Chereads / Kost Putri / Chapter 2 - Getah Nangka

Chapter 2 - Getah Nangka

Aduh bagaimana ini,... apakah aku harus mendapatkan masalah bahkan sebelum aku ikut wawancaranya.

Belum sempat dia memikirkan alasannya tiba-tiba komandan marah-marah,

"kamu, berani-beraninya pertama kali masuk langsung tidak pake topi. Lakukan konsekuensinya sekarang!"

"Tapi komandan..." ucapku dan laki-laki itu bersamaan. Setelahnya aku hanya menunduk tak berani mengangkat wajah setelah melihat raut wajah tegas yang tak mungkin bisa ditawar itu.

Akhirnya dengan pasrah aku bersiap meninggalkan barisan menuju gerbang.

"Yusuf! Segera laksanakan konsekuensi karyawan yang berani tidak memakai topi"

"Baik, komandan" ucap laki-laki yang dipanggil Yusuf itu sembari melirik tajam ke arahku.

Sontak aku langsung pucat, bagaimana ini.

Setelah Yusuf menjauh, baru lah dia merasa agak lega. Beruntung Yusuf itu tidak mengatakan apapun pada komandan. Baik untuk sementara semuanya baik baik saja kan. Fokus.

"Huft, akhirnya..."

Dengan hati gembira aku pergi meninggalkan kantin, tempat tadi kami melakukan wawancara. Separuh rombongan harus pulang karena mereka gagal. Syukurlah aku beruntung hari itu, aku berhasil membawa pulang sesetel seragam untuk ku pakai besok.

Kami para gadis yang lolos segera dibagi menjadi 5 kelompok lalu diangkut oleh mobil lagi. Kami dibawa menuju kost masing-masing.

Kost Putri

Mobil kami berhenti di depan bangunan itu.

"Silahkan masuk, ini kost kalian sementara. Jika kalian betah kalian boleh menetap, jika bosan kalian bisa pindah. Suka-suka."

Setelah mengatakan itu, bapak itu langsung pergi. Kami bingung masuk lewat mana ya?

5 menit berlalu dan kami masih di depan bangunan itu. Dari kejauhan aku melihat bapak tadi berlari ke arah kami.

" Maaf.. hh..h.." bapak itu ngos-ngosan.

" Maaf gerbang kost kalian memang didesain seperti ini, kalian harus memasukkan sidik jari ke pot tanaman di sebelah sini. Hanya orang yang terdata yang bisa membuka gerbang ini." Aku bingung. Disini tidak ada pot tanaman??

Eh, ternyata. Bapak itu mengetuk sisi dinding lalu dengan ajaib muncul sebuah pot tanaman. Oh begitu...

Wow.. wow.. wow..

Para gadis di belakang ku langsung menyerobot masuk. Oke, baiklah. Aku masuk paling akhir dan tak heran aku mendapat kamar paling belakang.

" Boleh gabung.."

Aku meletakkan tas ku lalu menoleh. Tidak ada siapa-siapa di pintu. Deg..

" Hwaaaaa..."

Klik.

Gubrakkk,... Jdug.. jdar..

"Aaaaaaa.."

Sontak semua penghuni kost langsung berhamburan menuju sumber suara. Mendapati pintu kamar yang tertutup mereka berbalik sambil bergumam-gumam tak jelas.

"Dasar aneh"

"..."

"??"

Di dalam kamar. Sekilas aku melihat putih-putih. Apakah kamar ini berhantu. Gelap. Aku tak sadarkan diri..

Aku bangun ketika sesuatu menyenggol kakiku. Pandangan ku masih kabur. Aku teringat kejadian kemarin. Merinding. Apakah mungkin hantu bisa ngorok.

Sesuatu di bawah sana terasa sangat dingin. Kaki telanjang seputih mayat menindih kaki ku.Ya Tuhan, selamat pendosa ini. Aku belum siap mati. Seandainya aku harus mati muda, tolong pilihkan adegan kematian yang fantastis. Mati setelah menyelamatkan pria tampan kaya raya mungkin, menjadi tameng pelurunya presiden, menghentikan teroris atau apalah yang penting keren. Kalo gitu kan setidaknya aku bakal dapat imbalan balas budi, walaupun uangnya juga bukan buat aku si. Lah ini, masak 'Gadis Cantik Mati Diterkam Hantu Kamar Kost Putri' kan nggak wow.

Sedang asyik membayangkan cara kematian yang fantastis, tiba tiba ada yang menjambak rambutku.

"Mama tolong, aku belum mau mati..."

Aku bingung. Bukan kah semua hantu pernah mati. Lagian bukan dia aja yang nggak mau mati.

"Bukan kah kamu hantu, seharusnya kamu tidak takut dengan kematian" kataku takut-takut.

"Enak saja, cantik manis seksi gini dibilang hantu. Emang ada hantu yang bibirnya merah merona kaya aku. Hantu yang bulu mata nya lentik kaya aku. Hantu itu pantasnya kaya kamu, pucet dekil lusuh awut-awutan.."

"Syukurlah, terimakasih Tuhan sudah menyelamatkan ku. Eits, kamu bilang apa barusan. Aku hantu?!! Rasakan amukan hantu ini"

"Awwww... " teriak kami bebarengan. Aku bahkan belum menyentuhnya tapi dia sudah kesakitan. Mungkin aku akan mengira bahwa tubuhku punya kekuatan magic, kalau saja aku juga tidak berteriak kesakitan.

Apakah dia ingin mencabut seluruh rambut ku. Tidak... rambut nya menyatu dengan rambut ku. Aku menyadarinya ketika tangan ku hendak memisahkan rambut kami. Tiba-tiba tangan ku justru menarik lebih banyak rambut saat menyentuh rambut ku. Apa yang salah?

"Getah nangka sialan..." ucap kami bebarengan lagi.