Chereads / TENTANG DIA / Chapter 4 - Aldo dan Pacarnya

Chapter 4 - Aldo dan Pacarnya

'Setelah aku melihatnya, aku sadar tidak ada yang baik yang dapat kulihat daripadanya. Tapi kenapa kau mampu melihatnya dengan begitu sempurna? Dia tidak lebih baik daripada aku. Aku telah mencoba memahaminya sejak lama, namun sekarang aku tak mau mengerti apa pun lagi. Dia tidak pantas mendapatkan semua ini dan ku pastikan aku akan mengambil semuanya itu dengan segera.'

Brukk…

Dua pria ini saling bertubrukan ditengah-tengah ramainya koridor kelas.

"Eh, sorry gue nggak sengaja."

"Iya, nggak apa-apa gue juga lagi buru-buru kok."

'Dia…'

Mereka berpandangan sejenak dengan pemikirannya masing-masing.

"Gue Johan." Salah satu dari pria itu tersenyum hangat dan mengulurkan tangannya.

"Aldo." Pria yang satunya lagi balas menjabat tangan Johan.

Aldo… dan Johan? Keduanya bertingkah seperti orang yang baru kenal, seperti orang yang belum pernah bertemu. Tidak seperti yang pernah dikatakan Johan bahwa dia mengenali Aldo sebagai kawan lamanya.

Johan sama sekali tidak menunjukan kalau dirinya telah mengenali Aldo.

Namun Aldo segera mengenali Johan, bukan sebagai seseorang yang mungkin dia kenal tapi sebagai seorang murid baru di kelasnya. Ya, Aldo ingat Johan adalah si murid baru. Aldo tak ingin mengakui tapi Johan mungkin lebih tampan darinya, pria tampan itu tampak cukup baik dan ramah bagi Aldo.

'Siapa nih orang? Kok kayaknya gue pernah liat dia sebelumnya. Tapi dimana ya?' pikiran Aldo menerawang saat menatap wajah Johan lebih lama.

Pria bernama Johan yang ada didepannya itu memberi sebuah sengatan pada memori Aldo. Sesuatu yang sudah lampau, sesuatu yang mungkin dilupakannya. Apa Aldo dan Johan memang benar-benar kawan lama?

"Gue duluan ya, gue buru-buru."

Johan pergi meninggalkan Aldo sebelum pria itu menuntaskan rasa penasarannya. Aldo ingin sekali bertanya pada Johan apa mereka pernah bertemu sebelumnya atau mungkin pernah berkenalan sebelumnya? Tapi Aldo harus menyimpan dulu semuanya itu. Mungkin lain kali ia akan menanyakannya.

***

"Jadi apa aja yang lo dapetin?" tak ada basa basi atau sekedar sapaan, pria tegap itu menarik kursi dan segera duduk.

Gadis yang ada dihadapan pria itu tersenyum kecut, "kaku banget sih lo, Jo. Santai aja kali, nggak usah buru-buru. Semua yang lo cari ada disini.." gadis itu mengeluarkan sebuah map coklat yang cukup tebal dari tasnya dan ditaruhnya di atas meja café.

"Nggak usah banyak protes, gue nggak ada waktu buat basa basi. Yang penting gue bayar lo, Cindy." Gadis bernama Cindy itu, apa urusannya dengan Johan? Apa isi dari map coklat yang dikeluarkan Cindy untuk Johan.

Johan mengulurkan tangannya untuk menggapai map coklat itu, tapi Cindy segera menepis sebelum tangan Johan meraihnya.

"Ck… Apaan sih, lo?" Johan memprotes dan kembali berusaha menggapai map itu tapi lagi-lagi Cindy menepis tangan Johan.

"Bayarannya dulu dong boss, jangan lupa bonusnya."

Johan memutar bola matanya jengah. Giliran masalah uang memang cepat urusannya. Johan segera mengeluarkan sebuah amplop yang didalamnya sudah diisi sejumlah uang untuk membayar kerja Cindy. Dilemparkannya amplop itu tepat dihadapan Cindy.

Tanpa menunggu lama, Cindy menggambil amplop itu dan melemparkan map coklat itu pada Johan. Tangan gatal Cindy membuka amplop itu dan mulai menghitung jumlah upahnya. Pekerjaan yang sangat menyenangkan.

Sementara Johan membuka map yang Cindy berikan, ia mengeluarkan apa saja yang ada didalamnya. Sejumlah foto dan setumpuk kertas. Tangan Johan memilah-milah foto yang ada. Beberapa foto yang dilihatnya sangat tidak menyenangkan, bahkan mengiris hatinya membuatnya semakin geram pada sebuah 'objek' yang mendominasi foto-foto itu.

Tiba-tiba, tangan Johan berhenti pada sebuah foto. Dalam foto itu Johan menemukan sebuah objek yang janggal, sesuatu yang tidak diketahuinya. "Siapa ini?" Johan menunjukan foto yang dimaksudnya pada Cindy.

"Itu foto Aldo sama pacarnya…"

Foto Aldo dan pacarnya? Jadi lagi-lagi semua ini tentang Aldo. Johan sedang mencari informasi tentang Aldo. Johan membutuhkan data tentang Aldo sebanyak mungkin yang bisa dia dapatkan. Baginya, Aldo bukanlah sekedar kawan lama, ada sesuatu antara Johan dan Aldo yang perlu untuk diselesaikan.

Johan menatap lekat foto gadis berada dalam pelukan Aldo yang menurut Cindy adalah pacar Aldo. Apa dia penyebab semua itu terjadi? Tanya Johan dalam hatinya.

Penyebab?

Penyebab apa?

Apa yang telah terjadi?

Jika disimpulkan, 'gadis' pacarnya Aldo itu adalah penyebab 'sesuatu'. Lalu pacar Aldo yang mana yang dimaksudkan? Apakah Karin?

Tapi, Aldo juga pernah berpacaran dengan gadis lain, selain Karin. Dan gadis lain itu adalah.. Jessica, yang kini berstatus mantan Aldo. Apa mungkin?

Tapi siapakah gadis dalam foto itu? Karin atau Jessica?

"Sebenernya ada urusan apa sih lo sama Aldo?" tanya Cindy. Gadis itu sudah selesai menghitung uang yang didapatkannya dari Johan.

Johan tidak menjawab pertanyaan Cindy, matanya masih menatap lekat-lekat foto Aldo dan pacarnya itu. Seharusnya Cindy tidak bertanya pada Johan, sudah dalam perjanjian mereka jika Cindy tidak berhak bertanya apa pun, cukup lakukan apa yang Johan perintahkan dan uang akan mengalir padanya.

"Oke…" Cindy juga tak mau beragumen dengan Johan hanya karena pertanyaan tak dijawab. Lagi pula dia juga tidak terlalu ingin tahu.

"Siapa cewek--"

"Lo tenang aja," Cindy memotong ucapan Johan. "Gue udah tambahin informasi tetang ceweknya Aldo itu. Semua data tentang tuh cewek sudah ada didalam map itu."

Johan melirik Cindy, pekerjaan gadis itu memang bagus. Jika Johan royal mungkin dia akan memberikan Cindy bonus tamban lagi, tapi Johan terlalu pelit untuk memberikan uang lagi pada Cindy. Apa yang sudah diberikannya pada Cindy sudah cukup banyak.

"Yaudah, urusan kita udah selesai, kan. Gue permisi! Kalau misalnya lo ada job lagi, telepon gue dan jangan lupa bayarannya juga harus oke." Cindy mengangkat tasnya dan beranjak meninggalkan Johan. Gadis itu melangkah keluar café dan segera menghilang.

Johan melempar foto Aldo keatas meja dengan sembarang. Tangannya kembali bergerak untuk mengacak kertas-kertas, mencari data pacarnya Aldo itu. Johan meraih beberapa lembar kertas yang sudah di staples menjadi satu. Itu data tentang seorang gadis.

Gadis itu…

***

"Duh, Jessica. Mau sampai kapan sih lo nebeng sama gue?" Gadis satu ini memberengut, siang ini ia harus kehilangan kesempatanya. Lagi.

Ya, harusnya siang ini gadis itu –Grace– bisa berduaan dengan pujangga hatinya yang tak lain dan tak bukan adalah pria konyol berambut kribo, Andre. Namun ia melewakannya lagi demi sahabatnya tercinta itu. Grace terpaksa menolak ajakan Andre untuk jalan-jalan berdua yang mungkin saja itu adalah tawaran kencan. Ah, Grace pasti akan menyesali keputusannya itu.

Jessica yang diajak bicara hanya melenggang masuk kedalam sebuah mobil .

"Jess, lo minta dibeliin mobil atau kendaraan apa gitu kek, biar lo nggak usah nebeng lagi sama gue." Ujar Grace yang sedang bersiap dengan seatbelt-nya.

Jessica menatap Grace dengan nanar. "Lo kan tau gue nggak bisa nyetir mobil." Jessica merenungi juga, kenapa sampai sekarang ini ia belum bisa mengedarai mobil dengan baik.

"Ya, tinggal belajar Jessica."

"Nggak mau ah, males."

"Terus kapan lo bisa." Grace mendengus. "Mendingan lo cepet-cepet cari gebetan atau nggak pacar sekalian. Cari yang bisa lo tebengin, jadi lo nggak usah ngerepotin gue lagi." Celetukan itu sedikit mencibir Jessica.

"Hh, itu lebih nggak mungkin." Jessica sadar ia sudah sering merepotkan Grace, ia hanya tidak kepada siapa lagi ia harus bersandar. Hanya Grace yang dia punya.

"Mungkin atau nggak mungkin, lo harus cepetan move on."

"Udah deh, sekarang lo jalanin aja mobilnya."

Grace memutar bola matanya jengah. Jika saja Jessica bukan sahabatnya Grace sudah pasti akan menendang gadis itu keluar dari mobilnya.

***

Begitu tajam mata elang ini menatap objek didepannya. Selama beberapa menit terakhir, mata itu tak juga melepaskan objeknya, menatap lekat-lekat setiap pergerakannya.

Jauh didepan sana, sekumpulan gadis berbicang-bincang, mereka bergosip. Diantara para perempuan itu, ada seorang gadis yang menjadi pusat perhatian.

Ya, pusat perhatian. Karena sepertinya gadis itulah yang membuat mereka berkumpul. Gadis itu memiliki aura bintang yang memikat, ia nampak sangat energik dan aktif. Gaya bicara dan bahasanya juga begitu lancar. Gadis itu berbicara sesukanya tanpa takut salah.

"Eh, Rin… kayaknya cowok yang disana itu ngeliatin lo terus deh."

"Mana?" Gadis yang dipanggil Rin – atau Karin itu mengalihkan padangannya pada seorang pria yang duduk sendiri dipojok. Posisi pria itu agak membelakanginya, jadi Karin tidak dapat melihat wajahnya.

"Tuh cowok ganteng deh." Kata salah seorang gadis yang sempat melihat wajah pria itu.

"Hem… iya lumayan ganteng kayanya," komentar gadis lainnya.

"Samperin aja, Rin."

"Oke." Karin berjalan melwati meja-meja kantin, agak sedikit memutar agar dia bisa melihat langsung wajah pria itu. Tak peduli dengan keadaan sekitarnya, satu tujuannya, yakni meja yang berada dipojok itu. Dimana ada pria yang sedari tadi melirik kearahnya.

Perlahan tapi pasti, jaraknya dengan meja itu tak jauh lagi. Karin dapat melihat dengan lebih jelas wajah pria itu. "Hai!"

"Hai…" pria itu tersenyum mendapati gadis yang sedari tadi diawasinya kini sudah ada didepannya. Ia tidak perlu susah-susah mendekati gadis itu, karena gadis itulah yang menghampirinya. Seperti menangkap seekor ikan tanpa umpan.

"Kamu murid baru itu ya, kenalin aku Karin." Gadis itu mengulurkan tangannya dan disambut hangat oleh si murid baru.

"Johan." Ya, tidak ada murid baru lainnya diangkatan Karin, jadi itu pasti dia.

"Kita ada di kelas yang sama loh. Eh, kayaknya dari tadi kamu perhatiin aku ya," Gadis itu membuat suaranya menjadi rendah sehingga terdengar menggoda.

Johan tidak mengakui perbuatannya pada Karin dan hanya tersenyum malu-malu.

Senyuman Johan itu benar-benar membuat Karin terpikat. "Boleh aku duduk disini?" Gadis itu duduk sebelum mendapat izin.

"Silahkan," matanya tak menatap gadis itu. Ia sibuk dengan gadget yang sudah menemaninya dari tadi.

Karin tak menyerah, tingkah jual mahal Johan malah membuatnya semakin bersemangat.