Bunyi debaman halus yang mengudara ketika tubuh mungil Ivy menghempas lantai, mengusik ketenangan Lucas hingga lelaki itu terpaksa membuang rasa acuhnya, dengan menoleh ke belakang untuk melihat apa yang terjadi. Tubuh kecil yang rubuh tak sadarkan diri, sukses membuat Lucas tercengang dalam beberapa hitungan detik. Lucas setengah berlari, menjangkau tubuh rapuh yang tergeletak tanpa daya. Menyentuh bahu gadis itu dengan guncangan halus sambil mendecakkan lidah beberapa kali.
" Hei, bangun! Kau ini kenapa sih? "
Lucas mulai tak sabar saat upayanya membangunkan Ivy tidak membuahkan hasil, sementara beberapa siswa yang lewat di sana, mulai menatap Lucas bingung dan waspada.
" Ah, sial! "
Lucas menyugar rambutnya gusar. Menyelipkan satu tangannya ke belakang lutut Ivy, sedangkan satu tangan lain menahan punggung. Tubuh Ivy terasa ringan dan nyaman di lengan kokoh Lucas, melengkung dengan mudah di dekapannya yang kuat. Lucas menggendongnya, berniat membawanya ke ruang kesehatan ketika di tengah perjalanan, terdengar seseorang berseru dengan suara lantang. Derap langkah kaki yang berlari mendekat terdengar keras. Fenrir menyalip Lucas, berdiri di hadapannya sambil merentangkan tangan.
" Tunggu! Tunggu! "
Fenrir melihat Lucas dan Ivy secara bergantian, saat dia benar-benar yakin bahwa dia tak salah mengenali gadis yang ada di dalam gendongan Lucas sebagai sahabatnya. Fenrir mengacungkan jari telunjuknya pada lelaki bertubuh jangkung, dengan alis tebal berwarna hitam di hadapannya.
" Kau Lucas dari kelas sebelah kan? Lalu... "
Jari telunjuknya kini berpindah ke arah Ivy.
" Sahabatku kenapa? Kau apakan dia?"
Raut wajah Fenrir tampak kecut. Berkacak pinggang seolah menghakimi bahwa Lucas pastilah dalang yang membuat sahabatnya jadi begini. Lucas menatap malas Fenrir, memiringkan tubuhnya, melewati gadis asing kedua yang datang padanya dalam satu hari yang penuh kesialan.
" E-eh. Hei! Kau belum jawab! "
" Kalau kau mengkhawatirkan sahabatmu, temani dia di ruang kesehatan. "
Jawab Lucas santai sambil sedikit menaikkan intonasi suaranya saat bicara.
... Untouchable Man ...
Lucas meletakkan tubuh mungil Ivy pelan dan hati-hati di atas ranjang. Menatap sekilas Fenrir tanpa ekspresi, membuang muka, lalu berjalan menuju pintu.
" Hei! Kau ini! Tampan tapi tidak sopan, " Fenrir mencibir.
" Kau berhutang penjelasan padaku, kenapa sahabatku sampai pingsan seperti ini? Padahal tadi di kelas, dia baik-baik saja. "
" Jangan-jangan kau mengganggu sahabatmu sampai dia jadi seperti itu, " tudingnya asal.
Fenrir memandang punggung lebar Lucas dengan tatapan tak suka seraya melipat kedua tangannya di depan dada. Tubuhnya bertumpu di salah satu kaki, sedangkan kaki yang lain sibuk mengetuk-ngetuk lantai. Lucas menarik gagang pintu ruang kesehatan, terlihat tak mempedulikan ejekan Fenrir sama sekali. Fenrir nyaris menyemburkan teriakan marah ronde keduanya pada Lucas, sewaktu Lucas berbalik badan menatap tajam pada Fenrir.
Lucas tak menampakkan ekspresi apapun, namun bunyi napasnya yang tidak teratur, mengungkapkan bahwa dia berusaha keras mengendalikan diri, dari ledakan emosi yang datang bertubi-tubi padanya di pagi hari. Nyali Fenrir ciut di detik ketika kedua iris emas segarang serigala milik Lucas bersirobok dengannya. Fenrir membenarkan gestur tubuhnya. Mengalihkan pandangan ke mana saja, asalkan tidak ke arah Lucas. Gadis berambut pirang itu mengusap tengkuknya yang merinding.
" Y-ya... aku tidak berniat menyalahkanmu juga. Hanya saja, setidaknya kau ceritakan padaku tentang kronologi sampai Ivy bisa pingsan seperti ini. "
Fenrir berhenti bicara, menelan salivanya sendiri dengan sulit. Setelah beberapa saat, barulah Lucas berminat memberikan jawaban yang sudah dinanti-nanti oleh Fenrir.
" Dengar. Sahabatmu itu pingsan atas kemauannya sendiri. Kau tanyakan saja pada gadis aneh itu, kenapa dia memelukku tiba-tiba, kemudian pingsan. Kau tahu? Sahabatmu benar-benar merepotkan. "
" Hah?! Me-memeluk? "
Fenrir terlonjak kaget. Mulutnya menganga membentuk huruf O, saat Lucas berkata bahwa Ivy memeluk pria yang Fenrir yakin, tak pernah Ivy kenal sebelumnya. Belum.
" Ivy... memeluk pria secara sembarangan? Tidak mungkin. "
Nada suara Fenrir dipenuhi atmosfer ketidak percayaan pada fakta yang dikemukakan oleh Lucas. Senyum Lucas manis namun sarat cercaan. Lucas tak berusaha menimpali, menyanggah, ataupun membela diri. Sesuatu yang ada dalam gadis yang tengah berbaring di ranjang, membuat Lucas diam seribu bahasa. Lucas masih berdiri dengan enggan di ambang pintu, sambil memandangi wajah lelap Ivy.
Beberapa saat berlalu, Lucas pun menghilang dari balik pintu yang tertutup. Kepergian lelaki bertubuh tinggi itu, masih meninggalkan tanda tanya besar dibenak Fenrir, hingga dia harus menunggu Ivy sadar, jika ingin mengkonfirmasi informasi yang ia dapatkan dari Lucas, si anak baru yang belum lama ini masuk ke sekolah mereka.
... Untouchable Man ...
Mata Ivy terbuka, menatap bingung ke sekeliling ruangan yang tampak lengang. Ivy sedikit meringis kala ia merasakan sisa-sisa nyeri yang bercokol di kepala.
" Akhirnya kau sadar juga. "
Ujar Fenrir setelah melontarkan tatapan khawatir dan bersemangat.
" Fenrir? " Ivy mengedarkan pandangannya sekali lagi.
" Kenapa aku bisa ada di sini? "
" Yang jelas ada seseorang yang membawamu ke sini, karena kau tak mungkin terbang sendiri. Kau pingsan, Vy. "
Ivy menoleh, memandang Fenrir dengan tatapan bertanya-tanya.
" Pingsan? "
" Ya. Kau pingsan. Lucas, si anak baru itu yang membawamu ke sini. Sekarang ceritakan padaku, kenapa kau bisa pingsan, setelah minum air hangat ini. Nah, ayo minum. "
Fenrir menyodorkan segelas air yang diletakkan di atas meja tak jauh dari tempat dia berada. Setelah menenggak beberapa teguk air yang Fenrir beri, Ivy diam tertunduk.
" Ivy, bagaimana ceritanya kau pingsan setelah memeluk lelaki itu secara sembrono? Apa kau sudah mengenal Lucas sebelumnya? Kalau iya, kenapa kau tidak cerita padaku? Kau tahu? Gara-gara kejadian itu, kau jadi bahan gosip anak-anak. "
Fenrir tak segan-segan memberondong Ivy dengan pertanyaan yang sedari tadi ia tahan-tahan. Terlebih setelah Nera, teman sekelas mereka berdua, datang menjenguk ke ruang kesehatan membawa gosip yang mengamini argumen Lucas. Ivy diam. Otaknya sibuk mengingat berbagai hal yang sempat ia lupakan sebelum kesadarannya terenggut. Ivy merasa darah terkuras dari wajahnya, kala memori yang merekam semua kejadian belum lama ini, berhasil terputar secara jernih.
Gadis beriris coklat itu terlalu kalut untuk menjawab pertanyaan Fenrir, karena dia sendiri tidak tahu, pasal apa yang membuatnya begitu ceroboh dan bodoh, hingga dirinya memeluk lelaki asing tanpa tahu malu. Ivy menggigit bibir bawahnya. Memejamkan mata erat-erat, menjalin jari jemarinya kuat.
" Aku... benar-benar tidak tahu kenapa aku bisa begitu. " Suara Ivy terlalu lirih untuk di dengar orang yang duduk tak jauh di sampingnya.
" Hah? Apa, Vy? Kau bilang apa? " Fenrir berkedip bingung.
" Aku tidak tahu. Aku benar-benar tidak tahu! "
Ivy menyingkap selimut yang menutupi tubuhnya dari pinggang hingga kaki. Bergegas menuju pintu tanpa menghiraukan panggilan Fenrir, lalu berjalan setengah berlari menuju kelas. Sepanjang perjalanan, perasaan tersesat dan tak nyaman senantiasa merajai hatinya.
Jangankan sahabatnya, Ivy sendiri pun merasa buntu karena kehilangan clue, kenapa dirinya bisa bertingkah laku aneh seperti tadi. Belum habis Ivy berkutat dengan pertanyaan-pertanyaan yang sama sekali tak mampu dia jawab, ada hantaman hebat menghujam ulu hatinya, ketika samar-samar ia mendengar suara lembut nan lirih berbisik di telinganya.
Aku adalah kau. Dan kau adalah aku. Aku hidup. Tetapi hanya dalam memorimu.
Langkah Ivy semakin cepat. Dia lari seperti orang kesetanan, sewaktu suara yang berbisik padanya, terlalu nyata untuk menjadi mimpi maupun ilusi.