1 Minggu Kemudian.
Fatma sedang menata masakannya di atas meja, tiba-tiba ia merasakan kontraksi yang luar biasa di perutnya. Karena tidak kuat lagi menahan rasa sakitnya akhirnya Fatma tidak sengaja menjatuhkan gelas yang sedang ia pegang dan sontak hal itu membuat sang ibu yang sedang berada di dapur merasa kaget dan langsung menghampiri Fatma.
"Ya Allah, Fatma kamu kenapa nak?". Teriak sang ibu.
"Bu, kayanya aku mau melahirkan, perut aku sakit banget bu". Rintih Fatma.
"Tahan sebentar ya nak, Yah, ayah tolong yah". Teriak sang ibu.
Tak lama kemudian sang ayah yang sedang berada di samping rumah langsung bergegas masuk kedalam. "Iya bu, ada apa?". Tanya sang ayah panik.
"Fatma mau melahirkan yah, cepat cari bantuan yah". Gumam sang ibu.
Sang ayah pun segera berlari keluar rumah untuk mencari bantuan, tak lama kemudian Hendra yang baru saja tiba di rumah orang tua Fatma dan melihat ayah Fatma panik, langsung bergegas menghampiri sang ayah.
"Ayah, ada apa? kenapa ayah terlihat panik". Tanya Hendra.
"Tolong Fatma, nak Hendra. Fatma mau melahirkan". Gumam sang ayah.
"Yaudah ayo kita bawa Fatma ke rumah sakit". Ujar Hendra yang segera bergegas masuk ke dalam rumah.
Sementara Fatma yang masih merintih kesakitan mencoba untuk bertahan sekuat tenaga, Hendra yang melihat raut wajah Fatma sedang menahan rasa sakit tidak kuasa dan langsung menitikan airmatanya.
"Fatma yang kuat ya,ayo kita kerumah sakit". Ujar Hendra yang langsung mengendong Fatma.
Sementara Fatma mengiyakan ucapan Hendra, demi buah hatinya Fatma rela untuk membuang segala ego dan kebenciannya pada Hendra dan melupakan sejenak semua masalahnya di antara mereka berdua. Setelah berkendara kurang lebih lima belas menit mereka tiba dirumah sakit. Dengan sigap Hendra segera mengendong Fatma dan meminta bantuan perawat yang ada disekitar, Fatma pun segera dibawa ke ruang bersalin menggunakan kursi roda.
Setelah tiba di ruang bersalin, Hendra pun di perkenankan masuk untuk menemani Fatma. Air mata Hendra pun luruh membasahi kedua pipinya, sambil mengenggam tangan Fatma, Hendra meyakinkan Fatma untuk bisa melahirkan normal. Dan memberi semangat pada Fatma untuk bisa mengejan mengikuti arahan sang dokter dan tak lama kemudian terdengar suara tangisan bayi, Fatma merasa lega ketika mendengar suara tangisan sang anak dan tak terasa air matanya pun luruh membasahi kedua pipinya.
"Mas, anak kita sudah lahir". Ujar Fatma beruarai air mata.
"Iya sayang, terima kasih kamu sudah berjuang untuk melahirkan anak kita". Gumam Hendra tak kalah sedihnya dengan Fatma.
Tak lama kemudian dokter pun datang menghampiri mereka berdua dan memberikan bayi tersebut ke dalam pelukan Fatma. "Selamat ya bapak dan ibu, bayi kalian perempuan, lahir sehat sempurna tanpa kurang suatu apapun". Gumam sang dokter.
"Alhamdulillah". Ujar Hendra.
"Assalamuallaikum Isyana, ini aku bunda Fatma yang sudah melahirkan kamu". Gumam Fatma sambil mengecup kening sang bayi.
"Isyana?". Tanya Hendra.
Fatma tersenyum. "Iya mas, aku sudah mempersiapkan sebuah nama untuk anak kita yaitu Isyana Kamila".
"Nama yang bagus dan cantik, aku suka nama itu". Ujar Hendra.
"Terima kasih mas, sekarang kamu gendong Isyana ya terus kumandangkan adzan untuk Isyana". Pinta Fatma.
Hendra pun mengiyakan ucapan Fatma, Hendra tak kuasa menahan airmatanya ketika mengendong sang anak untuk pertama kalinya. Hendra pun mulai mengumandangkan adzan di telinga kanan sang anak, air matanya pun kembali mengalir antara bahagia dan juga sedih. Bahagianya kini ia telah menjadi seorang ayah, sementara kesedihannya ialah jika setelah ini Hendra harus berpisah dengan istri dan anaknya karena Fatma meminta untuk bercerai.
Setelah selesai mengumandangkan adzan, Hendra mencium lembut kening sang anak, lalu ia memberikan lagi sang anak kepada Fatma. "Aku sangat bahagia sekarang dengan hadirnya Isyana". Gumam Hendra terharu.
"Aku juga mas, karena Isyana lah yang membuat aku kuat untuk menjalani hari-hariku yang terasa berat". Sahut Fatma sambil mengelus pipi sang anak.
Belum sempat Hendra membalas ucapan Fatma, dokter meminta Hendra untuk keluar dari dalam ruangan bersalin karena sebentar lagi Fatma dan sang anak akan di pindahkan ke ruang perawatan. Hendra pun mengiyakan permintaan sang dokter, ia keluar dari dalam ruangan dengan raut wajah yang sangat bahagia. Hendra melempar senyum pada kedua mertuanya dan langsung memeluk mereka berdua dengan erat.
"Bu, yah, cucu kalian sudah lahir. Perempuan, sehat dan tidak kurang suatu apapaun". Gumam Hendra terisak.
Alhamdulillah. Ujar sang ayah dan ibu berbarengan.
Tak lama kemudian terdengar suara pintu ruang bersalin di buka, Fatma pun segera di pindahkan keruang perawatan. Hendra dan kedua orang tua Fatma segera berjalan mengekori di belakangnya, setibanya di ruang perawatan dengan sigap Hendra langsung mengendong Fatma ke tempat tidur. Kedua orang tua Fatma sangat senang ketika melihat cucu mereka juga di bawa ke ruangan tersebut.
"Nah Fatma, aku sengaja meminta ruang VIP ini pada pihak rumah sakit, agar kamu bisa lebih mudah menyusui Isyana dan juga bapak sama ibu bisa nyaman ketika menemani Fatma". Ujar Hendra.
"Makasih ya mas, aku dirawat di kamar biasa juga gak apa-apa". Gumam Fatma.
Tak lama kemudian Annisa muncul secara tiba-tiba dan mengejutkan semua orang yang ada di ruangan tersebut. "Ternyata disini rupanya kamu mas, oh jadi Fatma sudah melahirkan. Selamat ya Fatma". Ujar Annisa.
"Iya terima kasih Mbak Annisa". Sahut Fatma lirih.
"Terus gimana mas? kamu jadi kan talak Fatma, kan dia sudah melahirkan. Kamu harus buktiin janji kamu ke aku dong". Gumam Annisa manja.
"Annisa kamu apa-apaan sih". Dengus Hendra.
"Aku sudah siap jika kamu ingin menalak aku hari ini mas". Ujar Fatma lirih sambil menitikan airmata.
"Benar Hendra lebih baik kamu talak anak ayah sekarang, dari pada Fatma harus terus menerus menahan siksa batin". Gumam sang ayah.
"Tapi yah—udah deh mas, kamu tunggu apalagi? mereka aja sudah meminta ngapain kamu menunda". Annisa langsung memotong ucapan Hendra.
"Baiklah kalau ini kemauan kamu Fatma, mulai hari ini aku talak kamu". Ujar Hendra lirih sambil menitikan air mata.
Annisa pun senang karena akhirnya ia bisa memiliki Hendra seutuhnya tanpa harus pusing memikirkan soal Fatma. Sementara Fatma menyeka airmatanya dan berusaha tegar mengahadapi semuanya.
"Terima kasih mas, kamu sudah menjadi suami terbaik yang pernah aku punya. Aku doakan semoga kamu dan Mbak Annisa hidup bahagia". Ujar Fatma.
"Memang seharusnya begitu Fatma, karena Hendra kan masih suami aku". Seru Annisa ketus.
"Cukup Annisa!!". Bentak Hendra. "Fatma tapi apakah aku masih boleh sesekali mengunjungi Isyana?". Tanya Hendra.
Fatma tersenyum. "Tentu saja mas, kenapa tidak".
"Terima kasih Fatma, kamu benar-benar perempuan berhati malaikat". Ujar Hendra.
"Udah deh mas gak usah lebay, mending kita pergi sekarang dari sini". Tarik paksa Annisa.
Hendra pun tak kuasa menahan Annisa yang langsung membawanya keluar dari dalam ruangan Fatma. Hendra pun kesal karena di perlakukan seperti itu oleh Annisa, sementara Fatma yang berada di ruangannya langsung menangis sejadi-jadinya.
"Sabar nak, semoga Allah menganti rasa sakitmu dengan kebahagiaan dunia dan akhirat". Ujar sang ibu menenangkan sambil mengelus lembut punggung Fatma.