Nindi tengah menyiapkan makan malam saat Kafka tiba di rumah. Putra sulungnya itu langsung ke dapur dan memeluk Nindi dengan manja. Dagunya berada di pundak Nindi dan tangannya melingkar di perut sang bunda.
"Mandi dulu, Bang," suruh Nindi tapi Kafka sama sekali tidak bergerak untuk melepaskan pelukannya.
"Ih, Abang baru pulang? Bau banget!"
Kafka menoleh dengan sebal mendengar suara bernada ejekan itu. Siapa lagi pelakunya kalau bukan adik kembarnya.
"Minggir! Ngalangin jalan!" seru Celin menarik-narik baju yang Kafka kenakan.
"Jangan mulai usil deh, Dek," sungut Kafka dan melepaskan pelukannya pada tubuh Nindi.
"Bunda!" teriak Celin kesal karena Kafka kini malah memeluk dirinya dan sengaja mengapit kepala Celin ke ketiaknya.
Nindi hanya geleng-geleng saja menatap tingkah kedua anaknya. Selalu seperti itu. Berawal dari keusilan Celin yang suka mengatai abangnya, maka akan berakhir dengan gadis remaja 15 tahun itu juga yang berteriak meminta pertolongan.