Jalanan kala itu tak begitu ramai. Mobil hitam AVN 005 berjalan mulus diatas lengang aspal Tol Jakarta-Bandung.
"kira - kira tiga tahun mi..." tutur Abi tetap fokos pada jalan.
"berarti Iwan pindah lagi kita - kira kuliah ya..." umi tak kalah terkejut.
"emang om pindah berapa tahun sekali..?" sahut Dino.
"bisa tiga... bisa lima..." Abi masih ragu.
karena anak disebelahnya tengah fokus pada gadgetnya sendiri, Dino pun mengeluarkan ide jailnya.
"wahh... apa tu.... " katanya sambil berusaha menarik gadget sepupunya itu dari tangannya.
"apa siih no..." pemiliknya berusaha mempertahankan.
karena badan Dino yang hampir dua kali lipat dari dari sepupunya, ia pun berhasil menarik gadget sepupunya sempurna. Lalu ditaruhnya gadget itu di sisi kanannya.
"hahah... klub basket Italy... meng..me..." dengan cepat si pemilik mengambil gadgetnya kembali.
"loe kan punya hp sendiri, jangan pake yang punya gue dong.." katanya mendengus.
"heheh... gue pengen tau apa yang disukai atlet basket kita ini.."
_____
"baiklah... coba nomor satu. Nafisah boleh maju.." tutur seorang guru memanggilnya ke depan.
Nafisah yang namanya merasa dipanggil segera berdiri dan mengikuti instruksi.
Dengan cekatan ia mengerjakan soal Matematika itu.
"Yap... selanjutnya coba Rafi..."
Orang yang dipanggil tadi tak kalah cepatnya mengerjakan soal yang diberikan.
"oke... kalian berdua benar..." katanya sambil tersenyum puas.
"baik... silahkan duduk kembali "
_____
"fi temani aku ke kantin yuk..." pinta Asya memelas.
Nafisah Akhwatuna atau biasa di panggil Fia oleh teman - teman satu kelasnya. Ia adalah anak yang cerdas, baik, rupanya tak kalah cantik dengan jilbab yang dikenakannya. Jago matematika, tetapi paling suka dengan ilmu syariah. Menuntaskan pendidikan menengah pertama di pesantren dan melanjutkan Sekolah Menengah Atas di SMA Jati Wali kelas 10 MIPA - 2.
Fia yang kali itu sedang membereskan bukunya mengalihkan pandangan ke arah suara.
"ok setelah aku beresin buku..." katanya.
"enaknya makan apa ya... bakso, Mie Ayam, Siomay...." Asya pusing sendiri.
"kalau aku mau bakso aja..." Fia satu langkah lebih cepat. Karena yang terakhir kali milih menu, ia yang harus pesan ke pedagang pedagang di kantin.
"ehh... yaudah deh... aku bakso aja..." Asya berjalan gontai menuju mamang bakso.
Aku mencari tempat yang teduh, tepat dibawah pohon di ujung kantin tidak ada orang.
"huhuh... pelajaran MTK tadi benar benar nguras banyak tenaga banget..." keluh Asya sambil menempelkan pipinya ke meja kantin.
"kamu mah ya... santuyyy.... aja...."
"kaya percuma aku belajar bareng kamu gak ada hasilnya.... yang maju pasti kamu kalau gak Rafi, kamu lagi... Rafi lagi..." bibirnya monyong.
"ehh... tapi... tapi... kalau dilihat lihat Bu Mega kaya sengaja gak sih...." aroma aroma jail Asya mulai tercium.
Senyum liciknya mengembang.
"hayo... ngaku... jangan jangan kalian belajar bareng ya.... atau...."
"apaan siih.... " aku dengan cepat mengelak.
"heheh... Fia...." tawa jahatnya semakin lebar. kalau udah begini Asya udah kaya orang kesurupan. Dia paling senang kalau bisa ngebuat lawannya mengakui perkataannya.
"hehh... jangan berduaan... entar yang ke tiganya.... " Halda mengagetkan kami.
"lah... situ dong..." jawab Asya dengan muka bingung.
"iihhh.... jangan jangan kamu..." aku menakut nakuti.
"iya... aku ini bidadari..." katanya dengan muka sok cakep.
"eh... baksoku mana..?" Halda linglung seakan akan bakso pesanannya menghilang.
"tuh... dikantin...! pesan aja sendiri...!" tawa kami meledak.