"Aku tidak menginginkanmu."
Setetes air mata tampak berkilau di pipi seorang wanita yang masih duduk di kursi belakang taksi. Wajah cantik itu terlihat lelah dan pucat. Memang kelihatan tolol saat ia menangisi seseorang yang bahkan tak menginginkan kehadirannya. Tapi apa yang bisa ia lakukan? Bukan inginnya mencintai pria yang salah. Terlebih pria itu. Yang sadar akan sakitnya, tapi menolak disembuhkan. Yang memilih mempertahankan kesedihannya, dibanding bahagia bersama sang wanita.
Dia mengalihkan pandangannya pada suasana pedesaan dari balik kaca jendela taksi. Tampak sejuk dan nyaman. Dua hal yang dibutuhkan wanita itu agar tetap waras menghadapi kejamnya dunia. Walau tak jarang ingatan menyakitkan itu menghampiri, setidaknya sang pembuat sakit tak nyata di hadapannya. Karena jika Tuhan mempertemukan mereka lagi dalam situasi yang sama, ia tak hanya akan kehilangan cinta tapi juga akan kehilangan diri sendiri.
Wanita itu menghela nafas sambil mengusap perutnya yang mulai membuncit.
Tanpa sadar ia menyentuh bandul kalung berbentuk separuh bintang di lehernya. Meresapi setiap kenangan yang muncul bersama dengan pemilik separuh bandul yang lain. Setetes air mata jatuh lagi di pipi wanita itu. Sungguh, ia ingin bertahan. Ia ingin memenuhi janjinya pada orang itu. Tapi ternyata ia tak sekuat yang dipikirkannya. Ia tak lagi sanggup menghadapi tembok es pria yang dicintainya. Ia tak bisa lagi bersaing dengan orang yang bahkan sudah tiada. Dengan kesedihan juga penyesalan yang memenuhi dadanya, ia bergumam lirih. "Maaf..."
==SWAROVSKI==