" Maaf. "
Lucas, siswa yang baru saja bertabrakan dengan Ivy, segera meminta maaf atas ketidaksengajaan yang telah dia lakukan. Lelaki itu tampan. Kulitnya putih bersih, dengan rambut hitam legam yang lebat dan tersisir rapi. Matanya berwarna emas kekuningan yang kuat seperti tembaga, dengan pupil hitam besar dan lingkaran luar iris berwarna cokelat pekat.
Ivy terkesima. Memandang tanpa jemu sepasang manik mata yang mengingatkannya pada seekor elang juga serigala. Tajam, fokus, dan menusuk, hingga Ivy seakan masuk ke dalam pusaran. Bagi Ivy, segala yang ada di sekelilingnya berhenti sejenak. Dunia tertegun di porosnya saat Lucas melengkungkan senyuman tipis kepadanya.
Lelaki itu mengangkat salah satu alis ketika gadis di hadapannya hanya diam terpaku seperti patung. Semua orang benar-benar akan mengira kalau Ivy adalah sebuah manekin, jika saja dadanya tidak terlihat naik turun sebab oksigen yang sedang ia hirup.
Bibir Ivy sedikit terbuka seperti hendak mengatakan sesuatu pada Lucas. Namun... setelah ditunggu-tunggu, tidak ada sepatah kata pun yang keluar dari bibir Ivy.
Oleh sebab yang tak dimengerti oleh Ivy, tubuhnya mulai gemetar halus. Gemuruh tercipta di dalam dada. Udara dalam lingkup gadis itu pun penuh dengan emosi yang sulit sekali ia jabarkan. Tak cukup sampai di situ, kelebatan memori yang tak Ivy mengerti, muncul silih berganti. Seperti secercah kenangan samar yang asing bagi dirinya, tapi tidak bagi hatinya. Ini aneh, tapi entahlah. Ivy tidak tahu apa yang sedang terjadi pada dirinya, hanya karena bertemu dengan seseorang yang sebelumnya tak pernah ia kenal.
" Kau tidak apa-apa? "
Tanya Lucas menanggapi kebisuan panjang yang tercipta sekaligus memastikan, kalau gadis di hadapannya baik-baik saja.
" Aku.... " Ivy terus berusaha bicara, meski rasanya begitu sulit dan kaku. Usahanya untuk mengeluarkan kalimat, " aku tidak apa-apa, " digagalkan oleh napasnya yang sesak hingga kalimatnya menggantung.
" Kalau kau merasa tidak baik-baik saja, aku terpaksa mengantarmu ke ruang kesehatan."
" Ti-tidak. Tidak perlu. Aku... tidak apa-apa. "
Ivy menggeleng keras. Susah payah membuyarkan kebisuan yang membelit dirinya. Menyingkir dari hadapan Lucas, dia berjalan cepat meninggalkan lelaki itu menuju tempat yang menjadi tujuan awal. Kepergian Ivy membuat Lucas termenung keheranan. Menoleh ke belakang menatap punggung gadis yang semakin menjauh darinya, lalu mengedikkan bahu merasa aneh sendiri.
Lucas melanjutkan perjalanannya yang sempat terhenti, sementara Ivy melangkah cepat seakan sedang berlomba dengan waktu. Ivy hampir tiba di depan toilet wanita, saat dirinya memperlambat langkah hingga akhirnya berhenti sama sekali. Bingung oleh detak jantungnya yang tiba-tiba mengencang seolah dia habis berlari berkilo-kilo meter jauhnya.
Telinga Ivy berdenging keras hingga Ivy menutup kedua telinganya. Ada kekuatan yang memaksa Ivy memutar langkah mengubah tujuan. Dan itu di luar kendalinya. Ivy menajamkan pandangan. Tubuh tinggi Lucas yang bergerak menjauh masih terlihat. Tak tahu datang darimana, rasa rindu itu mulai merasuk ke lubuk hatinya. Perlahan tapi pasti menghujamkan akar-akarnya hingga ke dasar, sampai-sampai jiwa Ivy terasa penuh sesak dan hampir tersedak karena rindu yang begitu menggebu.
Ivy merasa... kalau dia sudah menunggu lama demi datangnya hari ini. Napas Ivy memburu lagi, namun kali ini lebih hebat dari yang tadi. Dadanya naik turun secara cepat dan tak teratur disertai tarikan napas berat. Seolah seberapa banyak pun dia menghirup oksigen, kebutuhannya akan udara tetap saja tak terpenuhi. Ivy memejamkan mata mencoba menetralkan degup jantung yang membuatnya tak nyaman.
Tapi bayangan itu.... Seseorang dalam mimpinya, muncul saat kelopak mata Ivy tertutup. Keningnya berkerut. Bertahan selama beberapa detik dalam posisi itu. Ketika kelopak matanya kembali terbuka, sorot matanya berubah sendu. Bola mata Ivy bergetar. Gadis itu mulai berkaca-kaca.
" Leo... " Ivy maju selangkah. Memegangi dadanya yang terasa sakit sementara air matanya mulai menggenang.
" Leo... "
" Leo... "
Ivy mulai berlari mengejar Lucas. Ivy sendiri tidak mengerti kenapa dia tiba-tiba berlari seperti ini. Seperti ada kekuatan magis yang mendorongnya untuk pergi secepat mungkin mengejar lelaki itu. Dia tidak peduli dengan beberapa orang yang tak sengaja dia tabrak. Ivy juga tidak peduli jika nanti ada guru pengawas yang memarahinya bahkan menghukumnya karena berlarian di lorong sekolah. Yang Ivy inginkan saat ini hanyalah melihat Lucas lagi.
Berada tak jauh darinya setelah sekian lama berpisah dan menunggu. Melepaskan dahaga yang selama ini ia rasakan. Ivy terus berlari seperti orang gila, terlebih saat dia tak lagi bisa menangkap jejak lelaki yang sedang dia kejar. Kepalanya sibuk menoleh ke kanan dan ke kiri. Mengintip hampir ke seluruh kelas yang ia lewati, berharap sosok Lucas segera ia temukan. Di tengah napasnya yang tersengal, Ivy mengulas senyum saat sosok lelaki bertubuh tinggi yang ia cari, mulai tampak.
" Leo! " Panggilnya lagi dengan teriakan yang lebih kuat.
" Leo tunggu! "
Lucas berhenti meskipun dia tahu... nama yang sedang diteriakkan itu, bukanlah namanya.
" Leo tunggu. Jangan pergi! "
Ivy membentur punggung lebar Lucas, kali ini dengan sengaja. Melingkarkan tangannya mengelilingi pinggang Lucas, mendekapnya erat. Apa yang dilakukan Ivy tak ayal membuat tubuh Lucas menegang. Seluruh tulang di punggungnya terasa hangat. Mata emasnya pun membeliak lebar. Ini kali pertama dalam hidup Lucas, ada seorang gadis yang begitu berani menyentuh tubuhnya tanpa izin.