pergi dan pulang larut malam di jam seperti ini, tapi ia sama sekali tak bisa menurut meski sudah berjanji. Yah, Rika tipe perempuan yang sedikit bebal.
Jadi, kembali ke mengapa Rika dan pria yang sedang tak berdaya itu bisa bertemu. Simple alasannya. Bajingan itu hendak melakukan pelecehan padanya. Namun Rika cepat tanggap. Ia hanya melakukannya dengan insting pertahanan diri.
Dan jujur, Rika agak waspada kalau-kalau orang yang tadi memujinya juga salah satu dari bajingan di sekitar sini.
Tapi... untuk apa Rika tahu siapa dia? Cukup abaikan saja, karena ia bukan tipe gadis yang bertanya dengan alasan ingin kenalan. Huh? Bodoh.
Ditatapnya lelaki yang nampak juga menatapnya tertarik dengan satu tangan ia taruh di pinggang.
Dia, Tadashi Rika, 23 tahun. Perempuan bergaya feminim namun kelakuan macam pre—ralat—agak kasar.
"Sekarang giliranmu sebut nama, Nona..." Ken maju dan ulurkan tangan ke gadis kepala pink samar itu. 'Manis, seksi, menggiurkan,' batinan Ken sudah mengumandangkan berbagai pujian yang ujung-ujungnya ke hasrat seksual.
Tak perlu heran. Ken bukan gaki (remaja ABG) cupu yang tak mengenal seks. Dia sudah biasa bersinggungan dengan tema itu. Kebanyakan para wanita mencarinya demi kepuasan. Mereka bilang seks Ken sangat mengagumkan.
Pria muda ini memang tipe begundal berwajah tampan. Dan tak hanya siswi di sekolahnya, beberapa guru wanita pun ada yang menjadi patner seksnya.
Well, dia gaki yang sangat enerjik penuh vitalitas. Saking enerjiknya, ia sering terlibat berbagai masalah. Dan paling kerap tentunya berhubungan dengan adu kemampuan, entah tangan kosong atau senjata.
Ohh please, kalian tidak sedang memikirkan matematika, atau fisika dan sejenisnya, kan? Kita bicara tentang Ken, maka jangan harap ada bau-bau mata pelajaran, selain kenyataan bahwa semua nilai pelajarannya selalu jeblok, kecuali kesenian dan olahraga.
Berkat itu pula Ken tidak dikeluarkan dari sekolahnya. Karena dia berkali-kali menghadiahkan medali emas di berbagai ajang perlombaan antar sekolah.
Anggaplah medali-medali itu sebagai nilai tukar pelajaran dia yang mengenaskan.
Nah, kembali ke momen si bengal yang sedang terpana dengan gadis yang ia temui menjelang tengah malam ini. Jujur.... Ken tertarik. Bernapsu.
Jatuh cinta pada pandangan pertama.
Mungkin.
Melihat lelaki di depannya tengah mengulurkan tangan bermaksud berkenalan, Rika hanya menatap tak bernapsu. Sama sekali tak ada ketertarikan untuk melakukan perkenalan.
Nona muda ini memang bukan tipe suka berkenalan dengan orang asing. Baginya, laki-laki itu lebih berbahaya daripada pedang yang tajam. Terlebih, ia bisa menebak bagaimana sifat gaki di depannya.
Penuh hasrat, ketertarikan dan....
''Kau berniat berkenalan dengan tatapan mesum begitu?''
PLAK!
Dengan kurang ajarnya, Rika menepis kasar uluran tangan Ken. Ia tak suka jika ada seorang lelaki menatapnya bagai mangsa yang siap disantap. Dirinya memang seksi—oke, banyak orang bilang begitu—namun kelakuannya sama sekali tidak seseksi penampilan.
Waktu umur 10 tahun, Ayah Rika meninggal karena kecelakaan. Oleh sebab itu ia hanya tinggal bersama sang Ibu juga kakak laki-lakinya, Tadashi Riku.
Namun, sejak kematian sang Ayah, Rika yang awalnya punya pribadi lemah lembut menjadi kasar, mudah marah dan berandal.
Kakaknya, Riku, sering pergi kelayapan dan sering pulang pagi disertai aroma alkohol sangat kentara. Mabuk-mabukan. Seks.
Rika bisa menebaknya.
Lalu, waktu umurnya 15 tahun, sang kakak tewas karena dibunuh. Waktu itu, Rika sama sekali tak merasa sedih karena baginya pria bajingan itu memang pantas mati. Lelaki brengsek yang sering membuat Ibunya menangis itu memang tak pantas untuk ia tangisi.
Kehidupan keras yang ia jalani bersama sang Ibu perlahan merubah pribadi Rika seperti sekarang. Ia memang manis diluar, tapi sama sekali tidak di dalamnya.
''Rika... Tadashi Rika.''
Dan maaf saja, meski ia termasuk golongan mungil, Rika sudah 23 tahun, lho. Catat itu. Ia bisa bertindak kasar tiba-tiba jika andai saja lelaki bernama Ken ini bakal berbuat kurang ajar padanya.
Dan maksud 'kasar' disini bukan semacam berteriak 'kyaaahh!' lalu main gigit dan berontak macam akan diperkosa.
"Fiufth~" Ken bersiul sebagai respon awal tamparan Rika pada tangannya yang tadi terulur. Tak menyangka perempuan manis di depannya bisa sepedas cabai setan. "Lumayan," ucap Ken santai seraya melantunkan sebuah kekehan.
Apa kalian bakal mengira dia akan surut? Salah besar. Hormon prianya justru menggelora ingin mengenal Rika lebih jauh.
"Rika. Hummm... Rika-chan?" Senyuman segera tertoreh meski bukan jenis yang lembut atau hangat. Mungkin boleh dikategorikan... seringai. Yeah, seringai mesum.
Ken melirik sebentar ke jam tangannya. "Hei, Rika-chan, bagaimana kalau aku mengantarmu pulang? Ini hampir tengah malam. Kau tau kan, banyak serigala berkeliaran."
Si pria muda tampak mengkuatirkan keselamatan gadis manis tersebut. Ken kuatir ada serigala yang akan membahayakan Rika. Meski ia lupa, bahwa ia termasuk serigala itu sendiri. Dasar begundal.
'Dan kau salah satunya, brengsek!' Batinan Rika sudah siap sedia ingin sekali berteriak begitu. Namun ia memilih mengelus dada berusaha sesabar mungkin.
Rika menatap intens Ken dan menggeleng. Justru baginya bersama lelaki ini malah makin dalam bahaya. Ia cukup tahu arti tatapan Ken barusan.
''Tidak perlu. Terimakasih. Tapi jauh lebih aman jika aku pulang sendiri daripada harus diantar salah satu serigala kelaparan yang kabur dari kawanannya,'' sarkas Rika, kemudian melewati Ken bagai gaki itu sama sekali tak penting.
Ini memang sudah lewat pukul 11 malam, tapi dirinya sama sekali tidak takut soal pulang sendiri. Lagipula, rumahnya tak terlalu jauh jaraknya dari sini. Mungkin... sekitar satu kilometer lagi. Yeah... sepertinya.
Namun nampaknya, Ken bukan tipe surut langkah. Rika yang berharap jika laki-laki mesum itu pergi dari kehidupannya saat itu juga seolah menelanjangi dirinya hanya dengan tatapan mata.
Sialan. Apa dia tak pernah melihat nona manis seperti Rika? Ia kira, Ken sudah sering menjamah berbagai bentuk tubuh para nona muda di malam hari di luaran sana.
Daripada berurusan dengan salah-satu serigala yang lepas, Rika percepat langkahnya dan berharap jika di depan sana ada pangeran berkuda putih yang rela menghajar bajingan mesum ini untuknya.
Pftt! Hanya berharap saja, sih.
===BERSAMBUNG===