Chereads / Kost Putri / Chapter 3 - Damai Bersyarat

Chapter 3 - Damai Bersyarat

Akhirnya kami berdua memutuskan untuk damai, dengan langkah gontai kami berjalan keluar kamar menuju kamar Mbak Hen, penghuni kost tertua.

" Tolong.. setan setan... hush.. hush.. amit amit"

Yah seperti dugaanku. Mbak Hen pasti syok melihat dua makhuk seperti kami. Bagaimana tidak, kami keluar dalam posisi semua rambut kami menutupi muka. Ditambah rambut kami saling mengait.

" Mba ini kami penghuni kamar pojok. Alisa" ucapku sambil mengulurkan tangan.

" Nana" ucapa gadis sebelah ku.

Tanpa menyambut uluran tangan ku Mbak Hen langsung bicara dengan suara yang masih bergetar, " mau apa kalian?"

" Kami mau minta minyak tanah."

"What the... jangan bilang kalian berdua kerasukan. Pagi-pagi udah aneh-aneh aja kelakuannya."

Jdarr. Pintu kamarnya langsung ditutup. Oke, fine terpaksa aku keluar kost menuju rumah bapak kost yang letaknya diujung gang. Semua orang di sepanjang jalan memandang kami dengan mata menyelidik. Anak-anak yang tandinya asyik bercanda berlarian langsung menangis. Ibu-ibu yang sedang belanja langsung mencak-mencak.

" Dasar orang gila! Pergi! Kalian menakuti anak-anak"

Nana mulai terisak, sungguh ini adalah awal yang berat. Untung pak kost segera muncul.

"Ada apa ini?"

"Ini pak ada orang gila yang keluar dari kost e sampeyan(1) "

" Lho.."

" Ini kami pak" Aku dan Nana langsung menyibak rambut kami. Omegot rambutku tambah menempel.

"Hiks.. hiks mamakk aku pingin mulih(2)"

"Cup cup.."

Akhirnya setelah menceritakan semuanya pada pak kost, kami langsung diberi minyak tanah. Semoga saja ini berhasil. Kami langsung pamit pulang, tentu tak lupa mengucapkan terimakasih dulu sama pak kost.

Sesampainya di kost, kami langsung menuju kamar mandi. Setelah antri 15 menit akhirnya kami bisa masuk. Tanpa ba bi bu lagi aku langsung menuangkan minyak tanahnya ke rambut kami. Menggosok-gosok nya dengan tangan juga penuh getah nangka. Alhasil setelah berkutat lama getah nangkanya hilang. Puji syukur kebesaran Tuhan.

Oke, getah nangka nya cukup sampai sini aja ya teman.

Setelah mandi, tentunya nggak seruangan ya, mereka bersiap berangkat kerja. Entah bagaimana, seragam mereka terlihat pas, nggak kekecilan nggak juga kedodoran.

Dengan parfum aroma minyak tanah mereka siap berangkat.

"Ups hampir lupa, topi ku masih di kamar, Na"

"Cepetan ambil nanti telat, aku nggak mau ya di hari pertama telat. Apalagi sampai kelupaan atribut kaya kamu. Amit-amit jabang bayi. Aku tuh ya orangnya selalu perfect, anti tu yang nam..umh...umh.."

"Bisa nggak pagi-pagi nggak bikin badmood"

"Kamu tu yang apa-apaan. Bisa rusak ini wajah aku dipegang-pegang tangan bau minyak tanah, Lo"

"Ni anak bener-bener ya!!"

"Bodo! Wlek.." Nana langsung nyelonong pergi sambil menjulurkan lidahnya. Bener-bener nyebelin.

"Oke. Tinggalin aja ya..."

Setelah aksi kejar-kejaran akhirnya sampai juga mereka di depan pabrik. Tanpa peduli tatapan sinis orang di sekeliling, aku langsung menarik baju Nana.

"Apa-apaan si!"

"Lo tu yang apa-apaan, apa coba maksudnya tasnya Lo tinggal. Emang gue babumu apa?! Emangnya Lo mau banget ya dapet hukuman di hari pertama."

Tunggu-tunggu kok aku tiba-tiba jadi cerewet gini sih.

"Nih..!!"

Aku langsung melempar tas itu ke Nana.

"Heh! Jadi nyebrang nggak mba, liatin noh jalanan jadi macet nungguin kalian"

"Jadi jadi, sorry, bang" ucapa Nana centil.

"Eh tunggu! Kamu gadis yang kemarin kan! Mana topiku ?! Kembaliin topi ku.."

"Eh.."

Secepat kilat aku langsung menarik Nana ikut menyebrang. Beruntung klakson-klakson itu menghentikan satpam itu mengejar kami. Selamat-selamat.

"Kamu kenal sama Abang satpam ganteng tadi, Lis?"

"Enggak..."

"Tunggu-tunggu, jangan bilang topi kedodoran yang Lo pake itu punya Abang satpam. Tega lho ya, gara-gara kamu Abang ganteng ku kemarin dihukum komandan tau. Kembaliin nggak! Sini..!!"

"Enak aja, nggak mau..."

"Sini..!"

Dengan santai aku terus berjalan menuju ruang training. Nana yang sedari tadi berusaha merebut topiku, eh topinya Abang satpamnya yang aku rebut deh, berhenti karena malu dilihatin orang lalu lalang. Ditambah mereka langsung mengibas-ibaskan tangan mereka di depan hidung setelah kami lewat.

"Eh ngapain kalian. Aku udah mandi kok" ucap Nana sambil mencium ketiaknya.

"Nggak bau." lanjutnya

Aku mah bodo amat. Tapi Nana yang dasarnya selalu mementingkan penampilan merasa down, seolah-olah itu harga dirinya telah jatuh ke dasar jurang. Busyet lebay deh.

Untung lah bel masuk menghentikan ketegangan ini. Aku langsung mengajak Nana masuk tanpa memedulikan tatapan aneh orang-orang.

Awal training emang standarnya gitu ya. Ada senior yang galak kaya malaikat Malik ada yang baik ramah kaya malaikat Ridwan. Kalo temen-temen si masih pada diem-diem. Cukup membosankan menurut ku. Namun ketenangan kelasku terusik ketika seorang trainer pria masuk. Suasana damai langsung hilang berganti teriakan histeris.

"Wowowo, perfect sangat tampan"

"Apaan sih, Na. Malu-maluin aja deh. Udah diem, dia bisa denger. Lagian perfect apanya, rambutnya aja gondrong begitu. Kalo dia di sekolah ku dulu, pasti udah dibotakin sama guru olahraga ku."

"Ehm, kok kelas kalian bau minyak tanah ya.."

What?! Apakah seperti ini sikap pria gentleman?! Sontak saja ruang kelasku langsung riuh.

"Iya, Om.. dari pagi.."

"Minyak tanah kok dibuat parfum.."

"Tau tu.."

"Kriminal kali mereka.."

"..."

"..."

"STOPP!!"

Hening seketika, dengan senyum terpaksa, aku yang duduk tepat dihadapan bapak itu langsung berkata, "Bapak yang terhormat, waktu dan tempat saya persilahkan"

"Oh,oke.." balas bapak itu sambil melirik ke arahku dan Nana.

Akhirnya setelah delapan jam duduk manis mendengarkan tausiyah, eh materi kuliah katanya, lalu satu jam istirahat, kami pun pulang. Ngomongin soal materi kuliah, minggu pertama kita itu kuliah materi D1 katanya. Terlepas itu benar atau tidak, kami yang rata-rata pelajar yang pingin kuliah tapi daftarnya jadi pekerja merasa cukup senang bahwa setidaknya bisa merasakan kuliah D1 seminggu ini.

Sesampainya di depan pabrik kami mengantri untuk disebrangkan. Maklum, di sini adalah kawasan industri ditambah ini waktunya jam pulang jadi jalanan padat macam di ibu kota.

Oh tidak, satpam itu lagi. Sebelum Nana bereaksi, aku langsung menarik Nana untuk terus berjalan. Masalah nanti bisa nyebrang atau nggak itu urusan belakang.

"Kok kita lurus si, Lis. Nanti kalo nggak bisa nyebrang gimana. Aku nggak mau ya mati muda. Cita-cita ku masih panjang. Omegot aku juga belum nikah. Aduh Abang ganteng tolongin Nana."

Tuh kan, mulai deh alay nya. Sabar Lisa, sabar.

" Sorry ya queen, aku nggak mau ketemu babang ganteng mu di sana. Kalo nanti topiku diambil gimana? Nanti aku pasti bakal diskor, terus nggak lolos training, nggak bisa kerja. Kalo gitu nanti yang nemenin queen Nana siapa?"

"Ihh so sweet deh, lagi dong lagi. Quenn Nana"

"Iya queen Nana ku"

"Oke deh kita damai ya."

"Thanks,Na"

"Eits, damai bersyarat ya. Aku bakal temenin kamu nyebrang sendiri walaupun hatiku cedih nggak lihat Abang ganteng, babang tampanku, mempertaruhkan nyawa, mempertaruhkan masa depan ku asalkan mulai sekarang kamu harus panggil aku quenn Nana. Deal..."

"Deal..!!"

Dari author :

Btw, tau nggak teman kalo ternyata getah nangka itu berasal dari tasnya Nana. Dia membawa separuh nangka matang sama kulit-kulitnya. Terus kok kemarin Alisa sama Nana bisa pingsan ya? Ternyata Lisa itu alergi sama nangka, sebelas duabelas sama orang yang mabuk durian gitu. Terus Nana nya kenapa? Author juga bingung gaes kenapa Nana kok ikut pingsan :v

(1) Kata 'kamu' dalam Bahasa Jawa

(2) Bahasa Jawa yang artinya 'Mama saya ingin pulang'