Setelah satu bulan mengumpulkan keberanian, akhirnya Mahira berani mengambil keputusan untuk melakukan operasi. Setelah diposisi nanti, dia hanya akan memiliki satu tuba falopi. Dan itu yang membuatnya semakin takut. Tapi bukankah wanita masih bisa hamil hanya dengan satu tuba falopi? begitu perkataan Dokter yang selalu ia ingat. Dia mencoba ikhlas apapun hasilnya nanti. Bisa langsung hamil atau tidak, ia serahkan semuanya pada Allah.
Aydin mencoba menguatkan Mahira. Setiap hari dia berdoa agar Allah mengangkat penyakit istrinya. Mahira yang biasanya terlihat ceria, tiba-tiba berubah murung dan enggan meski dia mengajak bercanda. Dan itu yang membuat Aydin ikut sedih dengan kondisi istrinya. Semua keluarga Aydin dan Mahira juga sudah tahu tentang masalah ini. Merekapun memberi support pada Mahira agar mau dioperasi.
"Tidak usah takut, Nak. Anggap ini adalah ikhtiyarmu. Manusia harus berusaha lebih dulu sebelum bertawakkal pada Allah. Yakin kalau Allah akan memberi kesembuhan." itu pesan dari Wahyu yang selalu Mahira ingat.
"Kamu sudah siap, Dek?" tanya Aydin di ruang yang serba hijau. Di sana Mahira berbaring. Menunggu waktu esok untuk operasi.
"Bang, kalau nanti setelah operasi aku masih tidak bisa hamil bagaimana?"
"Abang akan mendampingimu, selalu. Allah tidak akan mengecewakan hambanya, sayang. Percayalah." Aydin duduk sambil menciumi kedua tangan Mahira.
"Abang terlalu baik untukku. Mungkin ini balasan untukku karena aku dulu mengabaikan abang."
"Hushh.. jangan ngomong begitu ya. Semua ini sudah kehendak Allah. Tidak boleh ngomong seperti itu." Aydin mencium kening istrinya.
"Bang, kalau aku ditakdirkan tidak bisa punya anak, aku ikhlas kalau abang mau menikah lagi." Mahira menahan tangisnya. Dia menghindari tatapan suaminya.
Mendengar ucapan Mahira, Aydinpun melepaskan genggaman tangannya.
"Apa maksudmu, Dek? Aku tidak pernah berfikir sampai ke situ. Bukankah kamu yang dulu menyuruhku berjanji agar aku tidak poligami? kenapa sekarang kamu menyuruh abang menikah lagi? Bahkan kita belum usaha dengan maksimal, Dek."
"Abang normal, sedangkan aku tidak. Aku akan egois kalau membiarkan abang hidup bersamaku tanpa anak. Padahal seorang laki-laki pasti ingin mempunyai keturunan." Mahira terisak. Sudah satu bulan ini dia memikirkan hal ini. Dia yang dulu bersikeras tidak mau dipoligami, sekarang justru menyuruh suaminya menikah lagi agar bisa memberinya keturunan.
"Abang tidak pernah marah sama kamu, Dek. Tapi kalau kamu terus menyuruhku poligami, aku benar-benar akan marah."
"Bahkan pada suatu kisah, ketika ada seseorang yang datang pada Rasulullah. "Sungguh saya telah mendapatkan wanita yang mempunyai kedudukan tinggi, cantik, namun dia mandul, maka apakah saya melanjutkan untuk menikahinya ?, beliau bersabda: "Jangan". Kemudian dia mendatangi beliau untuk yang kedua kalinya, beliau pun melarangnya, lalu dia mendatangi beliau untuk yang ketiga kalinya, maka beliau bersabda: "Menikahlah kalian dengan wanita yang penyayang, subur; karena saya merasa bangga dengan umat yang banyak". (HR. Nasa'i: 3227 dan Abu Daud: 2050, dishahihkan oleh Ibnu Hibban: 9/363 dan al Baani dalam Shahih Targhib: 1921)
"Tapi hal itu bukan berarti diharamkan, dek. Menikahi wanita yang tidak subur itu makruh (dibenci tapi bukan haram.) Biarpun begitu, abang lebih memilih untuk menerima dengan ikhlas. Ini semua kehendak Allah. Kepunyaan Allah-lah kerajaan langit dan bumi, Dia menciptakan apa yang Dia kehendaki. Dia memberikan anak-anak perempuan kepada siapa yang Dia kehendaki dan memberikan anak-anak lelaki kepada siapa yang Dia kehendaki, atau Dia menganugerahkan kedua jenis laki-laki dan perempuan (kepada siapa) yang dikehendaki-Nya, dan Dia menjadikan mandul siapa yang Dia kehendaki. Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui lagi Maha Kuasa." (QS. Asy Syura: 49-50). Allah berkuasa atas segalanya, Mahira. Keikhlasan kita, akan Allah ganti dengan kebahagiaan di surga. InsyaAllah. Yakinlah semua pasti akan ada hikmahnya. Dan aku mohon jangan pernah menyuruhku untuk menikah lagi."
***
Satu tahun kemudian.
Enam bulan setelah proses operasi yang menyebabkan Mahira kehilanga. salah satu tuba falopinya, Aydin dan Mahira tetap berusaha agar Mahira bisa punya anak. Kata dokter, tidak ada masalah dengan sebelah tuba falopi yang masih tersisa. Mahira hampir putus asa. Karena sekarang sudah satu tahun mereka menunggu.
Setiap selesai tahajud, dia selalu menangis lama sekali di atas sajadahnya. "Ya Allah, ampuni hamba yang mungkin seringkali mengkufuri nikmatmu. Hingga sampai saat ini engkau belum memberi keturunan pada kami. Ya Allah bukankah engkau tidak akan mengecewakan hambamu yang berdoa? Semoga di tahun ini engkau mau memberikan keturunan pada kami ya Rabb." Mahira terisak. Aydin yang berada di depannya akhirnya menoleh dan memeluk istrinya yang sudah basah dengan airmata. Selalu seperti itu setiap kali selesai salat di sepertiga malam terakhir. Tak ada doa yang tidak dikabulkan oleh Allah. Itu yang selalu Aydin yakini.
"Hukk.." Mahira tiba-tiba melepaskan pelukan Aydin. Dia membekap mulutnya, melepas mukena dan berlari ke kamar mandi. Aydin yang panik segera melepas sarung, dan menghampiri Mahira. Istrinya memuntahkan semua cairan di sana.
"Masuk angin lagi ya, Dek? kamu jangan telat makan terus kalao di sekolahan." Mahira memang sering seperti ini. Muntah kalau masuk angin. Apalagi Mahira sering tidak makan kalau mengajar di sekolah. Jadi Aydin menganggap ini hal yang wajar. Dia mengambil minyak kayu putih untuk mengurangi mualnya Mahira.
"Abang aku pusing."
"Ayo istirahat saja. Hari ini tidak usah ngajar dulu ya. Biar kak Rahma yang gantiin kamu."Aydin kemudian memapah Mahira keluar dari kamar mandi. Mahira tampak lemah.
Mahira rebahan di atas kasurnya. Dia melihat suaminya dan tiba-tiba ingin di peluk. "Bang, tidur di sini donk. Kelonin aku ya." Mahira tiba-tiba ingin mencium ketiak suaminya bahkan Aydin sampai merasa kegelian karena Mahira.
"Bang, aku mau sarapan. Laper."
"Oh ya, abang masakin dulu ya."
"Enggak mau bang. Aku lagi pengen nasi tutug oncom."
"Oncom? sejak kapan kamu suka makan oncom?"
"Aku pernah lihat di pasar deket perumahan kita. Yang diujung jalan sana bang. Ada yang jual nasi tutup oncom. Kayaknya enak bang buat sarapan." Mahira merajuk di pelukan Aydin.
"Ya sudah abang jalan sekarang ya. Kamu tunggu di rumah." demi istri tercinta, aydin akhirnya pergi ke pasar membeli nasi tutug oncom pesanan istrinya.
Mahira tampak mondar mandir di depan kamar mandi. Dia yang paling tahu kondisi tubuhnya sendiri. Di tangannya ada kemasan berbentuk persegi panjang. Dia masih enggan untuk membukannya. Tapi akhirnya setelah ia yakin, ia menyobek kemasan itu dan dikeluarkan benda panjang pipih.
"Bismillah.." Mahira menghela nafasnya dulu sebelum mencobanya.
Satu jam kemudian.
"Dek, maaf lama. Antrinya panjang soalnya." Aydin menaruh bungkusan nasi tutug oncom dan menatanya di atas piring. Dia melihat Mahira hanya diam saja di depan televisi. "Kamu marah ya? ayo makan dulu sayang," ucap Aydin yang sekarang duduk bersebalahan dengan Mahira. Istrinya terlihat diam dan murung.
"Bang maaf ya." Mahira menyerahkan benda pipih itu pada Aydin tanpa melihat suaminya.
"Ini apa?" Aydin meletakkan piring di meja lalu mengambil benda pipih itu dari tangan istrinya. Aydin menatap benda itu. Matanya berbinar lalu memeluk erat istrinya. Dia lantas sujud syukur dan mengucap hamdallah berkali-kali atas nikmat yang baru saja dia terima. "Alhamdulillah, akhirnya kesabaran kita membuahkan hasil."
*****
THE END
Assalamualaikum
Terimakasih sudah mengikuti kisah cinta Mahira dan Aydin. Akhirnya Allah mengabulkan doa mereka.
Mahira yang tadinya tidak suka dengan poligami, akhirnya harus dihadapkan pada situasi dia menyuruh suaminya poligami karena sebab tertentu.
Tapi yakinlah bahwa Allah tidak akan mengecewakan hambanya. Sabar itu tidak ada habisnya. Kalau ada habisnya, berarti belum sabar.
Tetap khusnudzon dengan apa yang Allah tetapkan untuk kita. Memang itulah kehendak Allah.
Sabar dan Ikhlas.
Extra part hanya akan ada di versi cetak. Tapi ga tahu ya kapan mau bikin bukunya.
Wassalamualaikum