"yaudah aku bayar dulu ya..." kataku beranjak berdiri, mumpung aku lagi baik.
"nah... gitu dong..." Halda mengacungkan jempol tanda apresiasi.
aku segera membayar tagihan bakso.
"jadi berapa mang?"
"baksonya tiga ya... jadi delapan belas ribu"
aku menyerahkan uang dua puluh ribu. sambil menunggu, aku tak sengaja mendengar obrolan anak - anak lain. "besok kita kedatangan anak baru lho..." "ohh anak Jakarta kan..." "katanya dia bakal masuk kelas A.." "dia anak basket lho..." " waahh pasti cakep..."
"neng ini kebaliannya..." tutur mang bakso sambil memberi kembaliannya.
"eh... iya mang. makasih.." aku baru tersadar dari lamunanku.
_____
"no..."
sepupunya itu masih asyik mendengarkan musik sambil memainkan ponselnya.
"Dino Fathan... gue manggil Lo..." katanya sambil menarik headset yg di pakai sepupunya.
"apa sih ..." katanya merasa terusik.
"gue mau nanya besok kita sekolah di mana?"
"lah... Lo gak denger kata bapak lo tadi..."
"udah jawab aja..."
"SMA Jati Wali..." jawabnya lalu kembali menekuni gadgetnya.
"eh... menurut Lo kita bakal masuk kelas mana?" tanya Dino selidik.
"kelas sepuluhlah... ya kali kelas dua belas...!"
"iya... maksud gue kelas sepuluh apa...?"
yang ditanya hanya mengangkat bahu, tak peduli.
Fariq Ikhwan Rasyidin. Anak Jakarta yang kebetulan harus pindah ke Bandung karena pekerjaan abinya. Sebenarnya ia terbiasa pindah dari satu wilayah ke wilayah yang lain dikarenakan pekerjaan abinya. sebelum ia pindah ke Jakarta. ia sempat tinggal selama tiga tahun di Bengkulu. Lalu tiga tahun berikutnya, ia pindah ke Jakarta. Sampai akhirnya sekarang di Bandung. ia menyukai beragam olahraga fisik. salah satunya adalah basket. ia menjadi kapten di SMP nya dulu. setelah lulus SMP, ia melanjutkan studinya di SMA 15 Jakarta. Baru menginjak dua bulan disana, ayahnya mendadak dipindah ke Bandung. Mau tidak mau, ia terpaksa ikut.
Dino Fathan. ia adalah sepupu Fariq. Dikarenakan ayah ibunya yang bekerja di luar negri, akhirnya ia ikut bersama pamannya untuk tinggal bersama sekaligus menemani Fariq.
_____
"Asya... lihat deh ke mading..." seru Halda sambil mengatur nafas setelah berlari.
Asya yang saat itu tengah asyik memainkan TTS yang ia bawa dari rumah, terhenti, lalu mengernyitkan dahi.
"ada apa? kalau gak penting gak usah ngomong...!" katanya seakan tak peduli, lalu asyik mengerjakan.
Fia yang saat itu sedang membaca buku tertarik untuk bergabung.
"memangnya ada apa?"
"udah... pokoknya kalian harus lihat cepetan..."
katanya sambil terus mengatur nafas.