Chereads / TENTANG DIA / Chapter 5 - Getaran Dihati

Chapter 5 - Getaran Dihati

'Aku mengerti apa itu keadilan, tapi aku tidak mengerti kenapa keadilan itu tidak berpihak padaku. Semua yang terjadi tampak tidak begitu adil, kenapa sebagian orang merasakan bahagia dan sebagian lagi terluka? Dan kenapa aku harus diposisikan pada bagian luka?'

Brum…

Gadis itu malah memantung didepan pintu rumahnya, bukannya melangkah. Harusnya dia segera bergerak. Sebuah objek menghalangi jalan keluarnya.

"Pagi, Jessica!" Sapaan itu membuat Jessica bergeming ditempatnya. Ada seorang pria dengan motor besar berhenti didepan rumahnya.

Siapa itu? Siapa yang ada didepan Jessica kini? Untuk apa pagi-pagi datang kerumahnya?

"Aku Karel," pria itu mengulurkan tangannya.

Jessica tak membalas uluran tangan ini, ia malah memandangi tangan yang terulur itu seperti sesuatu yang aneh. Darimana datangnya pria bernama Karel itu?

Jika di lihat-lihat, seragam yang dipakai Karel memang tidak asing, itu seragam pria untuk siswa disekolahnya. Karel mungkin salah satu temannya disekolah, tapi Jessica sama sekali tidak pernah mengenalinya.

Karel menarik kembali tangannya karena Jessica tak kunjung menjabatnya. Cowok ini berdiri canggung lalu menjelaskan. "Aneh ya, kita satu sekolah tapi nggak pernah kenalan. Padahal aku sering perhatiin kamu lho. Kita juga pernah sekelas di kelas sepuluh."

Terus? Apa yang cowok ini inginkan?

Jessica sangat ingin bertanya pada Karel, lalu apa hubungannya? Namanya Karel, teman sekolah dan sering memperhatikan Jessica. Apa yang penting dari ucapan-ucapan Karel? Jessica hanya ingin tahu kenapa pria itu ada dirumahnya saat ini.

"Ah, aku kesini mau jemput kamu. Sudah mau berangkat, kan?" jawab Karel seakan tahu apa yang Jessica pikirkan.

"Jemput?" Jessica menautkan kedua alisnya. Untuk apa Karel menjemputnya? Seingat Jessica, ia tidak pernah minta dijemput oleh siapa pun, apalagi Karel seseorang yang baru saja dia kenal di detik itu. Inisiatif dari mana Karel sampai mau menjemput Jessica?

"Yuk, berangkat."

Jessica masih sedikit linglung, ia melirik jam tangannya.

Berangkat dengan seorang cowok yang baru dia kenal tidak pernah ada dalam agendanya, tidak juga dalam kehidupnya sebelum ini. Memilih menolak Karel juga bukan pilihan bagus karena Jessica tidak mau membuang waktu.

"Boleh, deh." Jessica pun mengambil helm yang disorkan Karel dan segera menaiki motor pria itu.

***

"Grace, ngapain sih lo nyuruh si Karel jemput gue. Gue bisa berangkat sendiri kali."

Jessica sudah protes kepada Grace, rupanya gadis itulah meminta Karel untuk menjemputnya tadi pagi. Lebih tepatnya, Grace yang memberikan saran itu pada Karel setelah memergoi pria itu memperhatikan Jessica dari jauh.

Rupanya Jessica punya pengagum rahasia juga. Bahkan Karel mengakui pada Grace kalau pria itu sudah mengagumi Jessica sejak awal mask SMA, namun gadis itu justru malah jadian dengan Aldo. Setelah lama memendam getaran di hati tentu Karel ingin mengungkapkannya. Kapan lagi ada waktu yang tepat, sebentar lagi mereka akan lulus.

"Duh, Jessica gue ini perhatian sama lo. Dari pada lo buang-buang uang buat naik bus atau taksi ke sekolah, nggak ada salahnya kan kalau lo dijemput Karel. Dia baik kok, pinter lagi, dia juga ganteng kan, lumayan lah…"

"Lumayan apa?" Jessica memincingkan matanya.

"Ya, gitu." Grace mengangkat kedua bahunya.

"Gitu apaan sih?" Jessica mencoba menelisik maksud Grace yang tersembunyi, melihat cengiran diwajah gadis itu Jessica mengerti dengan benar. "Karel nggak akan pernah bisa buat gue move on."

"Jangan pesimis gitu dong, lo kan belum begitu deket sama Karel. Gue yakin kok, Karel bisa buat lo move on," Grace begitu optimis dan yakin.

Maksud gadis itu sebenarnya memang ingin menjodoh-jodohkan Jessica dengan Karel. Tapi langkahnya terlalu terburu-buru dan skenarionya buruk. Jika saja Grace mengatur suatu rencana lebih baik lagi, Jessica mungkin akan melihat Karel dengan cara berbeda.

"Nggak, nggak akan!" Tandas Jessica.

"Yah, lo mah gitu. Gue itu cuma pengen bantuin lo," keluh Grace.

"Gue hargain usaha lo buat bantuin gue, Grace. Tapi please…, jangan lakuin hal-hal kayak gitu, jangan paksa gue. Kalau gue memang siap dan bisa terima semua keadaan gue, gue akan move on dengan sendirinya, gue akan move on dengan cara gue."

Grace, gadis itu bergeming mendengarkan penuturan Jessica. Rasanya ia semakin iba pada Jessica, kenapa ada cowok macam Aldo yang tega melukai hati Jessica.

"Sekarang ini, gue cuma pengen lo selalu ada buat gue, hanya itu Grace, lo nggak perlu ngelakuin lebih."

Grace menggangguk, ia mengerti Jessica masih membutuhkan waktu untuk mencoba menyembuhkan lukanya. "Lo tenang aja, gue akan selalu ada buat lo." Gadis itu segera memeluk Jessica dengan penuh cinta, rasa sayang, sayang pada sahabatnya yang satu itu.

Jessica membalas pelukan hangat Grace. Beruntung ia masih memiliki sahabat seperti Grace yang selalu ada disaat suka dan dukanya, yang mau mendengarkan seluruh curahan hatinya, yang mampu membuatnya merasa lebih baik karena Jessica sadar ada Grace yang setia disampingnya dan ia tidak perlu merasa takut sendiri.

"Eh.. kayaknya baru liat gue, murid baru ya?" Grace bergumam saat berada dalam pelukan Jessica.

Jessica mendengar gumaman Grace, ia segera melepaskan pelukannya dan berbalik melihat objek yang membuat Grace penasaran.

"Itu cowok, bukan adik kelas kita kan. Ah, itu cowok yang namanya Johan ya?" tanyanya.

Jessica masih memandang seorang pria yang berdiri jauh didepannya. Ia yakin matanya tidak salah, pria itu adalah pria yang dipeluknya kemarin. "Ya, itu dia… Johan," Jessica meringis mengingat kelakuannya waktu kemarin. Memalukan.

"Jadi itu cowok yang lo ceritain kemarin?" Grace memandangi pria yang bernama Johan itu dengan intens. Pikiran nakalnya mulai menilai bagaimana penampilan pria itu. "Ah, beneran cakep dong," gumamnya.

Perasaan Jessica bercampur aduk antara perasaan gugup, malu, takut, ia tak tau apa yang harus dilakukannya sekarang. Johan sudah ada didepannya, harusnya sesuai dengan janjinya, ia mau meminta maaf pada pria itu.

"Samperin gih." Ia mendorong pundak Jessica untuk melangkah maju mendekati pria itu. "Kalau lo nggak mau, gue yang akan kesana!" Akan lebih berabe ceritanya kalau Grace yang maju.

Jessica melangkah maju kedepan dengan perlahan dan hati-hati. Setiap langkahnya membuat jantungnya perbacu lebih cepat lagi. Langkah Jessica sedikit tersendat-sendat, ia mencoba menahan semua gelora aneh itu.

"Hai, Jo…" akhirnya ia sampai hadapan pria itu setelah melewati perjalanan yang panjang (?).

"Eh, hai!" pria itu tampak terkejut melihat Jessica. Sedari tadi dia hanya berdiri di sisi koridor dengan tas di punggung dan telinga di pasangi earphone.

"Sorry..." Jessica memainkan jarinya, rasa masih gugup dan malu untuk menghadapi pria itu. Apalagi sekarang pria itu tengah memandangnya

"Hah?" Johan benar-benar bingung sekarang. Bukan dia tidak mendengar jelas apa yang Jessica katakan. Hanya saja Johan tidak tahu untuk apa Jessica mengatakaan maaf padanya.

"Gue minta maaf soal yang kemarin," Jessica mengulangi perminta maafannya dengan lebih jelas.

"Oh, nggak apa-apa kok." Johan mengingat kejadian kemarin, dia bisa mengerti betapa malu gadis itu dan cukup salut karena dia berani untuk meminta maaf. "Lain kali liat-liat dulu sebelum lo mau peluk orang. Jangan sampai ada orang yang manfaatin situasi sedih lo atau lebih buruk lagi malah marahin lo dan buat lo tambah sedih," ujar Johan panjang lebar.

Jessica merutuki dirinya sendiri, sebegitu bodohkan ia dihadapan Johan. Andre benar untung saja orang itu Johan.

"Lo…" Johan kembali membuka mulutnya. Memberikan sebuah jeda agar Jessica bisa melengkapinya dengan sesuatu. Ia ingin menyebut gadis itu dengan benar.

"Jessica." Gadis itu lupa untuk mengenalkan dirinya.

Suasana mulai menjadi canggung. Jessica tidak berani berbasa-basi dengan Johan. Terlebih melihat mata pria itu sedang memandangi sesuatu yang lain saat berbicara dengannya. Jessica mengikuti arah tatapan Johan.

'Deg…'

Jessica segera mengalihkan padanganya. Ia sudah tidak peduli dengan apa yang Johan lihat.

"Kenapa sama mereka?" Johan sadar ada sesuatu yang membuat Jessica mengalihkan pandangannya dari objek yang dilihatnya. Rupanya pria itu masih sempat memperhatikan gadis yang ada didekatnya saat ini.

Jessica mencoba menahan letupan-letupan itu, kali ini ia tidak akan lagi terluka. Tidak akan ada lagi air mata yang akan menetes karena Aldo dan Karin. Jessica tidak sengaja melihat kedua makhluk itu.

"Mereka ada hubungan apa? Mereka pacaran? Aldo dan Karin."

Jessica hanya mengangguk sebagai jawaban untuk Johan. Ia bahkan tidak bertanya pada Johan, apa Aldo dan Karin yang sedari tadi diperhatikan oleh pria itu?

Jessica kembali melirik kearah Aldo dan Karin setelah dirasanya ia mampu memegang kendali atas perasaannya.

Rupanya Aldo melihat kerah Johan dan Jessica. Lagi-lagi Jessica harus mengalihkan padangannya, ia masih lemah jika mendapat tatapan dari Aldo.

Tapi dengan berani Johan membalas tatapan Aldo. Pria itu menangkap sesuatu dari sorot mata Aldo, tidak begitu jelas tapi tetap terlihat bahwa Aldo menatap tajam kearahnya. Mendapati perubahan itu, sudut bibir Johan pun terangkat.

"Ikut gue yuk!"

"Hah? Kemana?"

Johan langsung menggenggam tangan Jessica, "ke kelas, sebentar lagi belnya kan bunyi."

"Oh," Jessica mengikuti langkah kaki Johan, melupakan Grace yang berada disudut koridor lain bertanya-tanya bagaimana Jessica bisa membuat pria itu langsung menggandengnya. Apa yang terjadi sebenarnya?

'Deg… Deg…'

Getaran apa itu? Ada sesuatu yang terjadi saat Johan menggenggam tangan Jessica. Jantung gadis itu memberi reaksi, reaksi yang aneh, reaksi yang pernah dirasakanya, yang sudah lama tanpa pernah muncul. Mungkinkah…

Sementara Aldo yang tengah bersama Karin, ia malah mengabaikan gadis itu. Matanya nyalang menatap sepasang cowok dan cewek yang tak jauh darinya.

'Itukan si Johan, ngapain dia sama Jessica? Ada hubungan apa mereka?'

Aldo menatap sinis pemandangan itu. Untuk apa dia repot-repot memberikan tatapan itu, tak ada alasan yang pantas untuk menjadi pemicu Aldo menatap sinis, kecuali… ya kecuali pria itu masih menyimpan rasanya pada gadis itu itu. Kecuali jika Aldo masih mencintai Jessica.

Diam-diam Aldo mengamati Jessica dan Johan. Ada gelagar aneh di hatinya saat melihat Jessica berbicara gugup dengan pria lain lalu memberikan seyuman malu-malu. Senyuman yang dulu sering diterimanya, senyuman yang dulu selalu merekah untuknya.

'Aghh… ngapain sih tuh orang pegang-pegang tangan Jessica, kenapa Jessica nggak protes? Mau kemana mereka?'

Pria itu benar-benar tidak rela jika ada sesuatu antara Jessica dan Johan. Aldo harus memeriksa hatinya, dia melirik Karin yang kini ada disebelahnya memberikan senyuman manis penuh percaya diri.

Senyuman itu berbeda jauh dengan senyuman Jessica. Saat Karin tersenyum, ada sebuah kebangaan berpencar dari matanya, semua orang yang melihatnya bisa mengartikan betapa bahagia dan bangga dia berdiri disamping Aldo.

Sementara jika itu Jessica, Aldo selalu bisa merasakan kegugupan gadis itu. Senyumannya selalu berarti sebuah kekaguman, sebuah ketidak percayaan diri kalau Aldo adalah miliknya. Kedua gadis itu sangat berbeda jauh.