Wajahnya terlihat sangat marah. Dia melihat kearah ku dan Risa dan sepertinya dia sudah membenci kami berdua.
"Raka… mereka adalah tamu yang membawakan stok daging untuk kita."
Orang yang bernama Raka itu menghentakkan kakinya dengan sangat keras. "KITA TIDAK PERLU MENERIMA BANTUAN DARI MANUSIA! UNTUK DAGING CUKUP AKU BERBURU DI HUTAN!".
Raka benar-benar marah sampai uratnya kelihatan. Jaka terlihat tenang tapi wajahnya juga terlihat tidak senang dengan sifat Raka yang sedang marah.
"Raka kau tidak sopan dengan tamu."
"Tamu?!" Raka mendatangi ku lalu menarik bajuku hingga Aku terangkat. "Manusia seperti dia tamu kita?!".
Melihat Aku yang terangkat oleh Raka, Risa langsung berdiri "Antara!".
Jaka memegang pundak Raka lalu mencengkeram pundak Raka hingga terlihat urat ditangan Jaka "Raka, aku tidak mendidik mu seperti ini!".
Aku memegang tangan Raka yang menarik bajuku dan menatapnya. "Maaf, kami kesini datang dengan niat baik-baik..."
Dengan cekatan aku mengambil pedang cakar Garuda yang berada di punggung ku lalu mengibaskan pedangku ke atas kepala Raka. Tapi Aku tidak mengenai satu pun bulu di kepala Raka karena aku tidak ingin keributan.
"Tapi jika cerita nya kami diperlukan kasar seperti ini, maka kami juga akan kasar."
Raka berdecih lalu melepaskan ku. Setelah itu Jaka menghampiri aku dan memperbaiki bajuku yang sudah kusut gara-gara ditarik Raka.
"Maafkan saya mas Antara. Adik saya memang arogan dan sangat tidak menyukai manusia. Karena itu saya mewakili adik saya, saya meminta maaf sebesar-besarnya."
"Tunggu kakak! Kenapa kakak yang minta maaf?!".
Jaka melihat kearah Raka dengan tatapan yang penuh amarah.
"Cepat minta maaf! Kalau tidak kuberi kau pelajaran!".
Ucapan Jaka membuat Raka ketakutan. Sepertinya Raka tidak punya pilihan selain meminta maaf kepadaku.
"Maafkan aku…."
Walaupun terdengar sangat terpaksa tapi ya sudahlah, aku juga tidak ingin adanya keributan. Aku menaruh kembali pedangku di punggung lalu mengulurkan tanganku kepada Raka untuk bersalaman damai.
"Iya aku maafkan. Namaku Antara Adagium, salam kenal Raka."
Bukannya menerima salaman damai ku, dia malah menghiraukan nya dan melihatku dengan tatapan jijik.
"Tetap saja aku tidak terima ini! Kakak aku ingin pertarungan Tingkas malam ini juga lawanku adalah..." Raka menunjukku "DIA!".
Hehh?? Pertarungan Tingkas?… Apaan tuh?.
"Baiklah. Tapi ada syaratnya."
"Apa syarat nya?".
"Jika kau kalah melawan mas Antara, maka kau harus menerima mas Antara dan mba Risa."
"Tapi kalau aku yang menang?".
"Kau boleh mengusir mas Antara dan mba Risa."
Raka tersenyum lebar. Dia melihatku dan dia sudah meremehkan ku. Wah aku benci orang yang seperti ini. Sudah kupastikan aku tidak ingin berurusan dengan orang ini lagi setelah pertarungan Tingkas yang dia maksud.
"Jadi bagaimana mas Antara? Apakah anda setuju dengan syarat yang saya sebutkan tadi?".
"Iya aku tidak keberatan."
"Baiklah! Akan kutunggu kau di balai kota malam ini! Jangan kabur ya manusia lemah."
Setelah itu Raka pergi dan Jaka pun geleng-geleng melihat sifat adiknya yang seperti itu.
"Mas Jaka, apa itu pertarungan Tingkas?".
"Pertarungan Tingkas adalah pertarungan yang dilaksanakan untuk menyelesaikan masalah. Ini adalah cara yang ditempuh oleh seorang Cindaku jika dia memiliki masalah dengan Cindaku lainnya atau orang lain."
Lumayan menarik juga ini petarungan Tingkas. Bisa adu kekuatan juga kalau begini. Biar aku kasih Raka pelajaran untuk tidak meremehkan orang lain.
"Raka adalah seorang Jawara di desa kami, makanya dia bersifat seperti itu karena dia mengira manusia yang datang ke desa ini membawa kesialan. Dan maaf mas Antara sampai membuat anda harus bertarung—".
"Tidak masalah kok. Lagian aku senang karena sudah lama aku tidak bertarung."
Risa mendekatiku "Dasar, padahal baru aja keluar dari rumah sakit."
"Hahaha. Untuk seorang Laskar seperti ku, tidak bertarung satu hari sama dengan tidak bertarung selama satu bulan!".
Setelah itu, Risa dan aku memindahkan daging segar yang diminta oleh mas Jaka.
———
Sebelum bertarung, mas Jaka mengatakan kepadaku jika tidak ada yang pernah menang melawan seorang Cindaku dalam pertarungan Tingkas kecuali Cindaku itu sendiri. Tapi mas Jaka juga bilang kalau ada yang memenangkan pertarungan Tingkas ini selain Cindaku, maka dia akan menerima sebuah kesaktian.
Aku tidak peduli akan kesaktian yang akan kudapat jika memenangkan pertarungan Tingkas ini karena alasan utama ku untuk menang adalah memberi pelajaran kepada Raka agar tidak memandang sebelah orang lain.
"Ternyata kau punya nyali juga. Kukira kau akan kabur karena ketakutan."
Aku tidak membalas perkataan nya karena Aku tidak ingin memakan umpan nya untuk memprovokasi ku.
Semua Cindaku berdiri membentuk lingkaran seolah-olah lingkaran yang mereka buat adalah sebuah tali pembatas ring tinju.
"Pertarungan Tingkas sebentar lagi akan dimulai. Kedua pejuang silahkan saling menghadap," ucap mas Jaka.
Aku dan Raka berjalan lalu berdiri saling menghadap satu sama lain.
"Tingkas… dimulai!".
Mas Jaka sudah memulai pertarungan Tingkas. Raka yang mendengar mas Jaka memulai pertarungan Tingkas langsung memukul perutku dengan sangat keras.
*cough
Setelah dipukul diperut, aku mundur beberapa langkah dan mengusap darah yang ada di bawah bibirku.
Kuakui Raka sangat kuat. Jika Aku mengandalkan pedang cakar Garuda maka Aku tidak akan menang.
Maaf Risa! Kau harus memulihkan energi kehidupan ku!.
"Laskara! Garuda Full Body!".
Setidaknya pertarungan ini sudah seimbang. Hewan melawan hewan. Harimau melawan Garuda, siapakah yang akan menang.
Setelah mode Garuda Full Body terpasang di tubuhku, dengan kecepatan yang sudah menjadi dua kali lipat aku menerjang Raka lalu memukul berkali-kali perut Raka tanpa henti lalu ku uppercut dia hingga terpental ke udara setelah itu jatuh ke tanah dan tergeletak tak berdaya.
Aku jadi tidak sadar kalau sedang menggunakan Garuda Full Body yang memperkuat kekuatanku menjadi dua kali lipat.
"Si-Sial! Aku tidak mungkin bisa kalah dengan manusia!".
Dengan lari sempoyongan, Raka berusaha memukul ku tapi terlalu lamban dan tidak bertenaga.
Apakah Aku sudah berlebihan memukulnya berkali-kali seperti tadi? Kukira dia orang yang tahan banting makanya Aku tidak segan memukulnya berkali-kali dengan sekuat tenaga yang ku punya.
Tak berlangsung lama Raka jatuh tidak berdaya di tanah yang menandakan bahwa Aku lah pemenangnya.
"Jawara Raka dinyatakan kalah! Pemenang nya pejuang Antara!".
"WOAH!!!!".
"Dia pasti orang yang terpilih!".
"Tentu! Dia adalah Tingkas!".
Hah? Ada apa ini?.
Semua orang menyoraki Aku dan menyalamiku berkali-kali sambil berkata 'Sang Tingkas'. Apa maksudnya? Apakah 'Sang Tingkas' adalah sebuah sebutan untuk orang yang memenangkan pertarungan Tingkas?.
"Sudah kuduga anda adalah orangnya..."
Jaka mendekatiku lalu mengangkat tanganku "Perkenalkan! Namanya adalah Antara Adagium! Mulai sekarang dia adalah seorang Tingkas kita!".
Semua orang semakin menyoraki ku dan menyerukan namaku berkali-kali.
"Antara!... Antara!... Antara!".
Jujur... apa yang sebenarnya terjadi?!.
Setelah mereka menyerukan namaku, Aku diangkat lalu ditaruh di kursi yang tinggi lalu mereka menundukkan kepalanya.
"Antara A-apa yang sebenarnya terjadi?!," Tanya Risa.
"Sama aku juga pengen tau apa yang sebenarnya terjadi sekarang ini!".
Saat aku kebingungan melihat para Cindaku menudukkan kepalanya kepadaku, aku melihat sebuah cahaya merah di balik hutan rindang didekat rumah mas Jaka.
Aku terus memperhatikan cahaya merah itu untuk memastikan cahaya apa itu.
"MAS JAKA! MAS JAKA!".
Seorang Cindaku dalam bentuk harimau menghampiri Jaka. Dia terlihat panik, apakah ini ada hubungannya dengan cahaya merah itu?
"Ada apa?!".
"Hutan belakang rumah mas dibakar sama seseorang!!!".
———
*to be continued-