Chereads / Jadi Pahlawan Lagi? / Chapter 3 - Chapter 2

Chapter 3 - Chapter 2

Anu…

Apa yang harus kulakukan untuk menghadapi pemandangan yang berada di depan mataku ini?

Maksudku aku sudah biasa disembah dan mendapatkan penghormatan dari berbagai orang pada saat aku masihlah [Sang Pahlawan Legedaris] Sakaki Hiyama yang dikenal di seluruh dunia.

"Wah apa ini?"

Di tengah saat aku berpikir mengenai apa yang harus kulakukan saat ini, sebuah suara bisa terdengar dari belakangku.

Ah, ternyata ada orang lain di sini rupanya.

Pasti mereka adalah [Pahlawan] lain yang juga ikut terpilih kah~

Sebaiknya aku segera berbalik untuk mengetahui siapa mereka.

Aku membalikan tubuhku dan betapa terkejutnya diriku pada saat menemukan jika orang yang juga dipanggil sebagai [Pahlawan] adalah orang-orang yang bisa dibilang sulit untuk dipercaya.

"Anu… ini dimana ya?"

Suara itu berasal dari seorang anak laki-laki dengan wajah yang sangat tampan, tidak, aku sama sekali tidak bercanda di bagian 'sangat tampan'-nya karena aku sama sekali tidak bisa menemukan kata lain selain 'sangat tampan' atau 'super tampan untuk menggambarkan bagaimana dia, tapi jika aku mengatakan dia 'super tampan' aku rasa ada sebagian dari diriku yang sedikit tidak terima.

Dia mirip sekali dengan tipikal seorang protagonis Fantasi-Isekai yang akan memiliki nasib bagus, berambut hitam yang agak panjang sampai menutupi telinganya, mata berwarna hitam yang lebar, tinggi tubuh yang lumayan untuk seorang anak SMA, dan juga bagian yang paling membuatku kesal adalah wajahnya yang terkesan tidak bersalah.

Dia ini…

Dia mirip sekali dengan diriku pada saat awal dikirim ke Eos!

Persamaan yang luar biasa ini sampai membuatku tercengang sendiri dan aku baru sadar jika mulut milikku juga sedang setengah terbuka dari 'terbuka lebar'.

"Tunggu, Kaito. Tadi kita kan sedang berada di perjalanan menuju rumahmu untuk belajar kelompok kan? Mengapa sekarang kita berakhir di tempat aneh yang dipenuhi orang menjijikan sedang menunduk ke arah kita… dan paman itu siapa?"

Bergandengan tangan.

Benar, sang anak laki-laki sedang bergandengan tangan dengan seorang gadis pirang, ditambah lagi gadis itu adalah seorang loli dan ditambah lagi pirang!

Pirang!

Benar sekali!

Warna rambut yang menunjukan sifat dasar dari salah satu streotipikal tokoh yang ada di berbagai cerita; Tsundere.

Selain dari cara bicara dan juga warna rambut, aku juga mengetahui dia adalah seorang Tsundere dari suatu hal lainnya yaitu; model rambutnya.

Twintail!

Bayangkan saja, gadis ini adalah sebuah kombinasi sempurna dari berbagai fetish yang kumiliki.

Sebenarnya aku bisa saja menerkam dia sekarang dan melakukan apapun yang kusuka tapi aku masih mengingat umur.

Aku memang tidak membedakan gadis yang lebih muda atau lebih tua tapi aku masih sadar ada yang dinamakan garis batasan bagi orang dewasa seperti kami yang tidak boleh dilewati.

Kalau kami melewatinya sih…

Yah siap-siap saja kehilangan kehormatan dari orang lain.

Tapi ngomong-ngomong…

Mengapa gadis yang sedang digandeng oleh anak laki-laki ini tidaklah satu melainkan dua?

… yah.

"Harem King?"

"BUKAN!"

Sang anak laki-laki dengan nada bicara yang terkesan berusaha untuk mati-matian menolak perkataanku.

Aku menoleh ke arah gadis satunya.

Dia…

Cantik sekali…

Berbeda dengan si Gadis tsundere twintail yang terkesan imut dan bersemangat, gadis ini malah terkesan penidam dan tenang.

"…"

Bisa dilihat dari tingkahnya dimana aku yang terus saja memandanginya dibiarkannya, dia hanya semakin mengeratkan pegangan tangannya kepada anak laki-laki berambut hitam tersebut untuk menutupi wajahnya dariku.

Aku tidak tahu apakah dia malu atau jijik kepadaku…

I~yaa, aku merasa jijik kepada diriku sendiri sekarang karena terlalu lama memandangi gadis itu.

Rambutnya berwarna kehitaman dengan gradasi berwarna kebiruan di tiap helainya, rambut yang panjang dan diikat oleh sebuah pita merah.

Mata berwarna merah yang terkesan berair, wajah bulat yang manis, dan juga tubuh yang mungil walau lebih tinggi daripada si tsundere twintail.

"Ah, Kaori! Apa yang kau lakukan?"

Si anak laki-laki terlihat terkejut dengan apa yang dilakukan oleh gadis tersebut kepada dirinya, sementara si gadis tsundere terlihat tidak mau mengalah dengan semakin mengencangkan gengamannya terhadap tangan milik anak laki-laki tersebut juga membenamkan lengannya ke wajahnya.

Aku hanya bisa menyimpulkan satu hal dari semua kejadian yang terjadi tepat di depan mataku.

Riajuu lebih baik meledak saja.

Itulah kesimpulan terbaik yang bisa kudapatkan.

Aku segera membalikan badan setelah melihat orang-orang yang sepertinya adalah [Pahlawan] lainnya yang dipanggil secara bersamaan bersamaku.

Namun pada saat aku berbalik aku menyadari ada sesuatu yang aneh.

"Anu…"

Hm, apa?

Darimana asal suara imut ini berasal?

"Apakah anda tahu dimana ini sekarang?"

Pertanyaan itu lagi kah… sebenarnya jawabannya sudah amat jelas kan?

"Kalau anda tahu bisakah memberitahuku?"

Hah, memangnya asal suara ini berasal dari mana sih?

Sesuatu bisa kurasakan sedang menarik-narik pakaianku, hmm asalnya dari bawah.

Segera aku menoleh ke bawa dan aku menemukan jika ada seseorang yang terlihat begitu manis, dia memiliki tingkat kemanisan yang jika menggunakan sistem penilaianku adalah 5 dari 5!

Pada awalnya aku mengira jika ini adalah semacam delusi tapi dia sepertinya mampu menyentuh benda yang nyata, jadi kurasa perlu untuk mengakui kalau dia ini memang adalah seseorang?

Tapi penampilannya itu lho…

Terlalu manis.

Dia…

Laki-laki atau gadis ya?

Tapi dari penampilannya dia mengenakan semacam seragam sebuah SMA yang tak pernah kulihat sebelumnya, terlebih lagi itu adalah seragam untuk murid laki-laki…

"Uhh, kau sedang berada di sebuah dunia bernama Eos, kemungkinan besar juga ada di kerajaan Astalfit."

Seolah tidak memiliki kepedulian aku menjawab lalu pergi meninggalkannya walau dia sudah mengatakan, "Tunggu!"

Kakiku berjalan melangkah menuju ke depan Altar dimana di sana terdapat sebuah tangga.

Tangga tersebut kuturuni dan aku menemukan jika para pendeta berbaju putih tersebut telah bergerak dari posisi awal mereka.

Sekarang, mereka menunudukan tubuh mereka di sepanjang tangga.

Sementara itu, keempat orang yang kutinggal tersebut sepertinya jadi kebingungan dan tidak tahu harus melakukan apa sehingga mereka mengikutiku dari belakang.

Setelah menapaki tangga dengan jumlah yang tidak bisa dihitung dengan mudah menggunakan kedua jari, akhirnya kami sampai di depan suatu lubang terowongan yang gelap.

Pada saat aku melirik ke belakang aku menemukan jika mereka semua berhenti melangkah pada saat aku juga berhenti berjalan.

"Gelapnya…"

Untuk pertama kali, si gadis berambut hitam berbicara.

Suaranya bahkan terdengar imut dan membangkitkan jiwa seorang Otaku yang sudah kupendam dalam-dalam.

Aku hampir saja berlari ke arahnya lalu memintanya untuk mengucapkan berbagai macam kata manis seandainya saja aku tidak mengingat batas yang sudah kutentukan.

Di antara terowongan tersebut ada semacam pilar berjumlah dua buah dengan obor menyala di sana.

Tanpa ragu aku mengambil salah satu obor tersebut dan melanjutkan perjalananku di dalam kuil ini.

Langkah kaki dalam jumlah besar dapat terdengar pada saat aku menelusuri terowongan tersebut karena banyaknya jumlah orang yang mengikutiku.

Aku bisa mendengar kalau mereka semua seperti sedang membicarakan sesuatu tapi aku tidak terlalu meperhatikannya dan lebih memilih untuk berjalan maju ke depan.

Akhirnya kami sampai di depan sebuah pintu yang begitu besar.

Semuanya terlihat tidak memiliki ide apa yang harus dilakukan kecuali aku.

Aku segera mendorong pintu tersebut dengan pelan.

Oh, rasanya jauh lebih ringan daripada saat aku pertama kali ke sini.

Apakah mereka melakukan renovasi?

Tapi hal semacam itu tidak mungkin juga soalnya kuil ini adalah suatu tempat yang suci dan juga hampir tidak pernah disentuh.

Pintu itu terbuka dengan pelan.

Cahaya masuk ke mata kami yang tidak melihat cahaya selama beberapa saat dan terasa begitu menyilaukan.

Setelah pintu tersebut terbuka dengan lebar, aku menemukan sebuah pemandangan yang tidak asing.

Ah, kalau tidak salah di sinilah tempat dimana aku pertama kali disambut oleh mereka.

Maksud dari mereka adalah sang Raja dan juga putrinya.

Apakah mereka semua masih baik-baik saja ya, soalnya sudah sekitar 8 tahun berlalu.

Ruangan ini adalah [Ruang Penyembahan].

Dan pintu yang mengarah ke tempat dimana kami berlima berada adalah terowongan yang mengarah ke [Ruang Pemanggilan].

Kakiku berjalan ke depan dan pada saat itu aku hanya bisa tersenyum sambil menaikan sebelah lenganku sementara tanganku terbuka lebar untuk membuat sikap memberikan salam.

Di depan mata kami semua terdapat sepasang laki-laki dan anak perempuan yang sepertinya sudah menunggu kami sedari tadi.

"Selamat datang para [Pahlawan]! Kami sudah—!!"

Ah wajah sang Raja berubah menjadi kaget, hal semacam ini sudah wajar sih mengingat kami sudah bertemu dalam waktu yang cukup lama dan juga mungkin dia terkejut karena penampilanku yang berbeda jauh daripada sebelumnya.

Sementara si Putri sih…

Yah bisa dibilang dia juga sama seperti sang Raja tapi entah mengapa ada semacam perasaan kebahagian juga terpancar dari wajahnya.

"Tak mungkin… kau… bukankah kau seharusnya sudah kembali ke duniamu setelah berhasil menjalankan tugasmu sebelumnya?"

"Memang itu yang terjadi sih, hanya saja entah karena keberuntungan atau kesialan aku kembali lagi ke dunia ini sebagai seorang [Pahlawan] lagi walaupun sebelumnya aku adalah [Sang Pahlawan Legendaris], mungkinkah ini pertanda dari Dewa kalau aku harus memulai segalanya dari awal lagi?"

"[Sang Pahlawan Legendaris] yang dikenal sebagai [Lord Wizard] yang berhasil menjadi yang terkuat diantara yang terkuat sampai akhirnya dapat menyelamatkan dunia ini dari kehancuran dengan menyegel [Demon King] untuk selama-lamanya…"

"Ah, benar sekali, Ougon… sepertinya kau masih dapat mengingat siapa aku ya."

"Sasaki Hiyama!"

*Wuuuusssh*

"Sakaki! Ternyata memang kau ya! Kau masih kau ya!"

"Oh Ougon, senang melihatmu masih sehat…"

""Ahahahahahahaha!""

Semua orang yang berada di ruangan tersebut kecuali sang Putri terlihat terkejut setengah mati melihat kelakuan kami.

Kami berdua mengucapkan kalimat reuni kami dengan genggaman tanganku berada di telapak tangan milik Ougon dan muncul sedikit asap dari bekas pukulan tersebut.

Asap tersebut menunjukan seberapa kuatnya pukulanku yang sudah kuperkuat dengan sihir yang keluar secara tidak sengaja tersebut.

""""Apa ini?""""

Sisa semua orang yang berada di ruangan tersebut menggumamkan kalimat tersebut dengan mata mereka yang terlihat kosong seperti ikan mati memandang kami berdua.

Memandangi kami berdua yang terus tertawa sambil aku terus menyerang sementara Ougon, sang Raja, terus menahan seranganku.

Mengapa aku melakukan semua ini?

Bisa dibilang amarahku berada di puncaknya begitu mendengar namaku salah disebutkan…

Ah, maafkan aku yang tidak bisa mengendalikan emosiku dengan baik ini meskipun aku sudahlah seorang pria dewasa bahkan sebentar lagi akan berusia kepala tiga.

Setelah beberapa saat akhirnya aku merasa sedikit lebih tenang dan kami berdua berhenti melakukan sesuatu yang lebih mirip dengan kebodohan antara seorang Raja dan mantan [Pahlawan].

"Ahem, biar aku memulai segalanya dari awal lagi. Selamat datang para [Pahlawan], kami sudah menunggu datangnya kalian!"

"Benar sekali, kami Raja dan Putri dari Kerajaan Astalfit, telah menunggu kedatangan kalian. Terutama salah satu dari kalian~"

Kemudian sang Putri memandang ke arahku sambil mengedipkan sebelah matanya, aku merasakan sedikit perasaan yang tidak enak menjalar di seluruh tubuhku.

Ahh… sang Putri aku jadi mengingat janji yang kubuat dengan dia waktu dia masih kecil… kalau tidak salah usianya waktu itu masihlah 10 tahunan…

Sebisa mungkin aku akan berpura-pura tidak mengingatnya.

Ngomong-ngomong sekarang kami sedang berada di luar Kuil Jarnus.

Lebih tepatnya di sebuah aula yang berfungsi sebagai tempat istirhat.

Aula ini secara khusus dibuat untuk menyambut para [Pahlawan], biasanya akan ada semacam perayaan besar-besaran untuk menyambut [Pahlawan] namun kali ini tidak ada perayaan atau apapun semacamnya sama sekali.

Yang ada hanya semacam acara makan malam besar menyambut kami tanpa ada banyak tamu.

"Untuk sekarang lebih baik kalian memakan makanan yang kami sediakan dan bersantai sebelum mendengar apa yang akan kukatakan."

"Oo, aku akan menikmatinya!"

Dengan cepat aku menjawab sambil bersiap untuk berlari ke arah acara makan malam tersebut sebelum Ougon menarik kerah baju bagian belakangku.

"Hei, hei, kalau kau sih aku memiliki urusan khusus."

"Woi! Kau mau membunuhku kah?"

"Hmm, tidak, tidak, akan menjadi kehilangan yang amat besar kalau aku sampai membunuhmu."

Sebelum kami sempat melakukan pembicaraan kami, si anak laki-laki tampan berambut hitam mengangkat tangannya dan memotong pembicaraan antara kami berdua.

"Anu… bolehkah aku menanyakan beberapa hal dulu?"

"Oh, silahkan saja."

"Sebenarnya apa yang terjadi kepada kami semua?"

"Kalian semua baru saja terpilih sebagai [Pahlawan Legendaris] yang akan menyelematkan kami."

Wajah milik anak laki-laki tampan tersebut menunjukan rasa ketidak percayaan sementara itu si manis yang mengenakan seragam laki-laki muncul dan berbicara kepada anak laki-laki tampan.

"Menurut paman berambut putih yang ada di sana, katanya kita sedang berada di sebuah dunia bernama Eos dan lebih tepatnya Kerajaan Astalfit."

Oi, aku tahu penampilanku sekarang memang sudah mirip orang yang sudah tua, tapi dipanggil paman ternyata masih menyakitkan juga, bahkan oleh keponakanku saja aku masih dipanggil sebagai kakak.

"Tidak bisa dipercayai, bagaimana ini bisa terjadi?'

Ah, wajahnya meununjukan ketidakpercayaan dan juga keputusasaan.

Ahahaha~ aku mengerti perasaanmu nak tapi entah mengapa aku ingin tertawa saja kali ini.

"Tidakkah ada cara bagi kami kembali ke dunia asal kami?!"

Wuah, dia benar-benar seperti tipikal protagonis, ingin kembali ke dunia asalnya sepertinya bukanlah kebohongan yang bisa dibuat-buat kalau wajahnya sampai berubah menjadi seperti ini juga suaranya.

"Ada caranya."

"Apa itu caranya?"

"Tapi bukankah hal semacam itu adalah hal yang terlalu besar untuk anak berusia 16 tahun seperti kami?"

"Hahaha, kalian tidak usah khawatir, sudah ada bukti asli hal semacam itu bisa terjadi."

"Bukti?"

"Orang yang ada di depan kalian ini, paman ini, dia adalah seseorang yang pernah menyelamatkan dunia ini."

Apakah ada yang sedang membicarakanku?

"Hei! Sakaki, kembali ke sini dan letakan semua makanan itu!"

"Hmpfh, haik!"

Dengan mulut yang penuh akan makanan aku menjawab lalu berjalan kembali ke arah kumpulan anak muda dan Raja sekaligus putri tersebut.

Melihat tingkahku aku bisa merasakan kalau tatapan dari para anak muda ini mengatakan, 'Apaan sih sebenarnya paman ini?'.

"Ahem, orang ini, Sakaki Hiyama ini. Dialah [Sang Pahlawan Legendaris]."

"Senang bertemu dengan kalian semua."

Ucapku sambil terus mengunyah makanan yang ada di tanganku.

Sekali lagi hanya dengan tatapan mata mereka aku sudah mampu membaca pikiran mereka, mata mereka seolah sudah mengatakan, 'ini seriusan?'

Mereka seperti baru saja melihat hal yang paling tidak terduga dari seseorang.

Aku hanya bisa mendengus lalu melemaskan bahuku dengan cara memutar-mutarnya setelah semua makanan yang ada di tanganku habis.

Rasanya seperti ada sebuah balon yang meletus dan menyadarkan mereka semua.

""""Ehhhhhh?!""""

Bahkan si rambut hitam yang tenang ikut berteriak juga walaupun teriakannya kecil.

"Paman, kau seorang [Pahlawan]?"

"Orang dengan rambut ubanan ini?!"

"Paman… yang tua ini?"

"Sulit untuk dipercayai karena tingkahnya, ah, maafkan aku!"

Reaksi kalian semua benar-benar menyakitkan bagi diriku, aku hanya bisa mengelus dadaku dengan pelan sambil membalikan tubuhku.

"Ternyata generasi terbaru tidak bisa mengakuimu sebagai seorang [Pahlawan] ya, Sakaki."

"Ougon, diam."

"Baiklah, ohohoho~"

Ini benar-benar di luar dugaan.

Dulunya aku dipuja-puja sampai jadi bahan perebutan berbagai penguasa di dunia ini dan sekarang…

Mengapa perbedaanya begitu jauh?

Hampir saja aku menitikan air mata setidaknya akan terjadi kalau Ougun tidak menepuk pundakku.

"Kau sendiri memang memiliki kelakuan yang tidak mencerminkan hal semacam itu sama sekali sih."

"Ahaha… aku tidak bisa mengelak atau marah karena hal yang baru saja kukatakan karena itu adalah kebenaran yang diakui oleh diriku sendiri."

Tawa kering keluar dari mulutku seolah tidak ada harapan lagi dari diriku.

Aku pulih dengan cepat kemudian memejamkan mataku sebentar lalu memasang tanda peace.

"Biar kuperkenalkan diriku sendiri secara langsung, namaku adalah Sakaki Hiyama, usia 27 tahun, seorang mantan [Pahlawan] dan sebelum sampai ke sini aku adalah seorang Salaryman."

Sang anak laki-laki tampan berambut hitam maju.

"Senang bertemu denganmu, etto… Sakaki-san. Aku adalah Himura Kaito, 16 tahun, seorang Siswa SMA sebelumnya."

Dia terlihat agak kebingungan bagaimana cara memanggilku karena penampilanku tapi sudah cukup tepat untuk memanggilku sebagai Sakaki-san.

Kali ini si anak laki-laki berwajah manis maju.

"Aku, anu, itu. Aku adalah Hayamaru Shigure, senang berkenalan dengan anda, Sakaki-san."

Oh dia malu atau takut?

Aku tidak tahu dan keduanya cukup sulit untuk dibedakan.

Kemudian si tsundere loli twintail.

"Sebenarnya aku tidak ingin melakukan ini tapi Kaito sudah memperkenalkan dirinya, aku Heiwajima Shizuka."

Wah, perkataannya sudah kuduga berbisa.

Gadis semacam dia sih sudah bukan kejutan lagi kalau perkataanya akan menghina diriku.

Ah, sekarang giliran gadis cantik berambut hitam itu kah…

"Sakamaki Kaori… se—senang berkenalan dengan…mu."

Kalau dia sih sudah jelas pemalu, aku tidak bisa memikirkan hal lain yang cocok untuk menggambarkan tingkahnya sekarang.

Malu yang terkesan imut.

"Sekarang giliran kami, Aku Ougon Sryder. Raja dari Astalfit."

Sementara itu setelah Ougon memperkenalkan dirinya si Putri maju dan membungkukan sedikit tubuhnya ke depan dan ini sontak membuat keempat orang tersebut tergagap lalu menirukan gerakan dari putri tersebut.

"Namaku adalah Lumia Sryder, putri dari Ougun Sryder. Para Pahlawan baru, senang bertemu dengan kalian semua."

Perkenalan pun akhirnya usai.

Sebelum mereka sempat melanjutkan pembicaraan, aku secara diam-diam pergi dan kembali ke pesta makan malam yang berada di aula dan memakan begitu banyak makanan Eos yang kadang kurindukan, mereka semua enak dan lezat, tidak kusangka aku akan mendapatkan kesempatan untuk memakan mereka lagi.

Aku juga minum-minum dan membuat para tamu lainnya terkejut dengan seberapa banyak minuman yang dapat kuminum.

Ah menghabiskan minuman sebanyak ini sih bukanlah hal yang hebat, kadar alkohol mereka jauh lebih rendah daripada minuman alkohol yang ada di Bumi.

Terus saja aku bersenang-senang sampai pada akhirnya keesokan harinya sudah tiba.

Kalau aku tidak salah ingat maka kami akan dibawa ke Ibukota yang berada tepat di depan Kuil Jarnus yang akan menghabiskan waktu perjalanan sekitar 3-4 jam dengan kereta kuda.

Aku sudah berada di dalam kereta kuda sekarang bersama Kaito dan para anggota haremnya juga Shigure.

Sementara mereka mengobrol tentang berbagai macam hal, aku berusaha untuk menahan perasaan mual yang menyerangku karena terlalu banyak minum.

"Hooeeeegh!"

"Uwah, Sakaki-san!"