Hari ini adalah hari kedua Azzura mejalankan tugasnya sebagai pemimpin perusahaan. Setelah kemarin sudah dilaluinya dengan begitu mudah, hanya menandatangani beberapa berkas dan menghadiri rapat bagian produksi. Sepetinya Azzura belum merasa kesulitan dalam menjalakan tugasnya ini. Dan kalau pun ada kesulitan, dia memiliki banyak karyawan yang bisa diandalkan.
Kemarin sore saat hendak pulang ke rumah, Amanda sekertarisnya berkata jika siang ini dia akan ada meeting dengan klien baru. Membahas kerjasama untuk menambah pundi-pundi rupiah di perusahaannya. Azzura memang belum pernah melakukan hal seperti ini. Meskipun sedikit gugup, tetapi dia memliki Amanda yang pasti juga akan ikut dalam rapat tersebut.
"Nona sudah siap?" Tanya Amanda setelah masuk kedalam ruangan atasannya itu.
Azzura menganggukan kepala, lalu berdiri meninggalkan kursi kebesaran milik sang Ayah. Dia menolehkan kepala, saat merasa Tian mengikuti langkahnya.
"Apa yang kau lakukan? Kau tidak bermaksud untuk selalu mengikutiku kan?" Tanya Azzura sedikit kesal.
"Tentu saya harus ikut kemana pun Nona pergi. Saya sudah diberi amanah oleh Tuan Ben untuk selalu menjaga anda Nona." Jawab Tian.
Azzura mencoba meredam emosinya. Mengepalkan kedua tangan, lalu kembali malanjutkan langkahnya bersama Amanda. Bahkan Tian masih bisa mencuri dengar gumaman tertahan sang Nona muda yang berada didepannya saat itu.
"Menyebalkan sekali. Andai dia bukan orang pilihan Daddy, pasti sudah ku pecat sejak pertama kali aku bertemu dengannya."
Amanda yang berada disampingnya, juga tampak ikut tersenyum mendengar gumaman itu. Sepertinya dia tidak akan pernah bisa menghidar dari pengawasan Tian. Pria itu selalu berdiri disampingnya tanpa kenal lelah. Kadang Azzura berfikir, apa kakinya tidak merasa kesemutan saat harus berdiri sepanjang hari.
Ketiganya berangkat menuju restoran tempat meeting dilaksanakan. Tian menyetir dibangku depan, sedangkan kedua wanita itu duduk santai dibangku penumpang belakang. Sepertinya pekerjaan Tian merangkap menjadi pengawal dan juga supir pribadi.
Mobil sudah berhenti di tempat parkir, Tian keluar untuk membukakan pintu penumpang bagi sang Nona muda. Sedangkan Amanda tampak membuka sendiri pintu disisi lainnya. Ketiganya kembali berjalan bersama memasuki restoran. Lalu mulai menghampiri meja yang sudah terreservasi.
Tampaknya rekan bisnisnya itu sudah terlebih dahulu datang. Dan dia sedikit merasa tidak enak karena telah membuat rekannya menunggu. Azzura memberhentikan langkah saat sudah tiba didepan meja. Dia mengulas senyum sekilas pada dua pria berbeda generasi dihadapannya. Kedua pria itu tampak berdiri untuk menyambutnya. Lalu salah satu dari mereka tampak mengulurkan tangan pada Azzura. Pria bertubuh besar yang bisa dipastikan jika usianya tidak jauh berbeda dari sang Ayah, atau bahkan mungkin lebih tua.
"Bimo Airlangga. Pemilik hotel Airlangga yang terkenal di Jakarta." Ucap pria paruh baya itu dengan angkuhnya.
"Azzura Abraham." Jawabnya membalas uluran tangan pria tua dihadapannya.
Bimo menatap Azzuran dari atas hingga bawah. Mengamati penampilan gadis muda yang merupakan putri dari rekan bisnisnya. Wajahnya cantik khas orang Barat lainnya, tetapi juga masih terlihat perpaduan Asia dan Timur Tengah. Meskipun pakaian yang dikenakannya hanyalah stelan celana kerja dan blazer warna senada. Tetapi Azzura tetap terlihat cantik dan mempesona.
"Maaf Tuan." Tian mencoba melepaskan genggaman tangan Bimo yang sejak tadi merekat pada tangan Azzura. Padahal gadis muda itu sudah berusaha untuk melepaskannya, tetapi Bimo tampak enggan melepasnya dan justru menatap Azzura dengan mata genitnya.
"Ohh.. saya yang harusnya minta maaf. Saya begitu terkagum melihat kecantikan Nona Azzura." Ucapnya setelah Tian berhasil melepaskan genggaman tangan tersebut.
"Mari, silakan duduk!" Bimo mempersilakan mereka duduk, tetapi Tian masih setia untuk berdiri disamping Azzura.
Azzura bernafas lega, sebelum akhirnya duduk berhadapan dengan bandot tua yang mata keranjang. Bisa dipastikan jika pria ini sudah berkeluarga, bahkan mungki juga sudah memiliki cucu. Lihat saja penampilannya, rambut klimis dengan kumis tipis yang menghiasi wajah mesumnya. Tubuhnya besar dengan perut buncit yang bahkan tidak mampu ditutupi oleh jas mahalnya. Pria ini pasti tidak pernah olahraga. Bahkan Ayahnya yang sudah tua saja tidak berperut buncit seperti ini, karena selalu rajin berolahraga dan mengkonsumsi makanan sehat bergizi.
"Jadi, Nona Azzura ini adalah putri bungsu dari Ben Abraham? Saya tidak menyangka Ben memiliki putri secantik Nona." Punjinya lagi yang membuat Azzura muak mendengarnya.
"Saya kemari untuk membahas bisnis. Bukan untuk mendengar pujian atau pun membahas hal pribadi tentang keluarga saya. Bisa langsung kita mulai saja meetingnya? Saya masih banyak pekerjaan lainnya di kantor." Ucapan Azzura menghunus tepat pada sasaran. Membuat wajah Bimo berubah kesal dan meminta sang sekertaris untuk menjelaskan permintaan perusahaannya.
Sekertaris Bimo menjelaskan seluru detail permintaan furniture yang akan digunakan pada hotelnya. Dari mulai desain ranjang, meja, hingga sofa. Sedangkan Amanda tampak mencatatnya, dan Azzura mendengarkan dengan seksama. Beberapa kali Azzura ikut menanggapi kala mendengar permintaan yang kurang masuk akal. Dan sekertaris Bimo pun kembali menyerahkan kepada sang atasan.
"Bagaimana Pak?" Tanya sekertaris itu.
"Saya tetap tidak akan merubahnya. Jika perusahaan Abraham tidak bisa menanganinya, lebih baik kita cari perusahaan lainnya." Jawa Bimo dengan santainya.
"Anda tidak bisa melakukan itu! Permintaan anda ini sungguh tidak wajar. Bagaimana bisa kami mencampurkan bahan yang kurang bermutu pada produksi kami. Itu bisa mengurangi kualitas barang, dan tentunya anda juga bisa merugi."
"Anda masih terlalu muda Nona. Anda belum tahu bagaimana cara kerja di dunia ini. Semua itu kami lakukan untuk menakan biaya pengeluaran. Dan tentunya kami yang akan merugi jika menggunakan semua bahan yang berkualitas dengan harga yang tidak murah."
"Tapi seluruh produk kami menggunakan bahan-bahan yang berkualitas. Kami lebih mengutamakan kualitas dari pada harga. Jadi saya benar-benar tidak bisa mengabulkan permintaan anda ini."
"Ok, kalau begitu saya bisa cari perusahaan lain yang lebih kompeten untuk menuruti keinginan kliennya,"
Azzura terlihat sangat kesal setelah perdebatan panjang yang tidak ada hasilnya ini. Dia tidak tahu harus berbuat apa lagi agar Bimo tidak membatalkan kontrak ini. Baru saja Azzura hendak memohon, tetapi Tian lebih dulu menyela dengan kalimat bijaknya.
"Anda tentu tidak akan melakuka hal itu Tuan. Anda sudah menandatangani kontrak dengan Tuan Ben beberapa hari lalu. Dan tentu anda tau apa konsekuensinya untuk pembatalan sepihak kontrak kerjasama ini. Jika anda tidak ingin merugi dengan denda sebanyak itu, lebih baik anda menerima saran dari Nona Azzura."
Ucapan Tian membuat wajah culas Bimo berganti dengan kemarahan. Bandot tua itu sepertinya tidak bisa mengelak lagi, dan terpaksa mengikuti semua keinginan Azzura.
"Baiklah. Kali ini anda yang menang Nona. Saya akan mengikuti saran anda. Dan saya ingin barang pesanan saya datang sesuai jadwal yang sudah disepakati."
"Baiklah. Saya jamin anda tidak akan kecewa dengan hasil kerja kami." Azzura tampak tersenyum senang setelah mengatakan itu semua. Tampaknya membawa Tian dalam meeting ini bukanlah kesalahan. Ayah dan Kakaknya memang benar, Tian adalah pria yang bisa diandalkan.
***
"Terimakasih. Hari ini kamu sudah banyak membantuku. Jika tidak, mungkin perusahaan bisa kehilangan kontrak kerjasana tadi." Ucap Azzura yang kini sedang berada berdua saja didalam mobil dengan Tian. Mereka akan kembali pulang setelah seharian melakukan aktivitas pekerjaan.
"Tidak perlu merasa sungkan Nona. Itu sudah kewajiban saya untuk membantu dan menjaga Nona Azzura. Tuan Ben sudah mempercayakan tugas ini kepada saya, dan saya harus mengembannya dengan penuh tanggung jawab." Balas Tian yang masih focus pada jalan dihadapannya.
"Ternyata Daddy dan Kak Robin tidak salah memilih orang. Kau ternya memang berbakat, dan sepertinya aku harus banyak belajar tentang bisnis darimu."
"Pengetahuan bisnis saya masih terlalu jauh dibawah Tuan Robin. Tetapi jika Nona memang membutuhkan bantuan saya, saya pasti dengan senang hati membatu Nona."
Azzura menganggukan kepala, dan tampa sadar tersenyum menatap wajah tampan Tian yang terpantul dari kaca depan. Sepertinya Azzura mulai gila. Bagaimana bisa dia tertarik dengan pria yang baru beberapa hari ini dikenalnya. Terlebih status sosial mereka yang bagaikan langit dan bumi, tidak akan mungkin bisa bersatu karena jarak yang terlalu jauh.
Mobil yang dikendarai Tian sudah berhenti didepan kediaman Abraham. Dia hendak membuka pintu untuk keluar, tetapi ucapan Azzura membuatnya mengurungkan niat itu.
"Kau tidak perlu kluar! Dan bawa saja mobil ini. Besok pagi jangan lupa untuk menjemputku kembali. Aku tidak ingin kau terlambat lagi seperti tadi pagi." Azzura bekata sambal memunguti barang-barang bawaannya.
Memang pagi ini Tian datang sedikit terlambat karena tidak mendapatkan taxi untuk menuju kemari. Dia pun terpaksa berjalan kehalte dan menunggu beberapa waktu hingga bus tujuannya tiba. Setelah tiba dikediaman Abraham pun dia kembali mendapat kesialan dengan mendengar omelan dari sang Nona muda.
"Baiklah Nona." Jawab Tian menganggukkan kepala.
Azzura kerluar dari dalam mobil, dan Tian mulai melajukan kembali mobil ini. Tian sedikit senang mendengar pujian dari Nona mudanya tadi, terlebih dia juga sedikit merasa jika Azzura memberinya perhatian lebih dengan menyuruhnya pulang membawa mobil. Entahlah, Tian tidak mau memikirkannya terlalu jauh. Dia takut jika kelak hal-hal baik ini akan menjadi boomerang untuk dirinya sendiri.