Chereads / Dendam Cinta / Chapter 24 - Reuni dan Pengkhianat

Chapter 24 - Reuni dan Pengkhianat

Eryk mendorong tubuh Katherine ke belakangnya, menatap tajam Kervyn yang berada di lantai atas, "Kau licik, ke sini jika berani."

"Kau sudah belajar beberapa kata menggertak selama dua belas tahun, aku bangga padamu, Eryk," kata Kervyn dengan senyum manisnya.

"Jangan menyebut namaku," kata Eryk dingin.

Kervyn berdecak pinggang dengan ekspresi meremehkan, "Tapi sifatmu yang tidak bisa diajak bergurau tidaklah berubah."

Eryk muak dengan ucapan basa-basi ini, jika ia punya pistol mungkin ceritanya akan lain lagi, "Apa yang kau mau dariku?"

"Hm ... biar aku berpikir sebentar," kata Kervyn sambil mengetuk-ngetuk pelipisnya dengan jari telunjuknya, "ah, iya, aku ingin berterima kasih kau sudah memberi uang padaku."

"Berpuas-puaslah kau dengan uangku," sindir Eryk dingin.

"Hm ... kau masih mudah marah, aku suka," kata Kervyn, "walaupun tingkat kecerdasan kau masih di bawah rata-rata."

Eryk mengepalkan tangannya menahan emosinya diejek seperti itu, "Kau berbicara mengenai dirimu sendiri? Menyedihkan."

Kervyn menggelengkan kepalanya tak percaya apa yang baru saja didengarnya, "Kau lebih memilih emas dari pada emerald jelas membuktikan kecerdasanmu tidak naik dari sejak terakhir kita bertemu."

"Bicaralah seperti orang normal kebanyakan," sindir Eryk.

"Hahaha ...," Kervyn tertawa keras hingga memenuhi ruangan yang sepi, "kau pikir aku melakukan ini hanya untuk uangmu? Kau salah besar, Eryk. Uangmu tidak sebanding dengan apa yang akan aku dapatkan setelah ini."

Eryk mengerutkan alis hitam tebalnya.

Bukan uang? Lantas apa?

Kervyn menyeringai lebar, "Seperti kataku, kau mengambil emas dari pada menjaga ketat emerald-mu."

"Emerald?" Eryk berpikir keras, sama sekali tidak memiliki atau mengkoleksi emerald, apa yang dibicarakan Kervyn ini? "aku tak punya batu emerald atau perhiasaan lainnya, aku ini bukan kolektor sepertimu."

"Itulah kau Eryk, hanya fokus pada egomu sampai tidak tahu kau menyembunyikan sesuatu yang aku cari selama ini," kata Kervyn sambil menggelengkan kepalanya tidak habis pikir, "kau sungguh-sungguh tumpul, tetapi aku berterima kasih pada ketumpulanmu dengan begini aku bisa melanjutkan lagi proyek yang terhenti bertahun-tahun lamanya."

Semua yang dikatakan Kervyn tidak masuk akal di kepala Eryk.

Menyembunyikan?

Ego?

"Aku rasa aku akan beritahumu mengingat kau sudah berbaik hati memberiku uang dan emerald itu," kata Kervyn enteng, "kau tahu dulu kau pernah menjadi Bodyguard?"

Eryk terkejut bukan main, mendengar kata Bodyguard membuatnya seketika paham apa yang dibicarakan dengan Kervyn sejak tadi.

Ia menjadi Bodyguard hanya sekali.

Emerald yang Kervyn maksud adalah warna mata.

"Gaea ...," gumam Eryk.

Jadi semua ini adalah untuk memisahkan dirinya dengan Gaea?

Kervyn bertepuk tangan setelah melihat raut wajah Eryk yang berubah cemas, "Sekarang kau mengerti ... tidak kau takkan mengerti, kau selalu seperti ini Eryk, selalu memikirkan dirimu sendiri."

"Diamlah!" seru Eryk emosi.

Kervyn jelas tidak menurut, "Kau tidak pernah berpikir kenapa Ayah kita begitu melindungi Gaea sejak dulu, kenapa kau ditugaskan menjadi Bodyguard. Kau tak tertarik, makanya sampai sekarang pun kau masih tidak bisa menangkap aku."

Amarah Eryk yang sudah melampaui batasnya diremehkan terus pun melempar pulpen yang ada di balik jaketnya yang dengan mudah dihindari Kervyn, "Kau salah jika aku tidak memiliki kesiapan mengenai Gaea."

Kervyn tertawa lagi, "Kesiapan apa? Kau di sini terkurung bersamaku dan mereka berpesta tanpa kau? Iya, kesiapan hebat."

Eryk terkejut mendengarnya, "Mereka tidak berpesta! Takkan mungkin," katanya tajam meskipun hatinya campur aduk sekarang.

Takkan mungkin, 'kan?

Gaea dan saudaranya mengadakan pesta setelah ia melarang keras sebelum pergi ...?

Kervyn sama sekali tidak terpengaruh akan gertakan Eryk justru tersenyum lebar penuh kepuasan melihat saudaranya panik, "Kau pikir mereka semua setia padamu?"

"Mereka setia padaku," Eryk menjawab tanpa ragu sedikit pun.

Senyum Kervyn semakin lebar, "Biar aku tekankan, apakah mereka setia padamu?"

Eryk hendak mengulangi ucapannya lagi sebelum akhirnya tersadar sesuatu jika mereka setia takkan mungkin mereka akan mengadakan pesta.

Tidak mungkin ....

Seolah tahu apa yang dipikirkan Eryk, Kervyn berkata tanpa beban, "Benar Mister Enzo, tidak semua saudaramu setia padamu."

Eryk tertunduk dalam, memikirkan salah satu keluarganya mengkhianati dirinya membuat semua keberaniannya perlahan redup. Ia hanya mengikuti instingnya, namun siapa sangka akan menjadi kenyataan dan ia sama sekali tidak memiliki petunjuk soal siapa yang berkhianat padanya.

"Jadi? Aku berbaik hati padamu memberikan pilihan, apakah kau mau menangkapku atau menyelamatkan emerald-mu?" tanya Kervyn.

Eryk menatap tajam Kervyn yang hanya dibalas seringai lebar oleh saudaranya, matanya melebar tak kala melihat Rainer berdiri di belakang Kervyn.

Kervyn dapat mendengar bunyi sepatu dari arah belakangnya, menoleh yang disambut sebuah kepalan tangan Rainer, ia yang mendapat serangan tiba-tiba tidak bisa mengelak pukulan Rainer di pipinya, ia mendecih yang mengeluarkan darah dari sana, "Aku lupa ada kau di sini."

"Aku bosan mendengar omong kosong mu," kata Rainer dingin, lalu menyerang lagi, yang sayangnya meleset.

Kervyn yang kini memegang lengan Rainer kemudian mengangkatnya hingga terjatuh ke lantai bawah tempat Eryk berada mengenai meja bundar di bawahnya hingga terbelah dua.

"Rainer!" Eryk segera menghampiri Rainer yang merintih kesakitan memegangi punggungnya, "Kau baik-baik saja, Rainer?"

Rainer berusaha duduk yang dibantu oleh Katherine.

"Pelan-pelan, tubuhmu baru jatuh dari ketinggian," kata Katherine berusaha menghentikan yang ingin Rainer berdiri.

Rainer menolak bantuan Katherine dengan mendorong memakai tangannya di saat itulah ia tak dapat merasakan jari telunjuk kirinya, "Jariku mati rasa."

Eryk menggertakan giginya frustrasi, "Kervyn!"

Kervyn hanya mengangkat bahu acuh tak acuh, tak terima disalahkan, "Aku hanya melindungi diriku."

Eryk mau berbicara lagi, namun dihentikan oleh Rainer.

Rainer menggelengkan kepalanya, "Jangan, sekarang lebih baik kita cepat kembali ke rumah."

"Tapi bagaimana?" tanya Eryk frustrasi tidak memiliki cara kabur dan ini di lantai empat.

Rainer tersenyum samar, "Mereka akan datang."

"Hah?"

Seketika ruangan mulai dipenuhi oleh peserta lelang yang tadi berada di lantai bawah.

"Hey, Kervyn, katanya kau mau memberikan barang koleksimu secara gratis!" kata salah satu peserta.

Kervyn terkejut bukan main, "Apa!?"

"Kau sendiri yang bilang tadi di mikrofon pengumuman."

Kervyn semakin bingung, "Apa? Aku tidak membuat pernyataan seperti itu!"

"Jangan berbohong, Kervyn."

"Sekarang, Eryk," bisik Rainer.

Eryk tersadar dan segera meletakan tangan Rainer di bahunya barulah berjalan cepat ke lift, "Aku tidak tahu apakah kita akan bisa kabur, aku yakin Kervyn memiliki anak buah di sini, dan mungkin mereka bawa senjata."

"Aku sudah mencari tahu lelang ini, Kervyn sesungguhnya mendaftarkan lelang ini secara legal," kata Rainer, "lelang sebelumnya gagal ketahuan oleh Johnny jadi mereka membuat kesepakatan baru, bersyarat Kervyn harus memakai pegawai dari Johnny."

"Aku pikir Johnny akan setuju saja tanpa mencari lebih dalam," kata Eryk mengingat kemarin Johnny menyinggung masalah uang.

"Dan menghancurkan reputasi mereka demi sedikit uang? Takkan mungkin," kata Rainer, "walaupun aku masih tidak mengerti kenapa Kervyn tetap setuju menyewa ini, pastilah dia buru-buru soal acara ini."

"Hm," Masuk akal juga, "Aku akan menghubungi Johnny nanti. Tetapi, sekarang ...."

"Memastikan Gaea belum diculik," Rainer melanjutkan kata-kata Eryk.

Eryk menghela napas, dalam hatinya berharap Gaea mengikuti perintahnya meski kecil, tidak ada salahnya berharap.

***

Gaea menghabiskan sisa roti yang berada di tangannya, mengakui rasanya enak dan teksturnya lembut. Namun, seenak apa pun tidak ada niatan menambah tetap fokus membuka mata lebar-lebar.

Mereka membawa kecurigaan ini jadi terpaksa Gaea harus memasang pertahanan yang tinggi.

Sejauh ini tidak ada yang mencurigakan hanya obrolan biasa dengan Alex dan Lola terutama Lola yang tadinya dingin perlahan mulai mencair lewat obrolan mereka, Alex membantu sekali dalam hal ini, ia sungguh berterima kasih.

Hanya Ferdinand lama sekali mengambil minuman di kulkas, Gaea menjadi curiga kepada pria bertubuh kekar tersebut, tak mungkin Ferdinand merencanakan sesuatu?

"Bintang kita datang, baby!" kata Alex.

Gaea melirik dan melihat Ferdinand berjalan kemari membawa box besar di tangannya.

Ferdinand membuka box tersebut yang berisi botol bir lalu melemparkannya ke arah Alex yang ditangkap sempurna oleh saudaranya.

Gaea kira kulkas Eryk menyimpan minuman sehat saja kemarin ataukah ia yang salah? Ia tidak mengecek pendingin yang atas karena yakin hanya ada es batu atau makanan beku lainnya. Bisa jadi pesanan di toko roti.

Memangnya toko roti menyajikan bir? Mungkin pizza, namun pizza sudah dibawa Alex ke sini untuk apa Ferdinand memisahkannya?

Napas Gaea mulai tidak teratur.

Tidak mungkin.

"Ini Gaea," kata Ferdinand setelah meletakan satu botol bir serta gelas bening berisi es batu berbentuk kotak-kotak kecil di dalamnya.

"Kenapa kau memakai batu es? Bukankah akan menghilangkan rasa dari birnya?" tanya Gaea.

Ferdinand tertawa, "Kami memang suka minum dengan es batu, tepatnya kami suka memakan es batunya terutama Alex."

"Benar," kata Alex yang baru selesai mengunyah es batunya, "jika kau tidak mau, kau bisa memberikan itu padaku, babe."

"Apakah gigimu baik-baik saja?" tanya Gaea merasa linu melihat Alex mengunyah bongkahan batu es seakan-akan itu empuk.

"Gigiku sehat~ gigiku kuat~" Alex menjawab dengan nada bersenandung ria, mengambil botol bir yang lain dan meminumnya lanjut makan pizza dengan lahapnya.

Gaea tidak heran Eryk melarang menyimpan makanan cepat saji, melihat ketiga saudara Enzo itu makan dengan rakusnya membuat napsu makan turun, "Kalian pelan-pelanlah."

Lola berhenti makan untuk menjawab, "Kita tidak tahu kapan Eryk kembali jadi aku mau cepat menghabiskan ini," katanya, "Gaea kau cepatlah makan nanti keburu habis."

"Siapa yang cepat dia dapat, babe!" kata Alex dengan dua pizza di tangannya.

Gaea memutar bola matanya dan mengambil pizza dari box, melirik lagi ke temannya, tidak ada yang mencurigakan, mereka makan dengan lahapnya bahkan Ferdinand yang tadi sempat mencurigakan pun ikut makan dan minum. Ia mendekatkan potongan pizza ke bibirnya, memperhatikan lagi, dan di saat itulah melihat Ferdinand dan Alex membuang es batu yang ada di gelas milik mereka mengisi dengan yang baru.

'Bukankah tadi mereka suka memakan es batu?'

Gaea melirik bir yang berada di dalam gelasnya, es batunya sudah mencair karena tidak kunjung diminumnya, melirik mereka yang sibuk makan sambil mengobrol, dengan segeramenyembunyikan gelasnya di balik punggungnya, menumpahkan ke salju di kakinya dan meletakkan lagi ke meja, "Bir tadi tidak enak karena es batunya sudah mencair."

"Kau seharusnya menggantinya, babe," kata Alex.

Lola yang sudah selesai makan, sedang duduk di kursi panjang mendorong gelasnya ke Gaea memakai kipasnya, "Masih membeku tuh Ge, minum pakai gelasku saja," katanya sebelum kemudian tersenyum mengejek, "atau kau sekarang jijik denganku?"

"Tentu saja tidak," Gaea membantah keras. Hanya ragu jika pada akhirnya meminumnya untuk apa tadi membuangnya? Dan lagi semua orang kini tertuju padanya. Terpaksa ia mengambilnya, menuangkan bir ke dalam gelasnya barulah memasukan bir ke dalam mulutnya, "Fermish sefbentwr," katanya dengan mulut masih dipenuhi bir langsung berlari ke dapur untuk memuntahkan bir di mulutnya di wastafel, membersihkan bibirnya memakai air keran.

"Jangan bergerak."

Gaea membeku di tempatnya berdiri merasakan sesuatu keras menempel di punggungnya. Ia mengenali suara ini, suara yang tadi berpesta bersamanya, "Kenapa kau melakukan ini Ferdinand?"

Ferdinand tidak menjawab melainkan berkata dingin, "Ikut denganku dengan tangan di atas kepala, Gaea."

Gaea melirik mencari benda yang cukup keras di dekat tangannya, menemukan tutup panci yang masih belum diletakan ke rak, tanpa basa-basi mengambilnya dan berbalik menyerang Ferdinand tepatnya tangan pria itu yang sedang memegang pistol, pukulannya mengenai pistol tersebut yang membuat pistolnya terlempar ke ruang tamu.

Ferdinand merintih kesakitan akan kekuatan pukulan tutup panci Gaea, menatap tajam Gaea sebentar kemudian berlari mengambil pistol yang jatuh di lantai tak jauh darinya.

Gaea juga berlari ke tempat pistolnya, sadar takkan bisa mengambilnya mencari cara lain dengan melempar tutup panci logam yang masih ada di tangannya ke Ferdinand yang membuat pria itu sukses mengerang kesakitan memegangi kepala. Ia memanfaatkan ini untuk mengambil pistol tersebut, tapi sebelah kakinya ditarik oleh Ferdinand yang membuatnya terjatuh dan mereka berusaha memperebutkan pistol tersebut.

Gaea mempertahankan sementara Ferdinand mencoba merebut dari atasnya.

"Aku tidak mau menyakitimu, Gaea," kata Ferdinand disela-sela kekacauan ini, "kau membuat situasi ini jadi rumit."

Gaea tidak memperdulikan, tenaganya hampir habis untuk mempertahankan pistol tersebut, jika begini pistol itu berpindah tangan tidak ada tempat buat kabur! Tidak ada cara lain selain dengan cara itu! Dengan segenap kekuatan yang dimilikinya, ia menendang kepribadian Ferdinand yang kembali sukses membuat pria itu menyingkir dari atasnya memegangi bagian vital yang menjadi korbannya.

Gaea segera berdiri dan berlari halaman belakang tempat dimana Lola dan Alex berada, dan terkesikap melihat keduanya tertidur, Lola di kursi sementara Alex di tumpukan salju.

'Kenapa posisi tidur mereka tidak normal?'

Gaea segera berlari ke tempat Alex berada, mengguncangkan tubuh pria itu, "Alex! Alex! Bangun!"

Tidak ada jawaban.

Gaea menyentuh leher Alex untuk memeriksa napas serta denyut nadi, "Obat tidur ...?"

Dari mana? Jika diamati dosisnya pasti tinggi dari Alex yang sama sekali tidak merespon.

Gaea meletakan Alex lagi, sejujurnya ingin memindahkan, namun sekarang ia tengah bermain dengan 'waktu' bersama Ferdinand. Ia berpindah ke Lola, mengguncangkan tubuh sahabatnya itu, "Lola? Lola? Sadarlah!"

Butuh beberapa kali barulah mata Lola yang begitu terasa berat terbuka perlahan membuat senyuman di bibir Gaea mengembang.

"Lola? Syukurlah kau bangun," kata Gaea lega.

"Apa yang terjadi?" tanya Lola memegangi kepalanya, "aku mengantuk sekali dan tak sadarkan diri ...?" katanya kikuk.

"Kau sungguh menyusahkan."

Gaea melirik Ferdinand yang sudah menyusulnya lengkap dengan pistol yang tertuju padanya.

"Ferdinand?" Lola yang masih belum sadar sepenuhnya, bingung kenapa Ferdinand membawa pistol dan lagi tertuju pada Gaea, "Apa yang kau ...?" Ia tidak menyelesaikan katanya-katanya, Ferdinand menembakan peluru mengenai perutnya.

Gaea berteriak syok, "Lola!" Melihat Lola yang kembali lemah ke kursi diserta di darah yang mulai keluar memicu amarahnya memuncak. Ia mengarahkan pistolnya ke Ferdinand. Fokus sesuai ucapan Eryk, jarinya menarik picunya, yang mengenai pistol milik Ferdinand terpental ke kolam renang yang membeku. Ia menarik picunya lagi sayangnya tidak ada peluru yang keluar terpaksa dibuang ke kolam renang yang membeku, berputar-putar di sana.

Mereka saling berpandangan satu sama lain tajam.

"Aku buat kau menyesali sudah melukai orang yang paling terpenting bagiku!" kata Gaea emosi.

Ferdinand tersenyum samar, "Kau pikir bisa mengalahkan aku dengan jurus jeet kune do milikmu?"