Chereads / Owagaita / Chapter 1 - 1. Reason

Owagaita

🇮🇩Miharu2Tachi
  • --
    chs / week
  • --
    NOT RATINGS
  • 15.4k
    Views
Synopsis

Chapter 1 - 1. Reason

25 Maret 2030.

Saat ini aku sedang bekerja di sebuah pabrik pembuatan sepatu, aku cukup beruntung bisa diterima bekerja karena selama ini aku sudah menyia-nyiakan hidupku.

Selera fashion semakin maju dan teknologi mengalami puncak kemajuannya dengan rilisnya Game VR MMORPG OSIGNA setahun yang lalu dan saat ini berita mengenai game itu adalah yang paling populer di manapun, di koran, web, papan digital yang dipasang di alun-alun, pokoknya di manapun itu, mustahil tak ada yang tahu.

Ah, aku berharap suatu hari bisa memainkannya, itu impianku sejak masih SMA yang suka berkhayal dan menulis novel serta membaca novel tentang VR.

Tentunya teknologi VR MMORPG tidak terduga oleh dunia karena penelitiannya disembunyikan oleh tim ilmuwan ternama yang bekerja sama dengan Soyeru Group Japan sebagai perancang Desain dan Sistem AI super computer Herius yang sekarang mengendalikan sepenuhnya Osigna tanpa bisa diganggu gugat oleh teknisi dan developernya.

Aku membaca berita bahwa salah satu ilmuwan Indonesia ikut ambil bagian dalam pengembangannya sehingga Indonesia dapat ikut menikmati permainan itu dengan sponsor dan subsidi yang luar biasa besar.

Nah, cukup soal urusan negara dan game karena aku tidak bisa memainkannya, itu frustasi, hidupku juga frustasi. Namun, aku yang awalnya memiliki keinginan bunuh diri melupakan itu karena impian adanya Game VR MMORPG terwujud.

Meski hanya bisa menontonnya lewat tv atau papan digital, itu cukup.

Hari ini, sejak pukul 10 pagi, aku sudah bekerja dengan mesin-mesin untuk membuat sepatu. Benar, teknologi industri juga berkembang sebagaimana yang terjadi 10 tahun lalu. Oleh sebab itu, lapangan pekerjaan semakin berkurang dan banyak pengangguran, aku bersyukur aku bukan salah satunya.

Aku bekerja dengan rajin dari pagi sampai malam, lalu melakukan pekerjaan rumah kemudian melakukan pekerjaan tambahan di sebuah cafe di malam hari. Memang cukup berbahaya, tetapi aku tidak punya pilihan karena uang tip dari cafe lah yang menghidupiku sehari-hari daripada uang bulanan dari pabrik sepatu.

Triiing~

Ah, ada telepon dari smartphone jadulku.

"Ya?"

(Uang sewa kontrak bulan ini belum dibayar, kapan kau akan membayarnya?!)

Suara wanita tua terdengar berteriak-teriak.

"Saya akan membayarnya segera, Nyonya. Tolong beri saya waktu lagi."

(Aku sudah memberimu cukup waktu, dalam seminggu ini, jika kau tidak membayar, keluar dan kemasi barangmu!!!)

Tut!

Hubungan terputus.

Kabar buruk untukku karena gaji bulanan sudah habis untuk membayar jaminan pinjaman, aku berhutang karena tak ada pilihan lain.

Mungkin aku akan dapat cukup uang untuk membayar jika bisa melayani lebih baik di cafe atau berhutang pada pemiliknya, atau yang lebih buruk, aku akan ditendang keluar.

Malam itu, tak ada awan, bintang dan bulan bersinar terang seolah bahagia atas penderitaanku. Oh, benar, sejak kapan kepribadianku seburuk ini?

Aku menyesalinya, tetapi tak ada waktu untuk menangis dan meratap, sekarang adalah bekerja, bekerja, bekerja.

Di tempat kerja.

"Gita, layani pesanan meja no. 8 dan 9!"

"Baik!"

Cafe sangat ramai, TV layar dari hologram dipasang di tengah Cafe agar semua pelanggan dapat menonton dari semua sisi, keajaiban teknologi untuk hologram yang seperti layar transparan.

Aku sibuk melayani kesana-kemari sehingga tidak mendengarkan berita terbaru tentang Osigna.

Cafe tempatku bekerja bernama Osigna juga, aku penasaran apakah pemilik cafe seorang pemain profesional?

Ada sekitar 20 meja di lantai 1 dan 10 meja di lantai 2, tetapi aku hanya melayani pelanggan di lantai 1 karena lantai 2 adalah untuk anggota langganan terdaftar cafe yang juga seorang pemain Osigna. Bisa jadi cafe ini adalah basis guild di dunia nyata.

Aku kelelahan dan seluruh tubuhku sakit karena tubuh wanita berusia 27 tahun ini lemah kurang berolahraga.

Hei, aku belum menikah, benar.

Aku tidak peduli dianggap perawan tua atau apa karena tak ada waktu untuk merayu pria. Aku tidak yakin apakah wajahku cukup baik karena rasa percaya diri yang rendah, tetapi aku pernah mendapat pujian dari salah satu pelanggan dari lantai 2 yang kebetulan melihatku, oh ya dia cukup tampan, tapi aku sadar diri kok.

Cafe tutup pada tengah malam, jadi mau tidak mau aku pulang dengan was-was, setidaknya aku mendapat Rp200.000, sebagai uang tip dari seluruh pelanggan.

Uang kontrakan adalah Rp800.000, itu paling murah yang bisa ditawarkan Nyonya pemarah tapi baik itu.

Baik dalam artian dia tidak mengacaukanku dan hanya mengancam jika aku belum membayar, secara logis dia hanya melakukan sesuatu yang masuk akal, jika tidak begitu, para penyewa takkan membayar.

Aku akui hubunganku dengan Nyonya itu tak begitu baik, alasannya?

Aku tak ingin mengingatnya lagi.

***

1 April 2030

Aku menyebut hari ini sebagai bencana, para penagih pinjaman menggedor pintu kontrakanku pagi-pagi buta dan memeras seluruh uang yang kumiliki. Jadi, hari ini aku akan diusir jika tak bisa mendapat uang Rp800.000.

Kadang-kadang aku berharap dunia sedikit lebih baik padaku, yah setidaknya biarkan aku bertemu orang-orang baik yang bisa kupinjami uang.

Itu khayalan, aku tak punya teman karena sifat tertutupku, semasa SMA, aku cukup pintar sehingga selalu meraih peringkat pertama, kedua, dan ketiga, tak pernah jatuh menjadi peringkat keempat.

Apalah arti kepintaran kalau aku tak bisa menggunakannya, aku serius bertanya-tanya kenapa aku pintar jika hidupku seperti ini?

Keberuntungan. Keberuntungan.

Akankah itu datang?

Selama 12 jam bekerja di pabrik sepatu yang mengeksploitasi tenaga kerja dengan sistem kapitalis, lalu cafe yang lebih baik, tapi pemasukannya hanya dari tip karena aku bukan pegawai kontrak.

Tip malam ini kurang dari kemarin saat aku menghitungnya sambil menunggu pelanggan terakhir untuk menyelesaikan makannya.

Dia seorang pria botak yang memakai kacamata, dia membuatku tak nyaman karena terus-menerus memperhatikanku dengan tatapan nafsu.

Rasanya menjijikkan, mungkin hari ini akan jadi lebih buruk?

Oh, aku meramalkannya. Hah, itu menjadi kenyataan.

Aku tak terkejut saat dipecat karena menuang air es di muka pria botak itu yang mencoba meraba tubuhku dan bahkan menawariku seolah aku pela**r.

Aku punya harga diri meski kepercayaan diriku rendah. Aku tidak terima diperlakukan seperti itu.

Aku sempat berpikir untuk bunuh diri, keinginan lama, tetapi keinginan itu menghilang ketika aku menonton aksi pemain profesional di papan digital di alun-alun.

Benar, masih ada satu hal yang membuatku bahagia.

Aku masih akan hidup.

[Wawancara malam ini bersama Fitra dengan ID Petruk]

Ketika mendengar itu, aku tertawa terbahak-bahak. Bukan cuma aku saja, orang-orang di alun-alun juga tertawa karena nama ID itu.

ID itu mengingatkanku pada salah satu teman semasa SMA, aku ingat nama panggilannya Petruk karena tubuhnya yang ceking kurus. Aku tak ingat wajahnya karena ingatanku cukup buruk.

Baik, aku ingin menonton wawancara itu sampai akhir.

***