Meskipun mengemudi lebih cepat Choi Jiho sudah berada di jalur yang tepat. Seharusnya tidak ada yang salah. Namun sebuah mobil muncul di jalurnya.
Choi Jiho membuat manufer untuk menghindari mobil tersebut, membuat Han Yexi terpental ke samping hingga kepalanya membentur kaca jendela mobil.
Syukurlah Choi Jiho cukup handal sehingga mereka bisa kembali ke jalur dengan aman. Sementara mobil di belakangnya menabrak mobil lainnya yang tidak beruntung. Ada sebuah kecelakaan di belakang mereka tapi Choi Jiho tidak berhenti.
Itu sama sekali bukan urusannya.
Choi Jiho melirik ke arah Han Yexi. Wanita itu menunduk menyembunyikan wajahnya. Sepertinya ada yang salah.
"Kau baik-baik saja?" Tanya Choi Jiho.
Han Yexi mengangkat kepalanya dan menggeleng perlahan. Wanita itu memberi tanda dia baik-baik saja. Namun dia tidak mau melirik Choi Jiho, Han Yexi berusaha menyembunyikan rasa sakit di kepalanya.
Choi Jiho tidak menyadari apa yang terjadi dengan Han Yexi. Begitu sampai mereka tiba di pusat kota.
Choi Jiho mengehentikan mobilnya di halte terdekat. Tidak perlu mengatakan sepatah kata pun, Han Yexi tahu kalau dia harus segera turun. Wanita itu melepas sabuk pengamannya dan sudah membuka pintu. Namun Choi Jiho menahan tangannya.
Han Yexi secara alami berbalik dan melihat ke arrah pria itu. Barulah Choi Jiho melihat memar di pelipis Han Yexi. Bahkan ada jejak darah menetes di sana.
"Bukankah kau bilang kau baik-baik saja?"
"Aku baik-baik saja." Han Yexi segera membuang mukanya, kembali menyembunyikan memarnya. Sayangnya Choi Jiho telah melihatnya.
"Wanita bodoh, apakah aku akan membunuhmu kalau kau jujur?"
Choi Jiho menarik Han Yexi lebih keras sampai wanita itu tidak bisa bergerak untuk pergi.
"Tutup pintunya!" Choi Jiho berteriak marah. Suaranya hampir sama seperti saat dia bertengkar dengan Fang Muxiu.
Jadi Han Yexi hanya bisa menurut. Menutup pintu dan duduk dengan benar di kursinya, matanya melirik ke arah tangan Choi Jiho yang masih memegangi tangannya.
"Sudah ku tutup, bisakah kau lepaskan tanganku?"
Choi Jiho melepaskan tangan Yexi seperti membuang sesuatu yang menjijikan secara sembarang. Sial! Bukankah pria itu yang sedari tadi betah memegangi tangannya?
Choi Jiho kembali menjalankan mobilnya. Beberapa menit kemudian mereka berhenti di sebuah mini market. "Turunlah, pergi cari sesuatu untuk kepalamu itu."
Choi Jiho tentu tidak berniat menjadi pria penuh perhatian untuk Han Yexi. Dia duduk di teras mini market dan membiarkan Han Yexi masuk sendirian. Wanita itu pergi membeli salep dan plester.
Han Yexi tahu jika Choi Jiho tidak sabaran. Begitu selesai membayar dia dengan cekatan mengoleskan salep dan menutupinya dengan plester. Jadi saat keluar dari pintu Han Yexi sudah selesai mengobati lukanya.
Choi Jiho melirik wanita itu. Perasaan jengkel dan lucu yang bercampur aduk membuatnya bingung. Mengapa wanita itu begitu bodoh!
"Apa kau berusaha melawak? Tidakkah kau tahu dimana kau terluka?" Choi Jiho melirik plester yang dipasang sembarang itu. Lukanya ada di sisi yang satu dan plesternya di tempelkan di sisi lainnya. Bermasalah!
Han Yexi merogoh tasnya, mencari ponsel atau apa pun yang bisa jadi cermin. Saat itu Choi Jiho sudah bangkit berdiri di samping Yexi dan melepaskan plester luka dengan sekali tarikan.
"Ah!" Serius itu sakit! Han Yexi memegangi pelipisnya. Tidakah Choi Jiho bisa sedikit lebih lembut? Atau biarkan saja dia sendiri yang mencabut plesternya.
Choi Jiho membuangnya plesternya. "Berikan yang baru padaku!"
"Aku bisa melakukannya sendiri!" Yexi menjauhkan kantung belanjanya dari Choi Jiho. Namun pria itu dengan mudah meraihnya dan mendapatkan plester baru.
Choi Jiho membuka plester baru dan menempelkannya di pelipis Yexi tepat pada lukanya. Wanita itu memejamkan matanya, menahan rasa perih dan nyeri.
Berdiri disamping Han Yexi begitu dekat, aroma tubuh Yexi kembali menyerbak menyerang indra penciuman Choi Jiho. Rasanya Choi Jiho ingin mendekat dan mendekap wanita itu sehingga dia bisa puas mencium aroma Han Yexi. Ini gila!
"Permisi Tuan!" beberapa orang gadis remaja berdiri dibelakang Choi Jiho.
Mereka berdiri berjajar di depan pintu masuk mini market seperti sekumpulan penonton yang bosan.
"Paman, jika kalian ingin bermesraan mohon jangan menghalangi jalan kami!"
22 Desember 2020