Pagi telah datang kembali, membawa cerita-cerita baru untuk hari ini. Seperti pagi-pagi sebelumnyanya, Tian bangun lalu mulai menju kamar mandi untuk membersihkan diri. Rutinitas yang biasa dilakukan kebanyakan orang dimuka bumi.
Setelah selesai memberishkan diri, Tian menuju almari dan mengeluarkan satu stelan kerja yang dia beli dengan hasil jerih paya sendiri. Tian tidak terlahir dari keluarga berada. Sejak kecil hidupnya justru serba kekurangan, terlebih setelah sang Kakak meninggal karena kecelakaan.
Sebenarnya Kakek dari Ayah Tian adalah orang yang cukup terpandang di Korea. Karena kesalahan sang Ayah yang mencintai gadis dari keluarga biasa yaitu Ibunya, membuat Kakeknya murka. Awalnya Kakek tidak merestui hubungan Ibu dengan Ayah. Tetapi seiring berjalannya waktu, Kakek mau menerima pernikahan itu. Puncak amarah Kakek adalah ketika sang Ibu tengah mengandung dirinya. Kakek kembali ingin memisahkan Ibu dan Ayah. Sedangkan Ayah yang ingin mempertahankan pernikahannya, akhirnya memutuskan untuk membawa pergi keluarga kecilnya ke Indonesia. Dan saat itulah penderitaan keluarganya dimulai.
Ketika usianya menginjak 18 tahun, sang Ayah menghembuskan nafas terakhirnya disaat dia baru menyelesaikan pendidikan tingkat akhirnya. Dua tahun berikutnya, sang Ibu pergi menyusul Ayahnya karena penyakit jantung yang diderita. Tian sudah tidak punya siapa-siapa lagi di dunia ini. Hanya ada satu orang baik yang dia kenali. Orang yang sejak dulu selalu membantu keluarganya melewati masa-masa sulit. Mungkin jika bukan karena orang itu, Tian juga tidak akan bisa mengenyam bangku pendidikan.
Awalnya Tian tidak pernah tau sosok itu, sampai dua tahun yang lalu tiba-tiba orang itu datang dan meminta pertolongan darinya. Tian yang merasa memiliki banyak hutang budi, langsung saja menyetujui permintaan orang itu. Setidaknya hanya itu yang bisa dia lakukan untuk membalas budi baik orang tersebut.
Selesai memakai stelannya, Tian berdiri didepan kaca. Menatap pantulan dirinya yang tampak rapi dan berwibawa. Tian tersenyum sekilas, sebelum akhirnya berbalik untuk mengenakan sepatunya. Dia akan pergi untuk menjalankan tugas yang diamanahkan padanya kemarin. Tugas penting dari atasan yang sangat dia hormati.
Memberhentikan sebuah taxi yang akan membawanya menuju tempat kerja baru. Tian tidak memiliki mobil atau pun kendaraan lainnya. Bukan karena tidak mampu membelinya. Bahkan gajinya dalam sebulan bisa untuk membeli sebuah sepeda motor. Tetapi Tian ingin menyimpan uang itu untuk keperluan lainnya. Dan jika dia butuh kendaran, ada fasilitas perusahaan yang bisa dia gunakan. Atasannya itu terlalu baik, hingga dia merasa tidak enak karena diperlakukan dengan sebaik itu.
Taxi yang dia tumpangi telah berhenti, membayar ongkos sesuai dengan argo yang tertera dan membuka pintu untuk segera keluar. Matanya menatap takjub hunian mewah yang ada dihadapannya itu. Rumah yang tengah dilihatnya saat ini benar-benar seperti istana. Halam depan yang cukup luas, disamping kiri ada garasi terbuka yang berisi beberapa mobil mewah milik tuan rumah. Tian menggelengkan kepala, menghilangkan kekagumannya dan mulai menuju pintu utama.
"Iya, Tuan mencari siapa?" Tanya wanita paruh baya yang membukakan pintu untuknya. Sepertiya wanita ini adalah salah satu asisten rumah tangga yang bekerja disini.
"Apakah Tuan Ben ada dirumah?" Tanya Tian.
"Ada. Mari, silakan masuk! Saya akan panggilkan Tuan besar dulu, Anda silakan duduk!" Ucap asisten rumah tangga itu yang kemudian kembali masuk kedalam untuk mencari sang majikan.
Tian mendudukan diri pada kursi yang tersedia. Dia kembali mengangumi susunan interior rumah yang tampak mewah menyilaukan mata. Lampu gantung yang bak dihiasi ribuan permata, lemari besar yang berisi beberpa pernak-pernik mewah berwana emas dan perak, hingga kursi kayu dengan ukiran naga yang sangan indah.
"Tian? Akhirnya kau datang juga." Suara Ben yang baru saja memasuki area ruang tamu.
"Selamat pagi Tuan, bagaimana kabar anda?" Tian berdiri dari posisinya, membungkukkan badan untuk memberi hormat pada sang pemilik rumah. Sebuah kebiasaan yang selalu diajarkan oleh sang Ayah, dan Tian tidak akan pernah melupakan itu semua.
Maklum saja, terlahir dengan darah Asia dan Tionghoa membuatnya tumbuh menjadi pria yang memiliki kepribadian mengagumkan. Ramah, sopan, dan berwibawa. Tiga kata yang menggambarkan diri Tian saat pertama kali Ben melihat dirinya.
"Baik. Duduklah! Azzura mungkin masih tidur di kamarnya. Aku ingin berbincang denganmu dahulu, sebelum kau menemuinya." Ucap Ben meminta Tian untuk kembali duduk bersamanya.
Ben mulai melontarkan beberapa pertanyaan pada Tian, yang langsung dijawab dengan begitu mengagumkan. Ben bahkan tak menyangka jika Tian bisa memiliki pemikiran yang tidak biasa. Dia yakin jika Tian pasti akan bisa membantu segala kesulitan putrinya. Setelah puas memberikan pertanyaan, kini Ben mulai bercerita tetang sosok putrinya. Tian harus tau bagaiman sikap dan prilaku Azzura, hingga dia tidak akan merasa kesulitan saat harus bekerja sama dengan Azzura nantinya.
"Zura memang masih sedikit kekanakan dan manja, tapi saya yakin dia akan bisa belajar dan beradaptasi dengan cepat. Dia anak yang penuh akan ambisi, walau kadang karena itu juga saya melihat dia sebagai sosok anak yang kesepian. Dia tidak pernah mempunyai teman, dan saya berharap kamu bisa menjadi teman yang selalu menjaganya."
Tian bisa melihat harapan besar seorang Ayah dari pancara mata Ben saat ini. Harap agar putrinya bisa menjadi seseorang yang luar biasa dan membuatnya bangga. Harapan yang juga Ben pikulkan kepada Tian. Sebab jika Tian gagal membantu Azzura, maka Ben pasti akan kecewa pada dirinya juga.
"Saya akan berusaha dengan baik, Tuan." Hanya itu yang bisa Tian ucapkan. Dia tidak ingin membuat jaji besar yang mungkin tidak akan bisa dia tepati.
***
Masih dengan mata yang terpejam, Azzura kini terduduk diranjang sambil meregangkan tangannya ke atas. Membuat selimut yang membalut tubuhnya itu turun ke pinggang. Bertepatan dengan itu pula Tian masuk setelah lebih dari tiga kali mengetuk pintu kamar. Tian mematung ditengah pintu, mulutnya terbuka menikamati pemandangan indah yang tersaji dihadapannya.
Bagaimana tidak bereskpresi seperti itu. Saat ini Azzura hanya menggenakan tank top crop berwarna putih yang membalut tubuh bagian atasnya. Bahkan dibalik tank top itu Tian bisa melihat dua bulatan indah yang tampak mempesona.
Azzura membuka matanya perlahan, lalu terkejut saat melihat pria asing yang bardiri ditengah pintu kamarnya yang terbuka.
"AAAAAAAA" Triak Azzura yang langsung menarik selimut untuk menutupi tubuh bagian atasnya.
Tian yang terkejut mendengar teriakan Azzura pun mulai tersadar dari lamunan kekagumannya, dia menormalkan kembali ekspresinya lalu membungkukkan badannya sebagai permohonan maaf.
"Maafkan saya Nona. Tuan meminta anda untuk segera turun dan menikmati sarapan pagi bersama. Saya----"
"KELUAR!!!!!" Teriak Azzura lagi, yang membuat Tian kembali membungkuk dan menggundurkan diri dari hadapan Nona mudanya itu.
Tian sedikit tersenyum setelah dirinya menutup kembali pintu kamar Azzura. Dia tidak menyangka jika Nona muda yang akan dia jaga sangat cantik dan mempesona. Sepertinya akan sangat menyenagka jika dia bekerja dan mengabdikan diri pada Azzura.
Sedangkan Azzura kini tampak kesal dan meratapi kebodohannya yang terbiasa tidur tanpa mengenakan underwear. Sebenarnya bukan menjadi masalah jika dia terbiasa tidur seperti itu, ini kan kamarnya dan pria itu yang sudah kurang ajar masuk ke kamarnya tanpa mengetuk pintu. Dan kenapa juga dia harus lupa mengunci pintu kamarnya. Jika pintu terkunci, pasti pria itu tidak bisa masuk dengan seenaknya seperti tadi.
Azzura menggelengkan kepalanya beberapa kali, mencoba mengusir pemikira-pemikiran aneh yang timbul pagi ini. Menyingkirkan selimut yang membalut tubuhnya, lalu berjalan memasuki kamar mandi. Mungkin dia akan kembali memarahi pria itu nanti, mengadukan sikap kurang ajarnya yang sudah masuk tanpa ijin ke kamar Azzura.
Selesai mandi dan mengenakan pakainnya, Azzura kini mulai keluar dari dalam kamar. Berjalan menuruni anak tangga, lalu mengayunkan langkahnya menuju ruang makan yang ada. Dilihatnya pria kurang ajar itu berdiri disamping sang Ayah. Azzura berusahan untuk tidak memperdulikan keberadaannya dan memilih duduk pada kursi disamping Ibunya.
"Selamat pagi Mom, Dad." Sapa Azzura pada kedua orang tuanya.
"Selamat pagi sayang. Kau ingin sarapan apa?" Tanya Alena pada putrinya.
"Aku akan sarapan roti saja." Mengambil selembar roti, lalu mulai mengoleskan selai bluberry pada permukaan rotinya.
"Zura. Perkenalkan, pria yang berdiri disamping Daddy ini adalah Tian. Dan Tian adalah pengawal yang sudah Kakak dan Daddy siapkan untuk membantu serta menjaga kamu." Ucap Ben yang membuat sang putri terkejut.
Azzura yang tengah menikmati rotinya, langsung terbatuk setelah mendengar kalimat sang Ayah. Setelah roti itu berhasil ditelannya, dia kembali berteriak. "WHAT????????"
Sepertinya sebentar lagi kerongkongannya akan sakit. Hari ini terlalu banyak hal mengejutkan yang membuatnya berteriak dengan lantang.